TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach tidak yakin
eSport bisa menjadi salah satu cabang olahraga yang dipertandingkan dalam olimpiade. Menurutnya, beberapa game harus dipertimbangkan.
"Kita tidak bisa memiliki program olimpiade yang mempromosikan kekerasan atau diskriminasi," ujar Bach, seperti dilansir laman Associated Press, Sabtu, 1 September 2018. "Game yang disebut killer, dari sudut pandang kami, bertentangan dengan nilai-nilai olimpiade dan karena itu tidak dapat diterima."
eSport telah dipertandingkan dalam pesta olahraga Asian Games 2018 untuk pertama kalinya, dan kemungkinan akan memperebutkan medali pada Asian Games 2022 di Hangzhou, Cina.
Sementara untuk Olimpiade, IOC akan mempertimbangkan banyaknya pertanyaan terkait eSport setelah pertemuan forum eSport yang akan digelar pada Juli 2019, di markas besar IOC, Lausanne, Swiss.
"Tentu saja setiap olahraga tempur memiliki asal-usul dalam pertarungan nyata," kata dia. “Tapi olahraga adalah ekspresi yang beradab. Jika Anda memiliki e-games di mana itu tentang membunuh seseorang, ini tidak dapat diselaraskan dengan nilai-nilai Olimpiade kami."
Bach menyatakan simpati terhadap para korban penembakan di sebuah turnamen video game di sebuah pusat perbelanjaan di Florida. Menurut President of the Asian eSport Federation (AESF) Kenneth Fok, eSport lebih besar dari kontrol senjata.
"Saya pikir ini adalah masalah yang lebih besar dari kontrol senjata dan akses ke senjata," kata Fok. "Asian Games 2018 merupakan langkah awal yang baik untuk eSport. Saya tidak tahu bagaimana nantinya, tapi ini memudahkan kami untuk bisa memasukkan eSport dalam olimpiade."
Simak artikel menarik lainnya tentang
eSport di Olimpiade hanya di kanal Tekno Tempo.co