TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku kaget saat mengetahui jumlah lulusan S2 dan S3 di Indonesia masih sangat rendah. Menurut dia, jumlah mereka bahkan tidak mencapai satu persen dari total penduduk berusia produktif di Tanah Air.
“Rasio penduduk berpendidikan S2 dan S3 terhadap populasi produktif itu juga masih sangat rendah sekali kita ini. Saya kaget juga,” kata Jokowi di Surabaya pada Senin, 15 Januari 2024
Saat ini, rasio penduduk Indonesia lulusan S2 dan S3 di Indonesia hanya 0,45 persen dari jumlah total penduduk produktif berusia 15-64 tahun. Jokowi menyebut angka itu sangat jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam yang memiliki angka sekitar 2,43 persen.
“Kejauhan sekali 0,45 sama 2,43. Angkanya memang kelihatannya kecil, tapi kalau dikalikan ini sudah berapa kali,” kata Jokowi.
Sementara itu, untuk mendorong jumlah lulusan S2 dan S3, Jokowi mengatakan akan segera mengadakan rapat untuk mengambil kebijakan agar bisa mengejar ketertinggalan tersebut. “Saya minggu ini akan rapatkan ini dan mengambil kebijakan, policy untuk mengejar angka yang masih 0,45 persen ini,” ujarnya.
Menurut dia, langkah untuk menaikkan angka itu pasti membutuhkan anggaran yang besar, namun ia menyatakan akan mengupayakannnya. “Enggak tahu anggarannya akan didapat dari mana tapi akan kita carikan agar S2 dan S3 terhadap populasi usia produktif itu betul-betul bisa naik secara drastis,” kata Jokowi.
Lantas, apa saja penyebab rendahnya minat melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi?
Rendahnya lulusan S2 dan S3 tentu tak lepas dari minat untuk melanjutkan studi. Dikutip dari jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dengan judul Analisis Rendahnya Minat Melanjutkan Pendidikan ke Jenjang yang Lebih Tinggi dijelaskan beberapa alasan.
Salah satu masalah klasik yang dibahas dalam jurnal tersebut adalah masalah biaya. Biaya pendidikan saat ini sangat tinggi dan setiap tahunnya terus meningkat.
Selain itu, terdapat problem kebutuhan pokok yang melonjak dan kebutuhan yang tak terduga yang harus dikeluarkan kapan saja dalam waktu yang tak di sangka-sangka. Mahalnya biaya pendidikan menyebabkan pendidikan yang semula adalah proses humanisasi menjadi dehumanisasi.
Penyebab lain adalah stigma masyarakat. Masih menurut jurnal di atas, stigma masyarakat mempengaruhi minat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya bagi perempuan. Masyarakat masih beranggapan bahwa sekolah tinggi-tinggi percuma jika hanya bekerja di dapur.
NINIS CHAIRUNNISA | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Jumlah Lulusan S2 dan S3 di Indonesia Rendah, ini Langkah yang akan Dilakukan Jokowi