Taman Nasional Bengkulu Memiskinkan Warga Lebong?  

Reporter

Kamis, 18 Desember 2014 05:36 WIB

TEMPO/Zulkarnain

TEMPO.CO, Jakarta - Bupati Lebong, Provinsi Bengkulu, Rosjonsyah mengeluhkan wilayahnya yang dikepung Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS). Menurut dia, taman nasional itu menjadi salah satu penyebab kemiskinan warganya. (Baca:Deforestasi Menyumbang Emisi Gas Karbon Terbesar).

"Kami diminta menjaga hutan, sementara rakyat miskin tidak dapat memanfaatkan sumber daya yang ada, ” kata Rosjonsyah, dalam acara konsolidasi implementasi REDD+ di Bengkulu, Rabu, 17 Desember 2014. Ia menuturkan, hanya 30 persen luas Kabupaten Lebong yang dapat dikelola masyarakat.

Rosjonsyah menganggap hal ini tidak adil. Seharusnya, kata Rosjonsyah, dunia internasional memberikan mereka kontribusi dari kompensasi menjaga hutan. (Baca:Konferensi Perubahan Iklim Sorot Korupsi Indonesia)

Dalam presentasinya, Rosjonsyah menjelaskan, Kabupaten Lebong memiliki luas 221 ribu hektare dengan 174 ribu jiwa penduduk. Dari luasan itu, terdapat 20,777 ribu hektare kawasan hutan lindung, 111 ribu hektare wilayah TNKS, 2.800 hektare suaka alam dan area peruntukkan lain 58 ribu hektare.

"Kehidupan masyarakat kami tergantung dengan hutan, saya tak dapat mencegah mereka sendirian,” ucapnya. Ia menyatakan kesanggupannya dalam melarang warga masuk ke hutan, jika skema penjualan karbon dijalankan dan pemerintahnya mendapatkan kompensasi. (Baca:Pengurangan Emisi di Indonesia Jadi Kiblat Dunia)

Rosjonsyah mengatakan ketidaksanggupan pemerintah daerah untuk membiayai penyelamatan TNKS, jika tidak ada bantuan dari pihak lain. Ia juga mengkritik keberadaan tapal batas TNKS yang mendesak ke permukiman hingga dapur warga.

Direktur Yayasan Akar Erwin Basyrin menyebutkan, konflik masyarakat dengan hutan kerap terjadi di Bengkulu. Berdasarkan catatan Akar, Provinsi Bengkulu memiliki 1.507 desa, sebanyak 620 desa masuk dalam kawasan hutan, termasuk taman nasional. (Baca:Sukses Emisi Karbon Pati Dibawa ke Konferensi Peru)

"Kita harus fair, hutan harus lestari dan masyarakat makmur, masyarakat sejahtera namun hutan rusak itu juga tak baik, bencana akan mengancam," ujarnya.

Ada pula, Asisten Ahli Kepala Badan Pengelola Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD+) Didy Wurdjianto mengatakan untuk mendapatkan kompensasi, Bengkulu harus menyiapkan kesepakatan kontrak dan kelengkapan lainnya untuk ikut dalam skema perdagangan karbon.

"Perangkatnya yang harus disiapkan, seperti membentuk semacam Satuan Tugas yang berkoordinasi dengan BPREDD+,” ujarnya. Setelah satgas terbentuk, kata Didy, barulah dilakukan kerja pengurangan emisi karbon. “Nanti akan dievaluasi dan dihitung berapa penurunan karbonnya, jadi tidak serta merta mendapatkan kompensasi.”

Didy mengapresiasi Bengkulu yang berinisiatif sendiri menurunkan laju emisi karbon sebesar 15,7 persen.



