Kisah Paus Purba, Padang Rumput, dan Sejarah Awal Manusia
Editor
Amri mahbub al fathon tnr
Rabu, 7 Oktober 2015 08:00 WIB
TEMPO.CO, Berlin - Sebuah fragmen fosil paus paruh berumur 17 juta tahun membantu peneliti mengetahui seperti apa tanah kelahiran manusia di Afrika Timur. Paus paruh (Ziphiidae) hidup di masa dataran tinggi Afrika Timur masih belum setinggi sekarang dan ditutupi hutan lebat.
Para ilmuwan telah lama mencoba mengungkap kapan kenaikan permukaan ini terjadi, karena saat itu berlangsung, kelembapan dari Samudra Hindia tak lagi bisa mencapai vegetasi dan pepohonan sehingga daerah tersebut berubah menjadi savana.
Nenek moyang manusia yang telah punah ada kemungkinan hidup di pepohonan di Afrika Timur, tapi setelah daerah itu berubah menjadi padang rumput, para ilmuwan menduga mereka mulai berjalan di atas kedua kaki. "Ini adalah penelitian tentang kapan bipedalisme dimulai," kata Henry Wichura, peneliti ilmu bumi University of Potsdam di Jerman, yang terlibat dalam penelitian ini.
Baca juga:
G30S 1965: Terungkap, Kedekatan Soeharto dan Letkol Untung
Minta Maaf ke Sukarno? Titiek:Kenapa Harus, Pak Harto Itu...
Arkeolog menemukan fosil paus itu pada 1964, tapi baru dipublikasikan pada 1975. Fosil itu juga sempat "hilang" hingga ditemukan kembali di gudang penyimpanan pada 2011.
Awalnya, fosil ini sempat membingungkan para peneliti. Sebab, paus berparuh merupakan perenang di laut dalam, tapi fosilnya ditemukan di ketinggian 640 meter di daratan Afrika Timur. "Kami menduga paus sepanjang 7 meter yang semula hidup di Samudra Hindia itu terdampar ke sungai dan mati," kata Wichura.
<!--more->
Untuk mengungkap proses pembentukan dataran tinggi di Afrika Timur, Wichura pun mencari contoh lain paus yang tersesat di sungai. Salah satunya paus yang terdampar di Sungai Thames pada 2006 dan paus pembunuh yang berenang ke Sungai Colombia di Pacific Nortwest, Amerika Serikat.
Tim yang dipimpin Wichura kemudian mengambil sampel tersebut dan membuat modelnya. Model tersebut lalu diterapkan ke sungai prasejarah tempat paus paruh ditemukan.
Dari analisis tersebut, mereka mengasumsikan bahwa sungai purba itu naik 4 sentimeter per kilometer dari pantai, ketinggian dataran tinggi Afrika Timur tempat paus itu mati sekitar 24-37 meter. Pada saat ini ketinggian daerah tersebut 620 meter. Artinya, dataran tinggi Afrika Timur terangkat sekitar 590 meter selama 17 tahun terakhir.
Wichura mengatakan, pengangkatan tersebut terjadi karena naiknya bulu mantel-material panas yang naik melalui mantel bumi. Lapisan ini naik dengan mendorong kerak bumi. "Jika fosil paus tak ditemukan, sulit untuk menemukan umur pengangkatan," ujarnya.
Menurut Frank Brown, dosen geologi di University of Utah, studi ini mengingatkan para geolog dan paleontologi untuk mempelajari usia fosil dan lokasi penemuannya. "Bahkan, spesimen organisme tunggal menyimpan banyak informasi tentang bumi," kata dia.
LIVE SCIENCE | AMRI MAHBUB
Baca juga:
G30S 1965: Terungkap, Kedekatan Soeharto dan Letkol Untung
Minta Maaf ke Sukarno? Titiek:Kenapa Harus, Pak Harto Itu...