TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) masuk peringkat 100 besar kategori penelitian dan pengembangan terbaik versi Webometrics edisi Juli 2012. LIPI tercatat di urutan 99 dari total 7.532 lembaga penelitian di seluruh dunia.
Peringkat pertama diraih Lembaga Kesehatan Nasional Amerika Serikat, disusul Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) di urutan kedua.
Sejumlah lembaga penelitian mentereng lainnya juga masuk 100 besar, seperti National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), European Organization for Nuclear Research (CERN), US Geological Survey (USGS), Max Planck Gesellschaft, dan Goethe Institut.
Peringkat Webometrics dipublikasikan dua kali dalam setahun, yaitu setiap bulan Januari dan Juli. Peringkat terbaru ini menjadi satu lompatan besar bagi LIPI setelah pada Januari lalu menempati peringkat 590 dunia.
Selain LIPI, lembaga penelitian asal Indonesia yang juga masuk peringkat Webometrics adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian, yang bertengger di peringkat 290 dunia.
Peringkat Webometrics merupakan inisiatif dari Cybermetrics Lab, sebuah kelompok riset milik Consejo Superior de Investigaciones Científicas (CSIC), badan penelitian publik terbesar di Spanyol. CSIC--yang berdiri sejak 2006 dan memiliki 126 pusat penelitian di seluruh Spanyol--adalah salah satu organisasi penelitian dasar pertama di Eropa.
Lembaga yang melekat pada Departemen Pendidikan Spanyol ini dibentuk untuk mempromosikan penelitian ilmiah guna meningkatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi negara-negara di dunia. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ini diharapkan berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat di masing-masing negara.
Ada empat kategori yang digunakan dalam pemeringkatan Webometrics. Pertama, size, yang artinya jumlah laman yang bisa diakses melalui Google, Yahoo!, dan Bing. Bobot penilaian berdasarkan size ini sebesar 10 persen.
Kedua adalah visibility, atau jumlah tautan ke situs lembaga dari situs eksternal. Bobot penilaiannya 50 persen.
Ketiga adalah rich files, yang artinya jumlah dokumen dengan format PDF, DOC, PPT, dan PS, yang bisa diakses melalui Google, Yahoo!, dan Bing. Poinnya 10 persen.
Terakhir atau keempat adalah scholar, atau jumlah publikasi ilmiah yang diindeks Google Scholar selama lima tahun terakhir. Nilainya 30 persen.
Dikutip dari www.research.webometrics.info, Kamis, 2 Agustus 2012, pemeringkatan ini ditujukan untuk mempromosikan publikasi ilmiah yang dilakukan lembaga penelitian lewat Internet.
Keterbukaan dan kemudahan publik mengakses publikasi ilmiah dan materi akademik lewat Internet menjadi sasaran utama pemeringkatan ini. Namun, indikator situs secara langsung juga mendongkrak kinerja dan visibilitas lembaga penelitian.
"Situs ini mencakup tidak hanya publikasi yang bersifat formal, yakni e-journal dan repositori, tetapi juga media komunikasi informal lainnya," demikian pernyataan dalam situs Webometrics.
Publikasi ilmiah lewat Internet memiliki sejumlah keunggulan. Selain lebih murah, publikasi lewat Internet menjamin tingginya standar kualitas publikasi ilmiah yang dibaca publik (peer review). Keunggulan lain yakni bisa menjangkau lebih banyak pembaca. Akses pengetahuan ilmiah bagi para peneliti dan lembaga penelitian yang berada di negara-negara berkembang menjadi lebih tinggi.
Publikasi lewat Internet juga bisa memberikan manfaat tidak langsung kepada pihak ketiga, yakni pengguna langsung dari ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan lembaga penelitian, seperti kalangan industri, ekonomi, politik, atau budaya.
"Kami bermaksud memotivasi setiap peneliti, sarjana, dan lembaga penelitian untuk memanfaatkan situs sebagai sarana publikasi ilmiah secara akurat," tulis situs Webometrics.
MAHARDIKA SATRIA HADI
Berita terpopuler lainnya:
Bakteri Virtual Ini Mirip Aslinya
Burung Ini Mencari Makan di Dasar Laut
Virus Flu Anjing Laut Ancam Manusia?
Tes Kecerdasan Ini Tawarkan US$ 100 Ribu
Berapa Jumlah Bendera yang Terpancang di Bulan?
Minyak Daun Cengkeh Jadi Obat Antimalaria
Berita terkait
BRIN Temukan Daur Ulang Baterai Litium Ramah Lingkungan
29 hari lalu
BRIN sebut tiga alasan mengapa daur ulang baterai litium sangat penting. Satu di antaranya alasan ramah lingkungan.
Baca SelengkapnyaDua Artikel Ilmiah Karya Dosen UGM Paling Banyak Disitasi, Apa Saja?
26 September 2023
Universitas Gadjah Mada atau UGM masuk dalam jajaran top 50 dunia pada THE Impact Rankings 2023.
Baca SelengkapnyaLIPI Genap 56 Tahun: Lembaga Ilmu Pengetahuan yang Telah Dilebur ke BRIN
23 Agustus 2023
Awal pembentukan LIPI pada 1967 dimulai dengan peleburan lembaga-lembaga ilmiah yang lebih dulu didirikan.
Baca SelengkapnyaRektor Stanford University Mundur karena Penelitian Ilmiahnya Dinilai Kurang
20 Juli 2023
Pemimpin Stanford University, salah satu kampus yang paling bergengsi di AS, mundur setelah ditemukan kekurangan dalam penelitiannya tentang saraf.
Baca Selengkapnya2 Syarat dari BRIN Agar Penemuan Bisa Disebut Sebagai Inovasi
14 Juli 2023
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan dua syarat agar sebuah penemuan dapat disebut sebagai inovasi.
Baca SelengkapnyaBagaimana Artikel Ilmiah Bisa Lolos di Jurnal Bereputasi? Ini Kata Dosen Unpad
14 April 2023
Tiga peneliti Unpad membagikan pengalamannya terkait pengalaman publikasi artikel ilmiah pada jurnal internasional bereputasi tinggi.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Kepunahan Reptil dengan Tim Ilmuwan Dunia
6 April 2023
Ilmuwan ITB Djoko T. Iskandar meneliti kepunahan reptil dan kaitannya dengan usaha konservasi tetrapoda.
Baca SelengkapnyaRancang Alat Deteksi Jenis Malaria, Mahasiswa ITB Raih Juara Pertama Festival Ilmiah
26 Maret 2023
Tim mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) merancang alat deteksi lima jenis malaria.
Baca SelengkapnyaPakar ITB Teliti Keruntuhan Anak Krakatau 2018 untuk Pemodelan Tsunami Akurat
22 Maret 2023
Dosen teknik geologi ITB meneliti keruntuhan tubuh Gunung Anak Krakatau sebagai tolok ukur pemodelan tsunami akurat.
Baca SelengkapnyaPsikolog UI Teliti Penyebab Bungkamnya Mahasiswa Saksi Kecurangan Akademik
17 Januari 2023
Psikolog UI Anna Armeini Rangkuti mengidentifikasi ada empat motif utama silence mahasiswa terhadap kesaksian adanya kecurangan akdemik.
Baca Selengkapnya