Antropolog Jerman: Tradisi Mumi di Baliem Mungkin Sudah Habis
Reporter
Tempo.co
Editor
Yudono Yanuar
Selasa, 13 Agustus 2019 11:57 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Antropolog asal Jerman Prof. Wulf Schiefenhovel mengatakan kebiasaan masyarakat Lembah Baliem menguburkan leluhur dalam bentuk mumi makin jarang ditemui. "Tradisi membuat mumi Lembah Baliem mungkin sudah habis," kata Schiefenhovel, dalam rilis yang diterima Tempo, 11 Agustus 2019.
Menurut dia, tradisi mumi sekarang lebih banyak untuk kegiatan parawisata. "Di Suku Mek tradisi membuat mumi di atas pohon juga sudah hilang. Orang meninggal sekarang dikubur," kata Schiefenhovel, yang belum lama ini datang ke Papua untuk melakukan riset di Eipomek, Oksibil, Pegunungan Bintang.
Lembah Baliem terkenal memiliki mumi. Berdasarkan data di Dinas Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Jayawijaya terdapat empat mumi yang sudah dikonservasi yaitu mumi Araboda, Aikima, Pumo, dan Yiwika. Satu mumi lagi, Yamen Silok atau Mumi Angguruk, ada di Kurima, Kabupaten Yahukimo.
Menurut peneliti Balai Arkeologi Papua, Hari Suroto, mumi tersebut telah dikonservasi, kecuali Mumi Angguruk, yang saat ini kondisinya memprihatinkan.
Profesor Schiefenhovel mengatakan, memudarnya tradisi itu patut disayangkan. "Dalam satu perspektif itu menyedihkan, dalam hal lain sejarah tidak bisa dikonservasi," kata antropolog yang melakukan penelitian di Baliem sejak 1974.
Ia juga berharap, pemerintah mau memberi perhatian pada kelestarian budaya suku-suku asli di Papua. "Lebih penting lagi, bahasa-bahasa suku di pedalaman dan pantai, harus dilestarikan dan hidup terus," kata Schiefenhovel yang melakukan kunjungan ke Papua bersama arkeolog asal Prancis Dr Marian Vanhaeren.
Berita lain tentang mumi Lembah Baliem, bisa Anda ikuti di Tempo.co.