Kaleidoskop 2018: 10 Ilmuwan Indonesia dengan Terobosan Terbaru
Reporter
Moh Khory Alfarizi
Editor
Amri Mahbub
Sabtu, 29 Desember 2018 08:00 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Kaleidoskop 2018 bidang sains dan teknologi mengangkat seputar prestasi ilmuwan dan pakar teknologi Indonesia. Tanpa ilmuwan dan ahli teknologi tampaknya kehidupan tak akan bisa menjadi lebih mudah seperti sekarang ini. Banyak ilmuwan yang melahirkan inovasi dan terobosan terbaru sepanjang 2018 di berbagai bidang mereka.
Baca juga: Kaleidoskop 2018: 6 Artis yang Terjerat Narkoba Sepanjang 2018
Tokoh tersebut memiliki berbagai latar belakang yang bebeda mulai dari ilmuwan, CEO startup dan mahasiswa riset. Mereka melakukan dan menemukan berbagai hal baru yang dapat mendukung kehidupan sehari-hari dan penelitian baru.
Berikut 10 ilmuwan dan pakar teknologi Indonesia yang bersinar sepanjang 2018 versi Tempo yang terangkum dalam Kaleidoskop 2018:
Baca juga: Cerita Ilmuwan Indonesia Ikut Merancang Robot Gundam Raksasa
1. Pitoyo Hartono (perancang robot Gundam)
Salah satu ilmuwan Indonesia ikut terlibat dalam pembuatan robot Gundam raksasa di Jepang. Dia adalah Pitoyo Hartono, profesor bidang jaringan saraf buatan di Department of Mechanics and Information, Chukyo University, Jepang. Pitoyo bercerita, technical leader dari proyek ini, Shuji Hashimoto--profesor fisika teknik di Waseda Univesity--merupakan mentornya. Konsentrasi penelitian Hashimoto adalah human information processing.
"Riset di lab beliau terdiri dari 4 grup, yakni robotik, image processing, sound and musical processing, dan neural network and artificial intelligence," ujar Pitoyo kepada Tempo melalui pesan singkat, pada November 2018. "Dialah yang mengajak saya untuk ikut dalam proyek ini."
Shuji Hashimoto merupakan pimpinan Gundam Global Challenge, yang menginisiasi untuk membuat Robot Gundam berukuran 18 meter dan bisa bergerak. Selain Hashimoto sebagai pimpinan dan Pitoyo Hartono, ada anime director Yoshiyuki Tomino, produser film Katsuyuki Motohiro dan Creative Technical Director Seiichi Saito.
"Saya salah satu murid pertama Hashimoto. Saya mulai belajar di lab beliau sejak semester akhir S1 sampai menyelesaikan S3," tutur Pitoyo. "Setelah itu saya menjadi research associate di lab beliau selama sekitar 4 tahun, sebelum saya memulai lab saya sendiri di universitas lain."
Pembuatan Gundam berawal dari Gundam Global Challenge, sebuah pencarian bakat di seluruh dunia, untuk merancang robot Gundam skala penuh setinggi 18 meter dan memungkinkannya untuk bergerak. Ada banyak ilmu, teknik, dan unsur seni di dalam proyek ini.
Pitoyo sebenarnya fokus pada bidang neural network, minat terbesarnya adalah mengungkap bagaimana kecerdasan bisa muncul pada manusia dan alam. Untuk itu, Pitoyo berpendapat bahwa, untuk memunculkan "kecerdasan" perlu ada media fisik (misalnya badan) untuk berinteraksi secara fisik dengan lingkungan sekitar.
2. Eniya Listiani Dewi (peneliti fuel cell)
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memberikan Eniya Listiani Dewi penghargaan teknologi BJ Habibie Technology Award 2018. Perempuan peneliti berumur 44 tahun di BPPT itu telah mengembangkan teknologi energi fuel cell. "Saya telah mengembangkan teknologi fuel cell dengan metode electron transfer dengan menggunakan bahan baku lokal dan dipasang pada motor yang juga back up power untuk berbagai peralatan," ujar Eniya dalam sambutannya di Auditorium BPPT, di Jakarta pada Juli 2018.
