Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Peneliti BRIN Ungkap Masalah Akurasi Alat Pemantau Kualitas Udara Low-Cost Sensors

image-gnews
Petugas BMKG menjelaskan kepada warga alat low cost sensor air quality untuk pengukur kualitas udara saat Festival Ayo Birukan Lagi Langit Jakarta di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 16 Juli 2023. Kegiatan ini juga bertujuan mengajak masyarakat peduli untuk menjaga kualitas udara Jakarta. ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Petugas BMKG menjelaskan kepada warga alat low cost sensor air quality untuk pengukur kualitas udara saat Festival Ayo Birukan Lagi Langit Jakarta di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Ahad, 16 Juli 2023. Kegiatan ini juga bertujuan mengajak masyarakat peduli untuk menjaga kualitas udara Jakarta. ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Kondisi kualitas udara bisa diukur oleh perangkat di stasiun pemantau maupun alat yang dinamakan Low-Cost Sensors atau LCS. Teknologi LCS marak digunakan secara global namun masih punya kekurangan.

“Fakta di lapangan bahwa data LCS belum seakurat seperti instrumen yang digunakan di stasiun pemantauan kualitas udara,” kata Kemal Maulana Alhasa, peneliti Pusat Riset Lingkungan dan Teknologi Bersih di Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Rabu, 1 November 2023.  

LCS menjadi topik risetnya untuk disertasi saat studi di Malaysia pada 2015-2020. Menurut Kemal, sistem di stasiun pemantau kualitas udara pada umumnya menggunakan perangkat yang dikenal dengan istilah Reference Method atau Reference Instrument. Perangkatnya disertifikasi oleh instansi standar yaitu Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau US EPA. 

Klasifikasinya terbagi dua yaitu Federal Reference Method (FRM) dan Federal Equivalent Method (FEM). FEM merupakan pengembangan teknologi baru yang akurasinya mendekati FRM. Setiap tahun US EPA memutakhirkan daftar instrumen untuk sertifikasi kedua metode tersebut. Standar itu, menurut Kemal, menjadi acuan negara lain di dunia termasuk para pembuat alat pemantau kualitas udara.

Secara umum, perangkat sistemnya ditempatkan di dalam sebuah ruang atau kabin dengan kondisi terkontrol misalnya terkait suhu dan kelembapan. Alat pengambilan sampel gas atau partikel udara yang akan diukur ditempatkan di luar ruangan atau di atap. Sampel udara yang terkumpul lalu disaring untuk menghilangkan uap air kemudian di pompa ke dalam guna dianalisis oleh instrumen. “Untuk membaca konsentrasi polutan yang ada di kawasan tersebut,” ujar Kemal. 

Meskipun tingkat akurasinya teruji, harga alat itu terhitung mahal. Untuk satu paramater pengukuran misalnya materi partikulat atau particulate matter berkisar US$ 1.000-50.000. Karena itu, kata Kemal, dikembangkan alat yang lebih murah yaitu LCS. Harga sensornya saja kini yang paling murah berkisar Rp 100-200 ribu juga ada sekitar Rp 1-2 juta dengan perbedaan kualitas

Selain itu ada LCS hingga seharga puluhan juta rupiah untuk mengkur materi partikulat. Produsen alatnya berasal dari Amerika Serikat dan Eropa. Muncul pada awal 1980, sejak 2006 semakin banyak akademisi dan peneliti yang mengembangkan LCS. “Sebagai alternatif pemantauan kualitas udara di kawasan perkotaan,” kata dia.

Sejauh ini, menurutnya, US EPA maupun World Meteorological Organization atau WMO belum memasukkan LCS sebagai alat pemantau kualitas udara. Protokol LCS juga belum ada yang pasti untuk dijadikan rujukan. Saat ini para peneliti atau akademisi masih mengembangkan metode kalibrasi yang tepat dan dapat digunakan secara global. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walau begitu, Amerika Serikat dan negara Eropa, seperti Norwegia, Swiss, Italia, Spanyol, dan Inggris, telah memasang LCS sebagai pendukung jaringan stasiun pemantauan kualitas udara. “Kalau punya banyak jaringan sistem LCS akan sangat membantu dalam menentukan sumber-sumber polusi lokal,” ujar Kemal. LCS difungsikan sebagai penanda awal atau peringatan dini kualitas udara di suatu tempat. Hasil pengukurannya kemudian diverifikasi oleh stasiun pemantau yang bisa bergerak atau mobile.

Di negara luar, pemerintah bekerja sama dengan kalangan akademisi lewat institusi perguruan tinggi, dan warga atau komunitas masyarakat untuk membangun jaringan sistem pemantauan kualitas udara dari stasiun pengamatan hingga pemasangan LCS di berbagai lokasi. Menurut Kemal, Indonesia belum memiliki aturan seperti itu. “Sebaiknya pemerintah yang harus mengatur regulasi dan bagaimana pengolahan datanya sebelum dipublikasikan ke masyarakat,” ujarnya.

