TEMPO.CO , Makassar:Matematika selama ini termasuk ilmu pengetahuan yang dianggap berat, sehingga kadang orang menganggapnya tidak menarik. Para guru dan pengajar perlu mencari cara yang tepat agar membuat matematika bisa disenangi dan tidak membosankan. Pendekatan Budaya bisa menjadi alternatif.
Stephanus Suwarsono, Guru Besar Matematika Universitas Sanata Dharma yang menjadi pembicara dalam Konferensi Internasional Matematika yang digelar oleh Jurusan Matematika FMIPA Universitas Hasanuddin, Sabtu 3 November 2015, di gedung Ipteks Universitas Hasanuddin, menjelaskan tentang perlunya menghubungkan kebudayaan dalam pelajaran Matematika agar bisa memberikan pemahaman dan membuat pelajaran ini menjadi menarik.
Dia mencontohkan bagaimana seorang pengajar mengenalkan cara berhitung jaman dulu. "Dengan menjelaskan kesejarahan topik pelajaran yang sedang diajarkan, siswa menjadi paham dan memahami bahwa matematika diperbincangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia," kata Suwarsono, Sabtu 3 November 2015.
Di kalangan masyarakat Indonesia terdapat berbagai pengetahuan matematis yang merupakan salah satu kekayaan kebudayaan. Tiap daerah atau suku, kata Suwarsono, memiliki cara menghitung dan menyebut bilangan yang khas. Guru perlu kembali menggali hal-hal matematis yang ada di lingkungan dan kebudayaan masing-masing agar siswa menjadi tahu bahwa matematika itu berada di keseharian.
"Contohnya di Papua Nugini, ada banyak suku dan punya sistem bilangan tersendiri dan tidak sama dengan sistem bialngan yang pada umumnya kita pelajari. Nah, ini perlu juga dimasukkan dalam pelajaran oleh gurunya dan nantinya diuraikan sejarahnya ke bilangan universal yang telah dipakai saat ini," katanya.
Khusus untuk anak kecil, dosen dengan kepakaran Pendidikan Matematika ini menyarankan agar membuat pelajaran matematika lebih seperti sebuah permainan. Perlu ada unsur kesenangan dan tantangan, tetapi tantangannya jangan dibuat terlalu berat.
"Harus disesuaikan dengan kemampuan anak. Jangan sampai terlalu berat dan malah ditinggalkan. Seringkali guru-guru memberikan tantangan kepada muridnya melebihi kemampuan."
Selain itu, kata dia, guru harus sabar dan bisa memaklumi jika siswa tidak bisa atau lambat dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Hal ini mengingat, lanjut Suwarsono, para ahli matematika juga dulu mengalami kendala dan kesulitan dalam mengembangkan ilmu ini.
"Sayangnya, guru juga terkadang tidak sabar dan sering marah-marah saat murid tidak bisa menyelesaikan tantangan yang diberikan. Ini harus dihindari karena belajar matematika membutuhkan ketekunan dan kesabaran," ujarnya.