BJ Habibie Technology Award 2018 merupakan gelaran ke-11 yang menjadi salah satu upaya BPPT untuk memberikan dorongan timbulnya hasrat inovasi dan penciptaan teknologi kepada para pelaku teknologi. BJ Habibie Technology Award digelar sejak 2008 dan sudah diberikan kepada 10 orang dari berbagai bidang yang tidak terbatas.
Eniya telah memenuhi beberapa kriteria penilaian untuk dapat menerima BJHTA yakni, invention for technology advancement, recognition of international journals, recognition of papers international symposiums, recognition of the leadership of scientific association dan recognition of the patent.
"Proses produksi gas hidrogen ini telah dikembangkan dari limbah biomassa dengan bahan baku limbah industri kelapa sawit," kata Eniya. "Gas biohidrogen dari limbah biomassa merupakan energi terbarukan, dapat digunakan untuk menaikkan efisiensi pembakaran dengan metode green hydrogen."
Baca juga: Ilmuwan Penerima BJ Habibie Award: Ramah Lingkungan itu Sehat
Selanjutnya: Ahmad Hudoyo...
<!--more-->
3. Achmad Hudoyo (peneliti biomedis)
Peneliti biomedik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Achmad Hudoyo, menciptakan sebuah inovasi deteksi dini kanker paru menggunakan balon karet. Ia mendapatkan inspirasi dari penelitian tentang kemampuan anjing dalam melacak keberadaan kanker paru di dalam tubuh seseorang.
Menurut Achmad, anjing pelacak yang sudah terlatih dapat membedakan napas pasien yang menderita kanker paru dan yang tidak dengan keakuratan mencapai 93 persen. "Ini mengindikasikan bahwa ada suatu zat tertentu yang hanya terdapat pada napas para penderita kanker paru," ujar dia, pada Januari 2018.
Achmad mengembangkan sebuah deteksi dini dengan cara "memerangkap" napas dan embusan pasien terduga kanker paru ke dalam sebuah balon karet. Balon ini kemudian didinginkan dalam lemari es atau direndam dalam air es agar napas dan embusan di dalam balon karet mengalami pendinginan.
Tahap berikutnya, napas dan embusan disemprotkan ke media kertas saring khusus untuk menyimpan DNA. Media inilah yang akan dikirim ke laboratorium biomolekular untuk pemeriksaan lebih lanjut terkait dengan vonis kanker paru. Metode ini, tutur Achmad, memiliki keunggulan karena menggunakan alat yang sederhana dan murah, yaitu balon karet, yang dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia. "Tingkat keakuratan metode ini juga di atas 70 persen," tuturnya.
4. Rick Bleszynski (CEO Splend)
Beberapa waktu lalu beredar luas di media internasional tentang Splend, platform jaringan blockchain dunia. Tidak banyak yang tahu kalau ada orang Indonesia di balik kesuksesan platform Splend. Dia adalah Rick Bleszynski selaku CEO.
"Saya bersyukur beberapa teknologi karya saya dapat memberi kontribusi bagi pengembangan beberapa perusahaan besar IT di Amerika seperti LSI Logic, Intel, Cisco dan lainnya, yang diproduksi secara massal untuk kebutuhan swasta hingga pemerintah Amerika, dan siapapun di dunia yang membutuhkan pengembangan dalam infrastruktur IT," ujar Rick beberapa waktu lalu.
Platform Splend dapat memberikan kemampuan untuk mengatasi masalah seperti skalabilitas, keamanan dan latensi. Jaringan blockchain memasuki kondisi yang sama seperti pada era Internet di tahun 90-an, di mana problem kelambatan, ketidakamanan, dan biaya tinggi menjadi isu penting.
