Mamalia Ini Bertahan dari Dampak Letusan Toba
Editor
Mahardika Satria hadi
Senin, 29 Juli 2013 15:35 WIB
TEMPO.CO, Chicago - Dampak letusan supervolcano Toba pada 74 ribu tahun lalu ternyata tidak memusnahkan seluruh makhluk hidup di sekitarnya. Padahal letusan dahsyat itu menumpahkan sejumlah besar abu, yang menyebabkan bumi terkurung dalam gelap musim dingin vulkanik selama bertahun-tahun.
Sebuah penelitian genetik terbaru oleh tim ilmuwan Northwestern University di Chicago, Amerika Serikat, menunjukkan ada beberapa spesies mamalia, selain manusia, yang berhasil bertahan hidup dari hujan abu Toba.
Pemimpin penelitian, Geoffrey Hayes, dan timnya menganalisis DNA mitokondria pada 19 spesies mamalia dari setiap benua. Mereka lalu membandingkan keragaman genetik pada individu yang berbeda dari spesies yang sama, untuk mencari pola yang sama.
Kemiripan mengerucut pada tujuh spesies, namun hanya dua di antaranya yang relevan dengan letusan supervolcano Toba, yaitu rusa roe dari Siberia dan monyet hitam hidung pesek asal Cina.
Hayes mengatakan, musim dingin vulkanik seharusnya membunuh seluruh spesies di Indonesia, karena Toba menimbulkan dampak terburuk di wilayah ini. Namun hasil analisis genetik menunjukkan beberapa spesies di sekitar Toba tidak seluruhnya musnah.
"Toba mungkin menghancurkan populasi manusia, tapi ada sepotong bukti yang menentangnya," kata Hayes, seperti dikutip laman Newscientist, Senin, 29 Juli 2013.
Stanley Ambrose dari University of Illinois di Urbana-Champaign, yang merupakan salah satu ilmuwan pertama yang merumuskan teori Toba, mengatakan spesies lain mungkin memiliki kisah berbeda. Bukti fosil menunjukkan populasi kera dan harimau masih dapat terselamatkan.
Sedangkan orang utan punah di sebagian besar wilayah Asia Tenggara, tidak lama setelah letusan. Sementara itu, mamalia lain, seperti gorila dan simpanse, berpisah menjadi garis keturunan yang berbeda. "Populasi yang bertahan hidup berkembang lebih besar, lebih adaptif, dan terpengaruh secara berbeda oleh perubahan iklim akibat dari letusan," ujar dia.
Analisis terbaru meragukan teori bahwa manusia hampir musnah oleh dampak letusan Toba. Ini didasari temuan dari data genetik yang menunjukkan bahwa populasi manusia justru berkembang pesat setelah letusan gunung berapi raksasa itu.
Salah satu teori menyebutkan percepatan pertumbuhan manusia ketika itu disebabkan perpindahan nenek moyang keluar dari Afrika. "Ini merupakan studi yang menarik dan dapat diterima," kata Michael Petraglia dari University of Oxford, menanggapi temuan Hayes.
Ia mengkritisi bahwa penentuan tanggal peristiwa genetik dari penelitian ini sangat tidak tepat, namun temuan ini selaras dengan data arkeologi yang menunjukkan manusia purba di India mampu bertahan hidup menghadapi dampak letusan Toba.
Hayes, yang mempresentasikan hasil penelitiannya dalam konferensi Masyarakat Biologi Molekuler dan Evolusi di Chicago awal bulan ini, mengatakan akan meneliti lebih banyak spesies hewan. Ia juga akan mendalami dampak langit gelap pasca-letusan terhadap kloroplas tumbuhan.
NEWSCIENTIST | MAHARDIKA SATRIA HADI
Terpopuler
Zonkey, Hasil Kawin Antara Zebra dan Keledai
Software untuk Muluskan Aksi Bajak Mobil Ditemukan
Beragam Tombol Gaul ala Nokia Asha 210
Lenovo Siap Rilis Ponsel Snapdragon 800