PHESI ESTER JULIKAWATI

Berita Terpopuler
Wajah Ical Lenyap dari Markas Golkar
Strategi Jokowi Atasi Pelemahan Rupiah
Beda Cara Jokowi dan SBY Meredam Rupiah Jeblok

Berita terkait

Taman Nasional Karimunjawa Rusak karena Limbah Tambak Udang, KLHK Tetapkan Empat Tersangka

39 hari lalu

Taman Nasional Karimunjawa Rusak karena Limbah Tambak Udang, KLHK Tetapkan Empat Tersangka

KLHK menetapkan empat orang tersangka perusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa pada Rabu, 20 Maret 2024.

Baca Selengkapnya

Skema Bank Sampah untuk Pembersihan Limbah Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024

14 Februari 2024

Skema Bank Sampah untuk Pembersihan Limbah Alat Peraga Kampanye Pemilu 2024

Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat mengoptimalkan bank sampah untuk pembersihan alat kampanye Pemilu 2024. Berfokus ke pemlilahan sampah.

Baca Selengkapnya

Amerika Terinspirasi Pengendalian Kebakaran Hutan Desa Tuwung

24 Januari 2024

Amerika Terinspirasi Pengendalian Kebakaran Hutan Desa Tuwung

Layanan Kehutanan Amerika berencana mengadopsi skema hutan sosial dari Kalimantan Tengah untuk pengendalian kebakaran hutan.

Baca Selengkapnya

Rimbawan Muda: Debat Cawapres Gagal Elaborasi Partisipasi Masyarakat Adat

23 Januari 2024

Rimbawan Muda: Debat Cawapres Gagal Elaborasi Partisipasi Masyarakat Adat

Debat cawapres 2024 kedua dinilai Rimbawan Muda Indonesia (RMI) gagal memahami aspek tata kelola kehutanan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Guru Besar IPB, Bambang Hero, Digugat Perusahaan Pembakar Hutan, KontraS Desak Pengadilan Tolak

17 Januari 2024

Guru Besar IPB, Bambang Hero, Digugat Perusahaan Pembakar Hutan, KontraS Desak Pengadilan Tolak

KontraS meminta PN Cibinong menolak gugatan perusahaan pembakar hutan PT JJP terhadap Guru Besar IPB, Bambang Hero Saharjo.

Baca Selengkapnya

Menteri Siti Nurbaya Banggakan Keberhasilan Pengendalian Perubahan Iklim

14 Januari 2024

Menteri Siti Nurbaya Banggakan Keberhasilan Pengendalian Perubahan Iklim

KLHK menyatakan Indonesia terus menunjukkan komitmen dalam upaya pengendalian perubahan iklim global dengan tetap menjaga kepentingan bangsa.

Baca Selengkapnya

KLHK Sebut ACCC Bentuk Komitmen Asia Tenggara Atasi Perubahan Iklim

13 Desember 2023

KLHK Sebut ACCC Bentuk Komitmen Asia Tenggara Atasi Perubahan Iklim

KLHK memandang ACCC sebagai bentuk komitmen tegas Asia Tenggara untuk mengambil tindakan dalam mengatasi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Lahirkan Bayi Jantan di Way Kambas Lampung, Ini Profil Badak Delilah

26 November 2023

Lahirkan Bayi Jantan di Way Kambas Lampung, Ini Profil Badak Delilah

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya kembali merilis kabar kelahiran badak jantan di Suaka Rhino Sumatera Taman Nasional Way Kambas.

Baca Selengkapnya

Pemerintah Bakal Bangun Pabrik Gula di Papua, Amran: 1 Juta Hektare Lahan Sudah Siap

10 November 2023

Pemerintah Bakal Bangun Pabrik Gula di Papua, Amran: 1 Juta Hektare Lahan Sudah Siap

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan dua alasan pembangunan pabrik gula di Papua.

Baca Selengkapnya

Jokowi Ingatkan Perusahaan Tambang untuk Perbaiki Lahan Bekas Penambangan

18 September 2023

Jokowi Ingatkan Perusahaan Tambang untuk Perbaiki Lahan Bekas Penambangan

Jokowi akan mengecek langsung satu per satu jika ada yang tidak memperbaiki lahan bekas pertambangannya.

Baca Selengkapnya