Radius Stasiun Pemantauan Kualitas Udara, menurut Kemal, terbatas sejauh 10 kilometer atau kurang. Di kota seperti Jakarta dibutuhkan banyak stasiun pemantauan. Penempatannya bisa untuk memantau sumber polusi maupun wilayah yang terdampak pencemaran. Keterbatasan jumlah dan anggaran untuk stasiun pemantauan bisa dibantu oleh LCS, namun alatnya harus dikalibrasi ulang sebelum dipakai.

Kemal mengatakan ada dua metode, yaitu dengan laboratorium kalibrasi di ruangan yang terkontrol dan kolokasi. Kalibrasi itu mendapatkan formula untuk memperbaiki akurasi data dari  LCS. Idealnya kalibrasi ulang dilakukan secara berkala per tiga bulan, kecuali hasil datanya masih bagus dan tidak ada penyimpangan.

LCS bisa mengukur polutan dalam bentuk gas. Jenisnya secara umum ada metal oxide sensors, kemudian electrochemical sensors yang paling banyak digunakan oleh vendor penyedia sistem LCS. Teknologinya mempunyai ketahanan yang lebih dari ganguan faktor meteorologi seperti suhu dan kelembapan.

Jenis berikutnya LCS berbasis infrared yang lebih tahan dari ganguan faktor meteorologi namun resolusi pengukurannya masih pada level konsentrasi tinggi di rentang parts per million (ppm). Alat itu lebih cocok untuk mengukur gas seperti karbon monoksida atau karbon dioksida. Kemudian LCS yang menggunakan optik dengan memanfaatkan ionisasi sinar ultraviolet atau disebut photoionization detector. Sedangkan untuk mengukur materi partikulat, ada nephelometer dan optical particle counter  yang teknologinya berbasis optik.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

17 jam lalu

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dede Heri Yuli Yanto. Dok. Humas BRIN
Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.


Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

20 jam lalu

Foto aerial kondisi polusi udara di kawasan Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu, 13 Desember 2023. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada Rabu, konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) di Jakarta sebesar 41 mikrogram per meter kubik dan berada di kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif karena polusi. ANTARA/Iggoy el Fitra
Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).


Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

21 jam lalu

Kelompok lansia melakukan gerakan senam ringan pada peluncuran Gerakan Senam Sehat (GSS) Lansia di Jakarta, Senin (29/5). (ANTARA/Ahmad Faishal)
Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.


Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

1 hari lalu

Foto handout yang disediakan oleh Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (BASARNAS) menunjukkan asap dan abu erupsi Gunung Ruang dilihat dari desa Tagulandang, Sulawesi Utara, Indonesia, 19 April 2024. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi ( PVMBG) Kementerian ESDM melaporkan Gunung Ruang di Kabupaten Kepulauan Sitaro, Sulawesi Utara, meletus pada 16 April malam. Akibat letusan Gunung Ruang, 272 KK atau sekitar 828 jiwa dievakuasi. EPA-EFE/BASARNAS
Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.


Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

1 hari lalu

Ratusan warga Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan unjuk rasa di depan kantor BRIN di Serpong, Selasa 23 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

Penghuni rumah dinas Psupiptek Serpong mengaku pernah melaporkan BRIN ke Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan aset negara


Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

2 hari lalu

Penutupan akses jalan di depan kantor BRIN di Jalan Raya Serpong-Parung gagal dilakukan, Kamis 11 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.


Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

2 hari lalu

Suasana Kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN di Jakarta. Tempo/Tony Hartawan
Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.


BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

2 hari lalu

Perwakilan BRIN temui massa unjuk rasa tolak penutupan jalan provinsi Serpong-Parung, Selasa 23 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
BRIN: Rumah di Puspitek Punya Negara Tak Bisa Dimiliki

Kepala Biro Manajemen Barang Milik Negara dan Pengadaan pada BRIN Arywarti Marganingsih mengatakan perumahan Puspitek, Serpong, tak bisa jadi hak milik.


Begini Jawaban BRIN soal Perintah Pengosongan Rumah Dinas di Puspitek Serpong

2 hari lalu

Ratusan warga Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan unjuk rasa di depan kantor BRIN di Serpong, Selasa 23 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Begini Jawaban BRIN soal Perintah Pengosongan Rumah Dinas di Puspitek Serpong

Manajemen BRIN angkat bicara soal adanya perintah pengosongan rumah dinas di Puspitek, Serpong, Tangerang Selatan.


Peneliti BRIN Pertanyakan Benih Padi Cina Mampu Taklukkan Lahan Kalimantan

3 hari lalu

Persawahan Food Estate Blok A, Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah siap menggelar panen raya.
Peneliti BRIN Pertanyakan Benih Padi Cina Mampu Taklukkan Lahan Kalimantan

BRIN sampaikan bisa saja padi hibrida dari Cina itu dicoba ditanam. Apa lagi, sudah ada beberapa varietas hibrida di Kalimantan. Tapi ...