Sampar Hitam Membuat Manusia Kuat  

Reporter

Jumat, 9 Mei 2014 20:57 WIB

Kerangka korban Sampar Hitam. Bbc.co.uk

TEMPO.CO, London - Tubuh manusia berkembang lebih kuat setelah selamat dari ancaman penyakit mematikan. Penelitian menunjukkan keturunan orang-orang Eropa yang selamat dari wabah sampar hitam pada abad ke-14 lebih sehat dan bisa hidup lebih lama. Analisis terhadap tulang belulang di pekuburan London menunjukkan risiko terkena penyakit lebih kecil.

Sampar hitam, wabah yang disebabkan bakteri Yersinia pestis, menyerang Eropa pada 1347-1351. Dalam rentang hanya empat tahun, jumlah orang yang meninggal 75 juta hingga 200 juta jiwa--nyaris separuh dari populasi Eropa saat itu--akibat wabah itu. Korban meninggal hanya dalam hitungan hari setelah terjangkit. Penderita mengalami demam, kelenjar getah bening membengkak, ruam, dan muntah darah. Nama wabah itu diambil dari munculnya bercak hitam di kulit bagian tubuh yang mati.

Sharon DeWitte, pakar antropologi biologi dari South Carolina University, mengatakan sistem kekebalan orang Eropa lebih kuat setelah wabah itu terjadi. Selama bertahun-tahun sebelum sampar hitam terjadi, hanya 10 persen orang Eropa yang hidup melewati usia 70 tahun. Beratus tahun setelah wabah itu lewat, lebih dari 20 persen populasi Eropa hidup melebihi usia 70 tahun.

"Ini jelas berhubungan dengan adaptasi tubuh," kata DeWitte, seperti ditulis Livescience, Jumat, 9 Mei 2014.

Para peneliti sebelumnya percaya sampar hitam membunuh siapa pun. Namun hasil riset DeWitte menunjukkan wabah itu punya kemiripan dengan gejala penyakit lain: membunuh orang tua dan mereka yang kondisi kesehatannya buruk. Efek wabah itu meninggalkan jejak pada gen imunitas para keturunan korban atau penyintas sampar hitam. Keturunan mereka yang selamat dari wabah itu bisa hidup lebih lama.

Untuk mengetahui perbedaan imunitas manusia akibat sampar hitam, DeWitte memeriksa tulang-belulang manusia di Pusat Bioarkeologi Manusia, Museum London. Sebanyak 464 kerangka berasal dari tiga pemakaman abad ke-11 dan ke-12 sebelum wabah terjadi. Sedangnkan 133 kerangka berasal dari pemakaman pada abad ke-14 dan ke-16. Kerangka itu berasal dari orang-orang dengan beragam usia dan latar belakang sosial-ekonomi.

Laporan DeWitte yang dimuat dalam jurnal Plos One, 7 Mei 2014, menunjukkan umur panjang merupakan efek dari wabah yang merenggut banyak orang tua dan orang rapuh. Dengan nyaris separuh populasi Eropa meninggal akibat wabah, para penyintas punya sumber daya dan makanan lebih banyak untuk bertahan hidup.

"Dokumentasi sejarah menunjukkan adanya perbaikan gizi, terutama pada kaum miskin," kata DeWitte. "Mereka makan lebih banyak daging, ikan, dan roti yang berkualitas."

Sampar hitam merupakan wabah besar pada abad ke-14, tidak seperti HIV atau ebola saat ini. Mencari tahu respons populasi terhadap penyakit bisa menambah pengetahuan tentang interaksi wabah dan manusia.

Bakteri Yersinia pestis saat ini telah bermutasi dan masih menyebabkan penyakit infeksi mematikan. Namun level pandeminya tidak setinggi seperti yang terjadi pada abad pertengahan. "Wabah seperti sampar hitam mempengaruhi kondisi demografi dan biologi manusia," kata DeWitte.


