Neanderthal Alami Masalah Swimmer's Ear Seperti Perenang, Kenapa?

Reporter

Tempo.co

Editor

Yudono Yanuar

Selasa, 20 Agustus 2019 07:11 WIB

Fosil tengkoran manusia purba Nenderthal (Kiri) dan telinga yang terkena Swimmer's Ear (kiri). (Dok. Erik Trinkus/Washington Univerisity)

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti menemukan adanya penyakit swimmer’s ear pada fosil manusia purba Neanderthal. Penemuan ini menimbulkan dugaan Neanderthal mencari makanan di perairan yang dingin, sehingga terkena infeksi telinga luar yang disebabkan goresan benda atau kemasukan air.

Pada manusia modern hal ini kerap dialami oleh para penyelam, perenang dan juga peselancar.

Menurut penelitian yang dimuat jurnal PLOS ONE oleh Erik Trinkus dari Washington Univerisity bersama koleganya dari University of Bordeaux, Sebastien Villotte dan Mathilde Samsel, terdapat strukur tulang yang tidak normal yang tumbuh pada saluran telinga 77 manusia purba yang mereka teliti.

Tumbuhnya sebuah tulang atau eksosotis di telinga karena dipicu iritasi yang disebabkan oleh suhu dingin. Dari data hasil penelitian terdapat 23 Neanderthal yang berasal antara 100.000 dan 40.000 tahun lalu di wilayah barat Eurasia memiliki eksostosis aural mulai dari yang ringan sampai parah.

Peradangan pada daun telinga terjadi akibat lembabnya daun telinga sehingga menyebabkan pertumbuhan jamur karena telinga tidak kunjung dikeringkan ketika basah. Kondisi ini sering dikaitkan dengan kebiasaan seseorang yang kerap beraktivitas dalam air dan terkena udara dingin, namun juga dapat diturunkan secara genetik. Ilustrasi manusia Neanderthal. zefonseca.com

Advertising
Advertising

Jika dibandingkan dengan manusia purba lain, hanya Neanderthal yang mengidap swimmer’s ear. Gejala ini memberikan informasi baru kepada peneliti, bagaimana Neanderthal hidup.

Peneliti menduga Neanderthal setiap harinya berburu binatang air. Namun, dari hasil penelitian yang dilakukan tidak terdapat indikasi Neanderthal mempunyai kebiasaan berburu di air.

Pertama, lokasi geografis penemuan tengkorak Neanderthal tidak berkorelasi dengan sumber air, atau iklim dingin. Kedua, analisis isotop terhadap sisa-sisa Neanderthal termasuk dua tengkorak dengan eksostosis menunjukkan bahwa mereka tidak makan banyak ikan air tawar.

"Ini memperkuat sejumlah argumen dan sumber data untuk memperdebatkan tingkat adaptasi dan fleksibilitas serta kemampuan di antara Neanderthal, yang telah ditolak oleh beberapa orang di lapangan. Secara khusus ini memperkuat bukti kemampuan Neanderthal dalam mencari sumber makanan yang beragam dan bawaan genetik menjadi hipotesis utama,” ujar Erik Trinkus.

THE SUN | SCIENCE ALERT | CAECILIA EERSTA

Berita terkait

Temuan Fosil, Ular Raksasa Vasuki Indicus Saingi Ukuran Titanoboa

9 hari lalu

Temuan Fosil, Ular Raksasa Vasuki Indicus Saingi Ukuran Titanoboa

Para penelitinya memperkirakan kalau ular tersebut dahulunya memiliki panjang hingga 15 meter.

Baca Selengkapnya

Cari Durian Jatuh, Mahasiswa KKN Unpad Temukan Fosil Gastropoda dan Pelecypoda

1 Februari 2024

Cari Durian Jatuh, Mahasiswa KKN Unpad Temukan Fosil Gastropoda dan Pelecypoda

Penemuan fosil tersebut menjadi bekal untuk akademisi dalam melakukan penelitian lanjutan terkait keberadaan fosil satwa purba di Pangandaran.

Baca Selengkapnya

6 Pengalaman Menarik di American Museum of Natural History

10 November 2023

6 Pengalaman Menarik di American Museum of Natural History

American Museum of Natural History merupakan museum sejarah alam terbaik di dunia.

Baca Selengkapnya

Penelitian Baru, Ternyata Manusia Purba Injakkan Kaki di Amerika Utara Ribuan Tahun Lebih Awal

10 Oktober 2023

Penelitian Baru, Ternyata Manusia Purba Injakkan Kaki di Amerika Utara Ribuan Tahun Lebih Awal

Uji baru mengkonfirmasi kekunoan jejak kaki manusia purba di New Mexico, Amerika Serikat.

Baca Selengkapnya

Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

4 September 2023

Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

Dalam studi baru tersebut, para peneliti menganalisis fosil kera yang baru diidentifikasi dari situs orakyerler berusia 8,7 juta tahun di Anatolia.

Baca Selengkapnya

Ekskavasi PATI V di Situs Manyarejo Sragen Temukan Artefak dan Fosil Fauna Berusia 800 Ribu Tahun

8 Agustus 2023

Ekskavasi PATI V di Situs Manyarejo Sragen Temukan Artefak dan Fosil Fauna Berusia 800 Ribu Tahun

Artefak tulang dan fosil yang ditemukan merupakan hasil dari kegiatan ekskavasi di lokasi Edukasi dengan membuka 1 Trench dan 1 kotak ekskavasi.

Baca Selengkapnya

BPSMP Sangiran Identifikasi Temuan Fosil Gading Gajah Purba Sepanjang 2 Meter

3 Agustus 2023

BPSMP Sangiran Identifikasi Temuan Fosil Gading Gajah Purba Sepanjang 2 Meter

BPSMP menduga usia fosil tersebut sekitar 800 tahun berdasarkan kedalaman lapisan tanah.

Baca Selengkapnya

Kemenko Marves Bantah Sumber Energi Fosil jadi Penyebab Elon Musk Tak Kunjung Berinvestasi di Indonesia

1 Agustus 2023

Kemenko Marves Bantah Sumber Energi Fosil jadi Penyebab Elon Musk Tak Kunjung Berinvestasi di Indonesia

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menanggapi kabar batalnya Tesla--perusahaan milik Elon Musk berinvestasi di Tanah Air.

Baca Selengkapnya

Bidik 50 Ribu Unit Konversi Motor Listrik di Tahun Ini, Menteri ESDM: Insya Allah

28 Juli 2023

Bidik 50 Ribu Unit Konversi Motor Listrik di Tahun Ini, Menteri ESDM: Insya Allah

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif optimistis target 50 ribu unit sepeda motor konversi terealisasi hingga akhir tahun.

Baca Selengkapnya

Ilmuwan Temukan Fosil Gajah Purba Berusia 5,5 Juta Tahun di Florida AS

14 Juni 2023

Ilmuwan Temukan Fosil Gajah Purba Berusia 5,5 Juta Tahun di Florida AS

Sebelum ditemukan di Florida AS, fosil gajah purba itu sebenarnya sudah pernah ditemukan di Montbrook pada masa lalu.

Baca Selengkapnya