Anak Muda Yogya Protes Upaya Perusakan Karst di Gunung Kidul
Reporter
Shinta Maharani (Kontributor)
Editor
Amri Mahbub
Senin, 10 Desember 2018 13:06 WIB
TEMPO.CO, Gunung Kidul - Sebanyak 80 mahasiswa dan aktivis lingkungan memprotes upaya kerusakan pesisir dan karst di Yogyakarta akibat masifnya pembangunan resor di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewat Yogyakarta. Mahasiswa dan pegiat lingkungan berkemah di Pantai Watukodok, Gunung Kidul, yang kini dikuasai pengusaha untuk kawasan resor.
Baca juga: Kabupaten Trenggalek Bertekad Menjaga Ekosistem Karst
Pengusaha PT Suara Samudera Selatan hendak membangun resor di kawasan seluas 7 hektare itu. Kedatangan perusahaan itu menimbulkan persoalan dengan penduduk setempat. Pengusaha menyatakan telah memiliki surat rekomendasi tata ruang dari Pemerintah Kabupaten Gunung Kidul dan surat kekancingan dari Penghageng Tepas Panitikismo atau Panitikismo.
Dalam struktur Keraton Yogyakarta, Panitikismo berwenang mengurus Sultan Ground atau tanah milik Keraton Yogyakarta. Tapi, warga yang tinggal di Watukodok, Desa Kemadang, Gunung Kidul menolak tanah mereka diambil.
Baca juga: Asap Rokok Penyebab Hilangnya Lukisan Prasejarah dalam Gua Karst
Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera, mengatakan kemah di Watukodok yang dikemas dalam kegiatan Youth Climate Camp itu bertujuan membangun pemahaman dan memperluas gerakan lingkungan khususnya anak muda. "Kami mendorong lahirnya kebijakan yang berpihak pada rakyat dan lingkungan hidup," kata Halik, Ahad, 9 Desember 2018.
Kegiatan yang digelar pada 7-9 Desember itu juga diisi dengan menanam pohon cemara udang di pesisir Watukodok. Mahasiswa juga membentangkan spanduk sepanjang 12 meter dengan tema keadilan iklim dan jaga karst untuk kehidupan.
Menurut Halik, saat ini maraknya proyek pembangunan wisata skala besar di Gunung Kidul mulai merambah kawasan Karst Gunung Sewu yang merupakan kawasan lindung geologi.
Karst selain berfungsi sebagai tempat penyimpanan air juga sebagai penyerap karbondioksida karena adanya proses pelarutan batu gamping atau disebut karstifikasi. Kerusakan bentang alam karst akibat ekspansi pembangunan berdampak pada berkurangnya fungsi karst sebagai penyerap karbon.
Baca juga: Museum Apung di Tebing Karst Menarik Perhatian Publik
<!--more-->
Berjarak sebelas kilometer ke arah barat dari Tepus pada South Mountain Paradise, pengusaha Enny Supiani menguasai kawasan Pantai Watukodok sejak 2011. Bos PT Suara Samudera Selatan ini hendak membangun resor di kawasan seluas tujuh hektare.
Dalam liputan Investigasi Tempo berjudul "Ramai-Ramai Merusak Karst Lindung", Penghageng Tepas Panitikismo, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto--adik kandung Sultan Hamengkubuwono X--mengakui beberapa kali didatangi Enny Supiani untuk mengurus kekancingan di Watukodok. Menurut Hadiwinoto, Enny sudah mendapatkan kekancingan dengan nilai sewa Rp 160 juta untuk sepuluh tahun. "Dia mau bangun resor. Coba kalau di Bali harganya berapa puluh juta per tahun," kata Hadiwinoto.
Kawasan pesisir, kata Halik, terancam seiring dengan meningkatnya pemanasan global. Itu terlihat dari naiknya permukaan air laut yang mengancam sumber penghidupan masyarakat kawasan pesisir.
Baca juga: Wisata Gunung Kidul Dinilai Bisa Menyaingi Bali dan Lombok
Pada Oktober 2018, panel ahli perubahan iklim atau IPCC mengeluarkan laporan khusus yang menunjukkan bahwa menjaga peningkatan suhu maksimal 1,5 derajat Celsius tidak bisa menunggu lama lagi. Hanya ada waktu 12 tahun untuk menjaga batas kenaikan suhu 1,5 derajat Celsius dan menghindari kerusakan ekosistem.
Pemanasan global akibat aktivitas manusia telah mencapai sekitar 1 detajat Celsius pada 2017 dibandingkan masa pra-industri. Angka tersebut terus meningkat sekitar 0,2 derajat Celsius setiap 10 tahun. Jika emisi global terus meningkat dengan kecepatan seperti sekarang, pemanasan global akan melewati batas 1,5 derajat Celsius pada 2030 hingga 2052.
Naiknya suhu hingga 1,5 derajat Celsius akan berdampak bagi kelangsungan hidup manusia dan spesies lain di bumi. "Dampaknya akan semakin buruk untuk pulau-pulau kecil, negara-negata tropis dan subtropis di belahan bumi selatan, termasuk Indonesia," kata Halik.
Baca juga: Musim Gurita di Pantai Selatan Gunungkidul
Simak kabar terbaru seputar kawasan lindung karst Gunungkidul hanya di kanal Tekno Tempo.co.