TEMPO.CO, Jakarta - Hujan mengguyur Jabodetabek dan berbagai wilayah lain di Pulau Jawa pada Selasa sore dan malam, 24 Oktober 2023. Hujan tersebut terjadi belum lama setelah suhu panas mencatat rekor tertinggi di Indonesia terjadi di Tangerang Selatan dan Kertajati. Apakah yang menyebabkan hujan tiba-tiba datang mengguyur ?
Didi Satiadi, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut bahwa saat ini wilayah Pulau Jawa menghadapi masa peralihan musim. “Terjadi peralihan dari musim kemarau ke musim hujan atau dikenal sebagai musim pancaroba,” ujarnya lewat pesan singkat, Rabu, 25 Oktober 2023.
Adanya posisi semu matahari yang terus bergerak ke belahan bumi selatan menghasilkan peningkatan suhu, menurunkan tekanan, dan meningkatkan penguapan di wilayah ini. Sementara saat ini angin Monsun Australia cenderung mulai melemah, namun angin Monsun Asia yang menandai musim hujan belum sepenuhnya terbentuk.
Pada saat musim pancaroba, pemanasan lokal biasanya menjadi lebih dominan dan apabila tersedia cukup uap air dapat mendorong proses konveksi, pertumbuhan awan dan hujan yang biasanya terjadi pada siang/sore hari.
“Kejadian hujan di atas Pulau Jawa pada tanggal 24 Oktober 2023 dipicu oleh sumber uap air yang berasal dari Laut Jawa dan Samudra Hindia yang saat ini lebih hangat,” jelasnya.
Pemanasan yang kuat pada siang hari membentuk sistem tekanan rendah dan konvergensi angin di sepanjang Pulau Jawa terutama di bagian utara. Akibatnya, terjadi pertumbuhan awan dan hujan yang cukup intens di wilayah tersebut.
Data dari www.ventusky.com menunjukkan kandungan uap air di wilayah sekitar Jakarta pada siang hari hanya sekitar 50 persen, sedangkan pada malam hari meningkat signifikan menjadi 80 persen.
Dengan demikian, hujan yang terjadi bukan dipicu oleh angin monsun Asia yang saat ini belum terbentuk dengan sempurna. Hujan tersebut lebih dipicu oleh konvergensi angin di atas Pulau Jawa yang membawa uap air dari Laut Jawa dan Samudra Hindia.
Selain itu, kondisi El-Nino dan IOD positif yang saat ini terjadi diperkirakan masih akan berlangsung hingga awal tahun 2024, sehingga musim basah di wilayah Pulau Jawa berpotensi tertunda.
Didi memberi saran untuk menghadapi musim pancaroba, dengan lebih waspada terhadap cuaca yang cepat berubah. Ada juga potensi terjadinya pemanasan lokal yang mendorong terjadinya proses konveksi, pertumbuhan awan, dan hujan pada siang/sore hari, yang dapat disertai dengan angin kencang, hujan es, dan puting beliung.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.