Perubahan Iklim Pengaruhi Sebaran Penyakit Menular  

Reporter

Jumat, 7 November 2014 17:34 WIB

Dokter Florian Steiner, teliti gejala Ebola lewat mikroskop di pusat karantina penderita penyakit menular di RS Charite, Berlin, Jerman, 11 Agustus 2014. Gejala Ebola seperti demam, muntah dan diare. Pengawasan diperlukan untuk cegah penyebarannya dengan standar kebersihan yang tinggi. REUTERS/Thomas Peter

TEMPO.CO, Le Sextant - Perubahan iklim diduga dapat mempengaruhi kesehatan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Selain ancaman badai, banjir, kekeringan, dan gelombang panas, risiko kesehatan lainnya sedang diteliti oleh para ilmuwan.

Dugaan awal para ilmuwan, penyakit baru akibat virus, bakteri, dan parasit menyebar karena pengaruh perubahan iklim. Di antaranya, leishmaniasis dan demam West Nil. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit-penyakit itu menyebabkan sepertiga kematian di seluruh dunia dan negara-negara berkembang.

Studi yang dilakukan Institute de Recherche pour le Developpment (IRD) mengungkap beberapa kemungkinan di balik penyebaran patogen dan penyaluran penyakit. "Salah satunya perubahan iklim dan kelembapan ekstrem," tulis para peneliti seperti dikutip dari laman web institut, Jumat, 7 November 2014.

Perubahan iklim, tulis peneliti, mengubah dinamika transisi agen penyebar penyakit. Selain itu juga mempengaruhi rentang, perilaku, siklus biologis, sejarah hidup patogen dan vektor spesies penyakit. Tim peneliti, yang menerbitkan temuan ini dalam jurnal Nature, beranggapan kondisi ini akan berlangsung lama. (Baca: Fakta-fakta Seputar Penyakit Ebola)

Hanya, para peneliti menambahkan, dampak tersebut belum dapat dijelaskan lebih rinci. "Dibutuhkan data tentang perubahan spesial jangka panjang," tulis mereka. Itu sebabnya, para peneliti masih kesulitan mencari hubungan langsung antara perubahan iklim dan evolusi patogen penyakit.

Dalam studi, tim peneliti IRD juga melihat hubungan antara perubahan iklim dan mewabahnya buruli ulcer, penyakit menular yang muncul di Amerika Latin 40 tahun lalu. Hasil penelitian saat itu menemukan hubungan antara penyakit tersebut dengan frekuensi meningkatnya badai el nino di Amerika Tengah dan Selatan. (Baca: PBB: Bencana Global, Perubahan Iklim Semakin Parah)

Saat ini, peneliti melihat menurunnya curah hujan menyebabkan Mycobacterium ulcerans, bakteri penyebab buruli ulcer, berkembang biak dengan subur. Bakteri yang menyebabkan kulit luka-luka ini hidup di lingkungan berair, seperti sungai dan rawa. Mengingat kondisi curah hujan dalam beberapa waktu terakhir, para peneliti berpendapat wabah baru epidemi buruli akan berkembang luas.

AMRI MAHBUB

Berita Lainnya:
3 Jagoan Intel Ini Calon Kuat Kepala BIN
Raden Nuh Sempat Melawan Saat Ditangkap
Cara Menteri Susi Berantas Pencurian Ikan

Berita terkait

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

7 jam lalu

Kemenkes: Waspada Email Phishing Mengatasnamakan SATUSEHAT

Tautan phishing itu berisi permintaan verifikasi data kesehatan pada SATUSEHAT.

Baca Selengkapnya

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

1 hari lalu

Cuaca Panas Ekstrem Melanda Asia, Myanmar Tembus 48,2 Derajat Celcius

Asia alamai dampak krisis perubahan iklim. Beberapa negara dilanda cuaca panas ekstrem. Ada yang mencapai 48,2 derajat celcius.

Baca Selengkapnya

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

2 hari lalu

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

Negara-negara Asia Tenggara tengah berjuang melawan gelombang panas yang mematikan tahun ini.

Baca Selengkapnya

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

2 hari lalu

Netizen Serbu Akun Instagram Bea Cukai: Tukang Palak Berseragam

Direktorat Jenderal Bea dan Cuka (Bea Cukai) mendapat kritik dari masyarakat perihal sejumlah kasus viral.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

5 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Ratusan Paus Pilot Terdampar di Australia Barat, Apa Keunikan Paus Ini?

5 hari lalu

Ratusan Paus Pilot Terdampar di Australia Barat, Apa Keunikan Paus Ini?

Sekitar 140 paus pilot yang terdampar di perairan dangkal negara bagian Australia Barat. Apakah jenis paus pilot itu?

Baca Selengkapnya

Separuh Jawa Barat Kemarau Mulai Juni, Durasi Cuaca Kering di Indramayu Paling Panjang

7 hari lalu

Separuh Jawa Barat Kemarau Mulai Juni, Durasi Cuaca Kering di Indramayu Paling Panjang

Sebagian besar Jawa Barat baru akan memasuki kemarau pada pertengahan 2024. Durasi di beberapa wilayah lebih panjang.

Baca Selengkapnya

Harga Gabah Anjlok, Kemendag: Gara-gara Panen Raya

8 hari lalu

Harga Gabah Anjlok, Kemendag: Gara-gara Panen Raya

Harga gabah anjlok menjadi Rp 4.500 per kilogram. Kemendag sebut gara-gara panen raya.

Baca Selengkapnya

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

8 hari lalu

Bantu Warga Terdampak Gunung Ruang, Kementerian Kesehatan Salurkan 13 Ribu Masker

Kementerian Kesehatan membantu warga terdampak Gunung Ruang di Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara dengan penyediaan masker.

Baca Selengkapnya

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

9 hari lalu

Alasan Pusat Krisis Kemenkes Mengirim Tim ke Lokasi Banjir Musi Rawas Utara

Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes mengirimkan tim khusus ke area banjir Musi Rawas Utara. Salah satu tugasnya untuk antisipasi penyakit pasca banjir.

Baca Selengkapnya