BBC | LIVESCIENCE | GABRIEL WAHYU TITIYOGA






Berita Terpopuler:
Hamas Eksekusi Mati Dua Kolaborator Israel
Boko Haram Membunuh 300 Warga Nigeria
Putin Setuju Referendum di Ukraina Ditunda

Berita terkait

Segudang Manfaat Buah Bidara Upas, Penyembuh Radang Usus Buntu hingga Diabetes

4 Juli 2023

Segudang Manfaat Buah Bidara Upas, Penyembuh Radang Usus Buntu hingga Diabetes

buah bidara dipercaya berkhasiat menyembuhkan berbagai penyakit

Baca Selengkapnya

Punya Hewan Peliharaan, Awas Tertular Penyakit Berikut

8 Februari 2021

Punya Hewan Peliharaan, Awas Tertular Penyakit Berikut

Punya hewan peliharaan memang menghibur. Tapi awas, mereka juga bisa menularkan penyakit kepada pemiliknya.

Baca Selengkapnya

Banjir Lagi, Waspadai Penyakit Akibat Virus dan Jamur Berikut

8 Februari 2021

Banjir Lagi, Waspadai Penyakit Akibat Virus dan Jamur Berikut

Banjir selalu menyisakan berbagai masalah, bukan hanya kotoran dan lumpur tapi juga beragam penyakit akibat virus dan jamur.

Baca Selengkapnya

Mengenal Vertigo, Penyakit Penyebab Wafatnya Rektor Paramadina

7 Februari 2021

Mengenal Vertigo, Penyakit Penyebab Wafatnya Rektor Paramadina

Rektor Paramadina, Firmanzah, wafat karena vertigo. Penyakit ini banyak dialami orang tapi kurang dipahami bahayanya.

Baca Selengkapnya

Cegah Stroke dengan Selalu Gembira dan Aktif

7 Februari 2021

Cegah Stroke dengan Selalu Gembira dan Aktif

Dokter mengatakan membangkitkan rasa gembira dan bahagia merupakan cara efektif serta mudah yang dapat dilakukan untuk mencegah stroke.

Baca Selengkapnya

Hindari Faktor Pemicu Kanker, Dokter Beri Saran

6 Februari 2021

Hindari Faktor Pemicu Kanker, Dokter Beri Saran

Dokter menjelaskan penyebab penyakit kanker dan faktor pemicu yang sebenarnya bisa dihindari, termasuk memilih gaya hidup sehat.

Baca Selengkapnya

Pentingnya Peran Bidan sebagai Garda Terdepan Deteksi Kanker Payudara

2 Februari 2021

Pentingnya Peran Bidan sebagai Garda Terdepan Deteksi Kanker Payudara

Bidan sebagai tenaga kesehatan yang berada di tengah masyarakat dan lini terdepan pelayanan kesehatan pun harus paham deteksi dini kanker payudara.

Baca Selengkapnya

Sering Terlambat Terdeteksi, Ini Pesan Pakar tentang Kanker Payudara

2 Februari 2021

Sering Terlambat Terdeteksi, Ini Pesan Pakar tentang Kanker Payudara

Pakar mengingatkan perlunya mengenali gejala kanker payudara lebih dini untuk menurunkan risiko keparahan penyakit dan mempercepat penyembuhan.

Baca Selengkapnya

5 Penyakit dengan Kasus Kematian Tertinggi yang Perlu Diwaspadai

25 Januari 2021

5 Penyakit dengan Kasus Kematian Tertinggi yang Perlu Diwaspadai

Indonesia mengalami kenaikan jumlah prevalensi penyakit tidak menular dan menjadi penyebab kematian tertinggi. Penyakit apa saja itu?

Baca Selengkapnya

Radang Usus Kronis dan GERD Tak Sama, Pakar Jelaskan Bedanya

24 Januari 2021

Radang Usus Kronis dan GERD Tak Sama, Pakar Jelaskan Bedanya

Jangan samakan GERD dengan radang usus kronis atau IBD meski sama-sama menyerang lambung. Simak penjelasan pakar berikut.

Baca Selengkapnya