Rick merupakan orang asli Indonesia yang tinggal di Silicon Valley, Amerika, sejak 1978. Dia berkarya di bidang pengembangan teknologi mikroprosesor dan infrastruktur internet selama hampir 30 tahun. Sebelumnya Rick adalah pendiri dan Chairman Bay Microsystems. Dia juga merupakan pendiri dan CTO Softcom Microsystems yang diakuisasi oleh Intel Corporation pada 1999.
Pria berkumis itu juga sempat berkarir sebagai mikroprosesor arsitek di beberapa perusahaan besar IT seperti LSI Logic Corporation dan Velonex Corporation. Karya-karya Rick merupakan terobosan baru di eranya dan memberi kontribusi dalam pencapaian penguasaan pasar yang signifikan, serta keuntungan besar secara finansial. Rick memiliki 8 paten yang terdaftar di Amerika terkait dengan prosesor dan jaringan pita lebar (broadband network). Paten tersebut di antaranya #7,742,405 dan #7,310,348 untuk Network Processor Architecture dan patent #6,311,212 untuk System and Methode for on-chip Storage of Virtual Connection Descriptors.
5. Kristina Sembiring (bidan digital)
Kristina Sembiring, seorang yang dikenal sebagai bidan digital, adalah Chief Executive Officer sekaligus pendiri startup digital bernama MOI, aplikasi yang mempertemukan antara pasien dengan bidan atau perawat. MOI kepanjangan dari Medis Online Indonesia, sebuah aplikasi Android untuk membantu warga Indonesia yang membutuhkan layanan kesehatan di rumah atau pendampingan di rumah sakit.
Tenaga kerja MOI adalah bidan dan perawat yang sudah terlisensi dan sudah masuk dalam pusat pelatihan, memiliki kemampuan dan kualitas yang baik. "Tahun 2001 hingga 2004 saya bekerja di rumah sakit TNI Jakarta. Kemudian terbuka di Jakarta pada 2004 hingga 2012," tambah Kristina, pada Agustus 2018. "Pada saat itu saya juga belajar dan menambah ilmu kebidanan dan keperawatan sampai memiliki pelatih nasional bersertifikat ."
Wanita kelahiran Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Sumatera Utara, itu menggeluti profesi sebagai bidan sejak tahun 2001. Bidan saat ini, kata dia, merupakan profesi yang ijinnya suka dipersulit. Menurut dia, pendidikan di Indonesia juga masih tajam dan rumit.
Sebelum mendirikan MOI, Kristina telah melatih banyak bidan dan perawat di berbagai provinsi di Indonesia. Selain itu, dia juga mendirikan klinik di Medan dan mendirikan Yayasan Emas atau Ernala Muara Asis Semesta, yang bergerak di bidang pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
6. Rolly Edward Priatama Ngantung (CEO Skyegrid)
Rolly Edward Priatama Ngantung merupakan CEO startup aplikasi cloud game Skyegrid. Aplikasi Skyegrid dapat memudahkan para gamer untuk bermain game. Dengan aplikasi ini, gamer dapat bermain game dengan menggunakan perangkat apapun dengan syarat bisa terhubung internet. Kecintaannya terhadap game dimulai sejak usia sekolah dasar.
Saat itu, Rolly suka bermain game Atari yang dimainkan di Nintendo. Untuk tumbuh menjadi pelaku industri gaming, ayah satu anak ini bermain PlayStation 1. Game favoritnya adalah Xenogears, Final Fantasy dan Metal Gear Solid. "Sampai akhirnya terlahirlah Skyegrid, yang bisa dibilang masih tahap early stage. Kami yakin sekaligus berharap solusi yang kami bawa ini benar-benar memecahkan masalah yang dialami oleh gamer dan developer," kata Rolly, pada Agustus 2018.
Baca juga: HUT RI ke 73, CEO Skyegrid: Dulu Angkat Senjata, Sekarang Inovasi
Selanjutnya: Hellen Kurniati...
