TEMPO.CO, California - Selama ini para peneliti telah menggunakan teknik kloning embrio manusia untuk tujuan memproduksi sel induk. Tetapi mungkinkah teknik serupa bisa mengkloning tubuh manusia?
Meskipun tindakan ini dinilai tidak etis, para ahli mengatakan kemungkinan biologis bisa saja melakukannya. Namun sumber daya yang dibutuhkan untuk proses ini menjadi hambatan cukup signifikan.
Sejak tahun 1950-an, para peneliti berhasil mengkloning binatang seperti katak, tikus, kucing, domba, babi maupun sapi. "Tiap kasus, para peneliti menemukan permasalahan yang perlu diatasi dengan trial and error," kata Dr Robert Lanza, kepala petugas ilmiah di perusahaan Advanced Cell Technology yang bekerja pada terapi sel untuk penyakit manusia dan telah berhasil mengkloning hewan.
Mengkloning tikus, para peneliti dapat menggunakan ribuan telur dan melakukan banyak percobaan. "Ini adalah permainan angka," kata Lanza. Tetapi dengan primata, telur merupakan sumber daya yang sangat berharga dan tidak mudah mendapatkan mereka untuk mengulangi percobaan-percobaan.
Selain itu, peneliti tak bisa hanya menerapkan proses yang sama ketika mereka mengkloning tikus ataupun sapi ke proses kloning manusia. Misalnya, kloning binatang mengharuskan peneliti harus menghapus inti dari sel telur. Ketika peneliti melakukan ini, mereka juga harus membuang protein yang penting untuk membantu sel-sel membagi.
Pada tikus, ini bukan masalah karena embrio kloning yang telah diciptakan mampu membuat protein ini lagi. Tetapi tidak dengan primata yang tidak bisa melakukan ini. Itu mungkin salah satu alasan yang menjelaskan mengapa selalu saja gagal mengkloning monyet.
Terlebih lagi, hewan hasil kloning sering memiliki berbagai kelainan genetik yang dapat mencegah implantasi embrio dalam rahim. Atau bisa juga menyebabkan janin akan gagal hidup bahkan hewan segera mati setelah lahir.
Ini proses abnormal yang umum karena embrio kloning hanya berasal dari satu individu induk, bukan hasil perkawinan dua individu. "Ini berarti bahwa proses molekuler tidak terjadi dengan baik dalam embrio kloning," kata Lanza.
Proses kloning ini dapat mengakibatkan ukuran plasenta sangat besar yang pada akhirnya mengarah pada masalah aliran darah bagi janin. Pernah dalam satu percobaan, bayi banteng yang lahir berukuran dua kali lebih besar dibandingkan ukuran normal. Tingkat kematian yang sangat tinggi dan resiko perkembangan abnormal dari proses kloning inilah yang menjadikan alasan bahwa mengkloning manusia sangatlah tidak etis.
LIVE SCIENCE | ISMI WAHID
Topik Terhangat:
PKS Vs KPK E-KTP Vitalia Sesha Ahmad Fathanah Perbudakan Buruh
Berita Lain:
Di Prancis Ada Masjid Gay
Wanita Arab Pertama Pendaki Everest
Freeport: Tiga Pekerja Meninggal Ditemukan
Arsenal ke Champions, Wenger Janjikan Pemain Baru
Berita terkait
BRIN Berikan Nurtanio Award ke Ahli Penerbangan & Antariksa Profesor Harijono Djojodihardjo
26 November 2023
BRIN memberikan penghargaan tertinggi kepada periset Indonesia yang berprestasi, dan kepada tokoh yang telah memberikan andil kemajuan iptek.
Baca SelengkapnyaJokowi Dorong Generasi Muda Kuasai Iptek Dibarengi Budi Pekerti
19 Agustus 2023
Jokowi mendorong pelajar Muhammadiyah untuk memiliki kemampuan iptek dan juga budi pekerti yang baik
Baca SelengkapnyaJokowi Ungkap 3 Acuan Penting Menuju Visi Indonesia Emas 2045
15 Juni 2023
Presiden Joko Widodo alias Jokowi membeberkan tiga hal penting yang menjadi acuan menuju visi Indonesia Emas 2045. Simak detailnya.
Baca SelengkapnyaMemahami Globalisasi serta Dampak Negatif dan Positifnya
10 Desember 2022
Dengan adanya globalisasi, segala aktivitas manusia semakin mudah. Namun lihat juga dampak negatif dan positifnya.
Baca SelengkapnyaDi Acara HUT PGRI, Jokowi Minta Guru Pastikan Anak Didik Kuasai Iptek dan Keterampilan Teknis
3 Desember 2022
Jokowi meminta para guru memastikan anak didiknya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
Baca SelengkapnyaSiti Fauziah Dorong Mahasiswa Kuasai Iptek dan Lestarikan Budaya
25 November 2022
MPR membuka pintu lebar-lebar kepada seluruh elemen bangsa termasuk para mahasiswa untuk berkunjung dan mendapatkan semua informasi.
Baca SelengkapnyaBRIN Anugerahkan Habibie Prize 2022 kepada Empat Ilmuwan
10 November 2022
Penghargaan Habibie Prize 2022 diberikan pada empat ilmuwan yang memberikan kontribusi di bidang iptek dan inovasi.
Baca SelengkapnyaPresiden Tegaskan Kedudukan Pancasila sebagai Paradigma Iptek
4 November 2022
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyelenggarakan Symposium on State Ideology and International Conference on Digital Humanities 2022 di Institut Teknologi Bandung.
Baca SelengkapnyaPemanfaatan Iptekin sebagai Penentu Arah Kebijakan Nasional
20 April 2022
Ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi (Iptekin) telah menjadi salah satu faktor utama bagi negara-negara maju dalam mempercepat program pembangunan nasional di berbagai sektor, terlebih pada sektor pembangunan ekonomi berbasis pengetahuan.
Baca SelengkapnyaPraktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
20 April 2022
Praktik Kebijakan Iptekin di Indonesia dan Malaysia
Baca Selengkapnya