TEMPO.CO, Mentawai - Tujuh orang sikerei sedang mengumpulkan daun-daun yang dipetik dari hutan kebun herbal di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai. Para sikerei, ahli tanaman obat dan tokoh penting suku di Mentawai itu, sedang mempersiapkan sebuah ritual punen untuk tanah yang akan dijadikan kebun tanaman obat itu.
Aman Lepon, yang diundang dari Siberut, salah seorang sikerei telah memetik beberapa tanaman. Ia memetik daun “alilepet” yang biasa digunakan sikerei untuk menenangkan jiwa. Juga daun “pilok” untuk mengusir roh jahat, dan daun “mumunen” untuk membuat orang yang memakainya bahagia. “Semua tanaman itu bisa untuk obat,” kata Aman Lepon usai ritual.
Setelah memetik daun di dalam hutan, ketujuh sikerei kembali ke pondok di tengah kebun. Mereka mulai menyusun daun-daun dan siap untuk memulai ritual, sekaligus untuk meresmikan kebun herbal yang diberi nama “Monen Lagek Kukkuet” atau “Ladang Obat Kukuaet”.
Sebagai apresiasi pada kearifan lokal ini, Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat pun meresmikan Kebun Herbal seluas 2 hektare di Dusun Boleleu, Tuapeijat, Sipora Utara, Pulau Sipora itu pada Kamis, 5 Oktober 2023 lalu.
Penjabat Bupati Kabupaten Kepulauan Mentawai Fernando Jongguran Simanjuntak saat meresmikannya mengatakan bangga memiliki ladang obat itu, sebab dari dulu orang Mentawai memiliki obat-obatan sendiri yang berasal dari herbal-herbal endemik di Kepulauan Mentawai.
“Dengan keberadaan ladang obat herbal ini, apa yang sudah diwariskan oleh leluhur orang Mentawai bisa kami lestarikan, bahkan bisa kami kembangkan lagi untuk generasi selanjutnya,” ujarnya.
Ia mengatakan kebun herbal itu juga akan dijadikan spot wisata yang bisa dinikmati wisatawan domestik dan mancanegara yang datang ke Pulau Sipora. “Tracking masuk ke sini begitu dekat dengan hutan, memasuki kebun tanaman yang bisa dijadikan sebagai bahan obat, baru tiba kita di sini ada miniatur uma, suasana Mentawai yang begitu kental,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai Desti Seminora kepada Tempo, Senin, 9 Oktober 2023, mengatakan tempat itu diberi nama dalam bahasa Mentawai, Monen Laggek “Kukuet” (Ladang Obat “Kukuet”). Kukuet merupakan nama salah satu jenis tanaman obat yang digunakan para tabib tradisional di Kepulauan Mentawai.
Desti mengatakan kawasan hutan itu dijadikan kebun herbal karena ia menemukan ada Siagailagek mencari tanaman obat tradisional di sana. Siagaileggek adalah tabib pengobatan tradisional yang masih tersisa di Pulau Sipora.
Jika di Pulau Siberut pengobatan yang berkaitan dengan alam roh hanya dilakukan Sikerei dan pengobatan dengan tanaman obat dibantu oleh Siagaileggek, di Pulau Sipora Sikerei tidak ada lagi dan hanya tinggal beberapa orang Siagaileggek.
“Pemilik dan pengelola tempat ini tetap masyarakat, Siagaileggek, orang yang bisa mengobati dan membuat ramuan tanaman obat, ada enam Siagaileggek yang biasa mengambil tanaman obat di sini dan mereka tetap di sini, kita hanya memfasilitasi saja, konsepnya pemberdayaan,” kata Desti, Senin, 9 Oktobr 2023.
Untuk mendukung kegiatan tersebut secara medis, kata Desti, akan ada dampingan dari seorang dokter yang sudah dilatih di Tawamangu untuk meresep obat dari tanaman herbal. Ramuan obat itu bisa digunakan pasien yang ada di rumah sakit maupun Puskesmas.
Desti mengatakan kawasaan kebun herbal itu akan menjadi lumbung tanaman obat di pulau Sipora. "Jenis tanaman obat di sini ada 50 yang sudah terindentifikasi secara ilmiah oleh dosen dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Andalas,” katanya.
Kepulauan Mentawai memiliki potensi tumbuhan obat yang bisa digunakan sebagai herbal dan saintifikasi jamu. Penelitian Pusat Studi Tumbuhan Obat FMIPA Universitas Andalas pada 2000 di salah satu dusun di Pulau Siberut, dari 209 koleksi didapat 154 jenis tumbuhan yang tergabung dalam 53 famili.
Sebanyak 85 persen atau 176 koleksi diketahui khasiat dan penggunaannya secara tradisional dan hanya 33 koleksi atau 15 persen tak diketahui khasiat dan penggunaannya.
Pengetahuan masyarakat tradisional Mentawai tentang manfaat dan khasiat tumbuhan di sekitarnya itu jauh lebih tinggi dari masyarakat di daratan Sumatera bagian tengah seperti Sumatera Barat (32 persen), Bengkulu (24 persen), Jambi (28 persen), dan Riau (31 persen).
Pilihan Editor: Cerita Cemas Penebangan Hutan Alam di Mentawai, Jerit Asa Sikerei
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.