<!--more-->
7. Hellen Kurniati (peneliti buaya)
Hellen Kurniati merupakan wanita satu-satunya yang bekerja untuk meneliti buaya. Dia adalah peneliti Herpetologist dari Pusat Penelitian Biologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Sejak menjadi mahasiswa, Hellen sudah biasa pergi-pergi jauh. Akhirnya keluarga pun tidak terlalu mempermasalahkan apa yang dia lakukan sekarang. Keluarga, kata dia, setuju dengan apa yang dia lakukan.
"Ibu saya tak pernah cemas tentang pekerjaan saya di LIPI dengan meneliti buaya," kata wanita 56 tahun itu, April 2018. "Kalau keluarga tidak ada yang melarang, karena saya belum berkeluarga, jadi santai saja." Anak kedua dari tiga bersaudara ini bergabung dengan LIPI sejak 1988. Fokus bidang yang ditekuninya berkaitan dengan buaya dan suara kodok. Dia mempelajari tentang pola perilaku buaya dan kodok secara detil untuk kepentingan konservasi.
Karir peneliti perempuan, kata Hellen, tidak ada perbedaan, yang menentukan adalah kompetensi dan bukan gender. Peneliti, menurut Hellen hanya dituntut untuk melalukan publikasi penelitiannya. Menjadi seorang peneliti bukan cita-cita Hellen sejak kecil. "Cita-cita saya sejak kecil ingin jadi dokter hewan. Saya dari kecil memang sayang binatang," kata dia.
Selama di lapangan berbagai medan sudah dilalui, hal buruk pun tidak dapat dihindari. Hellen menceritakan pengalamannya selama melakukan penelitian. "Saya pernah digigit buaya, tapi buaya yang baru menetas. Ternyata sifat buas buaya sudah muncul sejak baru menetas. Waktu itu saya membantu membuka cangkangnya," ujar wanita kelahiran Jakarta itu.
8. Septelia Inawati Wanandi (ilmuwan biokimia dan biologi molekuler)
Ilmuwan biokimia dan biologi molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Septelia Inawati Wanandi, meraih penghargaan sebagai Dosen Berprestasi Terbaik bidang Sains dan Teknologi 2018. Penganugerahan diberikan langsung oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, dalam acara Anugerah Diktendik Berprestasi 2018 dilaksanakan pada Oktober 2018 di Jakarta.
Dalam ajang penganugerahan Dosen Berprestasi tersebut, Septelia mempresentasikan rangkuman hasil penelitian yang berjudul "Menyibak Tabir Sel Punca Kanker sebagai Target Deteksi dan Terapi Kanker Payudara". Berdasarkan risetnya bersama tim tersebut, Septelia memberikan rekomendasi agar tata laksana terapi sel punca yang sedang marak akhir-akhir ini perlu dipertimbangkan kembali mengingat sel punca dan sekretomnya dapat memicu peningkatan kepuncaan dan keganasan sel punca kanker payudara.
Penghargaan ini digagas oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI sebagai bentuk apresiasi kepada dosen dan tenaga kependidikan yang telah berdedikasi melaksanakan Tri Darma pendidikan tinggi. Septelia merupakan dosen aktif di Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI.
Septelia menuturkan bahwa penyakit kanker merupakan masalah kesehatan utama di berbagai negara, baik negara maju maupun berkembang. Tingginya kasus kanker payudara mendorong perlunya penelitian untuk mencari solusi tentang deteksi dini, pencegahan, pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat untuk menekan munculnya kasus baru, mengobati dan mempertahankan kualitas hidup bagi penderita.
"Walaupun terapi kanker payudara telah berkembang pesat, namun angka resistensi terapi dan kekambuhan penyakit masih cukup tinggi," ujar Septelia, pada November 2018. Menurutnya, saat grup penelitian Cancer Stem Cells (CSC) di Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI mulai dibentuk (2010), pemahaman mengenai keberadaan dan peran sel punca kanker masih sangat terbatas terutama di Indonesia.
Menurut Septelia, perlu strategi deteksi dini dan terapi yang ditargetkan pada CSC dan lingkungan mikro tumor. Penelitian ini berhasil menyibak tabir CSC sebagai target deteksi dan terapi kanker payudara. "Saat ini, grup penelitian dari Departemen Biokimia dan Biologi Molekuler FKUI juga tengah mendalami keberadaan dan peran CSC pada kanker lainnya yaitu glioblastoma, kanker kolorektal dan kanker ovarium," ujarnya.
