Sahudi berharap penelitiannya ini kelak mendorong penelitian-penelitian biofisika serupa guna menjawab tantangan pengobatan kanker. Ia mengatakan penelitian biofisika pada ranah keilmuan kedokteran selama ini sangat jarang, apalagi sampai tataran disertasi.
Baca juga:
Kisah Artis Anisa Rahma Diusik Roh Gaib, Merinding dan...
SBY: Kalau Ada yang Mau Kudeta, Saya Paling Depan Menolak!
“Saya harap ini mendorong dokter-dokter lain untuk meneliti dari aspek biofisika. Sebab untuk menghadapi kanker, kita ini ibarat pendekar, harus dengan berbagai macam jurus,” kata dia.
Namun sayangnya, lanjut Sahudi, ketika alat terapi ECCT ditemukan, ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi dengan menyatakannya tidak ilmiah. “Yang dianggap masuk akal hanya tiga metode, yang ternyata juga masih memiliki kelemahan.”
Tiga metode tersebut ialah radioterapi, pembedahan, dan kemoterapi. Padahal, ketiga metode itu tergolong mahal. “Untuk pembedahan hanya efektif untuk penderita kanker pada stadium 1 dan 2. Kemoterapi mahal, sekali masuk Rp 40 juta. Begitu juga dengan radioterapi, satu serial minimal merogoh Rp 15 juta. Alat ECCT ini salah satu senjata yang murah, tapi kok dihalang-halangi.”
ARTIKA RACHMI FARMITA
Baca juga:
Kisah Salim Kancil Disetrum, Dibunuh: Ini Sederet Keanehan di Balik Tragedi
Ini Duit yang Dipakai Setya Novanto Cs & Ahok: Siapa Boros?