Khawatir Teroris Rekayasa, Penelitian Virus H5N1 Dihentikan
Selasa, 24 Januari 2012 04:26 WIB
TEMPO.CO , Rotterdam:-Para ilmuwan yang menciptakan strain mematikan virus flu burung (H5N1) untuk sementara menghentikan penelitian mereka di tengah kekhawatiran strain baru itu bisa disalahgunakan teroris. Dalam surat yang diterbitkan di Science and Nature, tim peneliti diajak dalam sebuah forum internasional untuk memperdebatkan risiko dan nilai penelitian tersebut.
Pemerintah Amerika Serikat bulan lalu meminta tim peneliti menyusun rincian penting dalam publikasi ilmiah yang akan diterbitkan. Panel penasihat pemerintah mengusulkan data yang disusu para peneliti dapat digunakan teroris.
Para pakar biosekuritas khawatir perubahan bentuk virus menjadi lebih menular dapat memicu pandemi yang lebih mematikan daripada wabah flu Spanyol pada tahun 1918-1919 yang menewaskan hingga 40 juta orang.
Dewan Penasehat Ilmu Pengetahuan Nasional untuk Biosekuriti (NSABB) AS merekomendasikan rincian penting rekayasa virus dihilangkan dari publikasi penelitian, yang sontak memicu kehebohan internasional.
"Saya lebih suka jika hal ini tidak menimbulkan kontroversi begitu banyak. Tapi itu telah terjadi dan kita tidak bisa mengubah itu," kata Ron Fouchier, seorang peneliti dari Erasmus Medical Center di Rotterdam.
Sementara virus H5N1 sangat mematikan ketika mengenai manusia, dampaknya sejauh ini masih terbatas karena tidak mudah menular antar manusia. Namun penelitian terbaru oleh Erasmus University di Belanda dan University of Wisconsin-Madison di AS menemukan bahwa virus flu burung saat ini jauh lebih mudah menular antar musang.
Seorang pejabat kesehatan senior AS mengatakan, "Tidak semua orang perlu tahu bagaimana membuat virus mematikan."
Dua jurnal ilmiah sekarang ingin mempublikasikan penelitian dan mencoba menjalin kerja sama dengan pemerintah AS tentang cara membuat data rekayasa virus flu burung yang dapat diakses khusu untuk ilmuwan yang bertanggung jawab.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan pada bulan Desember bahwa pembatasan akses ke penelitian akan membahayakan perjanjian di antara anggotanya. NSABB terdiri dari ilmuwan dan ahli kesehatan masyarakat, 18 orang dari unsur pemerintah, 23 lainnya dari luar pemerintah.
Kendati hal ini tidak dapat menghentikan publikasi, tapi setidaknya membuat rekomendasi kepada para peneliti virus flu burung. Surat para ilmuwan yang diterbitkan pada Jumat berpendapat bahwa pengetahuan strain mematikan virus H5N1 sebelum bermutasi di alam merupakan informasi berharga bagi masyarakat.
"Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan bagaimana virus influenza di alam menjadi ancaman pandemi bagi manusia," kata pernyataan dalam surat itu. Namun sebagian menyatakan jeda 60 hari terhadap penelitian dianggap tidak cukup.
Laporan menyatakan bahwa pertemuan untuk memperberdebatkan penelitian virus flu burung dan langkah-langkah yang bakal diambil akan digelar dalam pertemuan WHO pada bulan Pebruari mendatang.
BBC NEWS | MAHARDIKA SATRIA HADI
Berita Terkait
Wawancara Tempo dengan Pembuat Game Angry Birds
CEO RIM Tawarkan Lisensi BlackBerry 10
Daftar Gmail Dapat 'Bonus' Google+
CEO Baru RIM Optimistis Tembus Posisi Tiga Besar
Hasil Iklan Mobile Google Capai Rp 51,8 Triliun
Tumblr Diakses 15 Miliar Kali Tiap Bulan
Geme Resident Evil Meluncur November