9. Agustina Monalisa (peneliti ubi cilembu)
Ubi yang terkenal manisnya dari Desa Cilembu, Sumedang, Jawa Barat, menjadi daya pikat untuk penelitian mahasiswa doktoral ITB (Institut Teknologi Bandung). Seorang mahasiswi ITB, Agustina Monalisa, meneliti ubi Cilembu itu hingga meraih gelar doktor di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati ITB.
Risetnya tentang mikroba yang membuat ubi cilembu punya kekhasan rasa manis. "Berdasarkan observasi dan fenomena yang ada, ubi Cilembu jika ditanam di tempat yang berbeda di luar Desa Cilembu, hasil kualitasnya berbeda khususnya dalam kualitas rasa manis," kata dia, pada Oktober 2018. Ubi jalar ini konon hanya tumbuh dengan baik jika ditanam di perkebunan Desa Cilembu, Sumedang, Jawa Barat. Karena keunikannya itu Agustina Monalisa Tangapo kepincut menelitinya.
Hasil risetnya menjadi disertasi berjudul "Dinamika Populasi Bakteri Rhizosfer dan Endofit Pada Budidaya Ubi Jalar Cilembu (Ipomoea batatas var. Cilembu) dan Peranannya Selama Proses Penyimpanan Pascapanen". Mengutip dari laman ITB, Agustina berhasil meraih gelar doktor pada Program Studi Doktoral Biologi di Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB.
Dia meneliti dari aspek mikrobiologi, yaitu mikroba khususnya bakteri rizosfer dan endofit yang mengasumsikan spesifik dengan lokasi dimana Ubi Cilembu itu berasal. Berdasarkan penelitiannya, ubi yang ditanam di luar lokasi Desa Cilembu kelimpahan dan keanekaragaman bakterinya berbeda. Bakteri itu salah satu yang bisa berpengaruh terhadap rasa manis. Selain itu faktor tanah juga ikut mempengaruhi.
10. Daniel Murdiyarso (pakar lingkungan)
Pakar bidang perubahan iklim dan lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Daniel Murdiyarso, menerima anugerah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), LIPI Sarwono Award XVII. "Pemberian anugerah ini mempertimbangkan jasa Daniel Murdiyarso dalam melakukan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dengan kepakaran perubahan iklim dan lingkungan hidup," ujar Wakil Kepala LIPI Bambang Subiyanto, Agustus 2018 lalu.
Penganugerahan LIPI Sarwono Award merupakan penghargaan kepada perorangan yang telah menunjukkan prestasi luar biasa dalam ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kemanusiaan. Penghargaan ini diberikan bagi para ilmuwan yang mendedikasikan diri dan mengabdikan hidupnya untuk kemajuan sains.
Menurut Kepala LIPI Laksana Tri Handoko, Daniel Murdiyarso adalah ilmuwan Indonesia yang merupakan Guru Besar Ilmu Atmosfir Fakultas MIPA IPB. Daniel Murdiyarso sebagai penerima LIPI Sarwono Award XVII adalah pakar iklim kehutanan, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, serta juga merupakan salah satu peneliti yang berkontribusi terhadap Nobel Perdamaian 2007 untuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC).
Ia juga merupakan penerima Ahmad Bakrie Award di bidang Sains pada 2010 dan salah satu peneliti senior di Center for Internation Forestry Research (CIFOR). Pria kelahiran Cepu, Jawa Tengah, ini aktif juga dalam penelitian perubahan tata guna lahan, siklus biogeokimia, adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Sejak 2002, pria berkacamata ini juga aktif sebagai anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Baca juga: Pakar Lingkungan Daniel Murdiyarso Raih LIPI Sarwono Award
Simak artikel menarik lainnya seputar Kaleidoskop 2018 hanya di Tempo.co.