TEMPO.CO, Jakarta - Wacana percepatan penggunaan kendaraan listrik ramai mencuat pertengahan 2023. Hal itu menjadi salah satu strategi pemerintah untuk mengatasi polusi udara.
Ketua Satgas Penanganan Polusi Udara di Jabodetabek, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menyatakan salah satu solusi mengurangi polusi udara adalah dari sektor transporasi. Menurutnya, kendaraan pribadi menjadi penyumbang terbesar polusi udara.
"Kita percepat proses electric vehicle dan kemudian Anda lihat ada pengecekan karbon emisi daripada mobil motor sudah mulai dilakukan," kata Luhut.
Namun, pernyataan itu dikritik oleh sejumlah pihak. Bondan Andriyanu, Juru Kampanye dan Energi Greenpeace Indonesia, menyampaikan pandangan bahwa adopsi kendaraan listrik berpotensi hanya mengalihkan sumber polusi dari knalpot kendaraan ke cerobong Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Argumennya adalah karena mobil listrik saat ini bergantung pada pasokan energi listrik yang dihasilkan dari PLTU.
"Jadi, kalau kita hanya meng-highlight mengganti mobil listrik tanpa mengganti energi di ujungnya, kita hanya memindahkan polusi dari knalpot ke cerobong PLTU batubara," kata Bondan pada Rabu, 6 September 2023.
Bondan juga menilai bahwa pemerintah seharusnya mengutamakan penggunaan bus listrik dan membangun infrastrukturnya. Dengan demikian, penggunaan bus listrik bisa diperbanyak.
Ia juga mengekspresikan kekecewaannya terhadap tindakan pemerintah dalam menangani masalah polusi udara. Sebelumnya, tidak ada upaya yang dilakukan oleh pemerintah meskipun data mengenai pencemaran udara telah tersedia di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Ketika viral, baru seolah kebakaran jenggot untuk mengontrol pencemarnya. Harusnya, kemarin sudah bisa dikendalikan, enggak perlu nunggu viral, enggak perlu nunggu Presiden batuk, enggak perlu nunggu Sri Mulyani ISPA," ucapnya.
Selain Bondan, Mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim juga mengkritik kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kendaraan listrik di Indonesia. Menurutnya, langkah tersebut tidak mampu menangani permasalahan pencemaran udara.
Kebijakan tersebut juga dianggap tidak dapat membawa Indonesia mencapai target nol emisi pada tahun 2060. Emil menjelaskan bahwa hal ini disebabkan karena sektor listrik di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang sepenuhnya dikelola oleh PT PLN (Persero).
"Oleh karena itu, seluruh pasokan listrik masih sangat tergantung pada listrik batu bara yang justru menjadi penyebab utama dari masalah pencemaran udara," ujar Emil pada Senin, 21 Agustus 2023.
ANANDA BINTANG | JULNIS FIRMANSYAH | RIANI SANUSI PUTRI
Pilihan editor: 15 Juta Kendaraan Listrik Ditargetkan Beroperasi pada 2030