Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Studi Baru Klaim Nenek Moyang Manusia dan Kera Muncul di Eropa, Bukan di Afrika

Editor

Erwin Prima

image-gnews
Nenek moyang kera dan manusia yang baru diidentifikasi, Anadoluvius turkae. (Kredit gambar: Sevim-Erol, A., Begun, D.R., Szer, .S. dkk., Universitas Toronto, EurekAlert)
Nenek moyang kera dan manusia yang baru diidentifikasi, Anadoluvius turkae. (Kredit gambar: Sevim-Erol, A., Begun, D.R., Szer, .S. dkk., Universitas Toronto, EurekAlert)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah tim peneliti dalam sebuah studi baru menyebut bahwa sebuah fosil kera yang ditemukan di Turki mungkin secara kontroversial menunjukkan bahwa nenek moyang kera dan manusia Afrika pertama kali berevolusi di Eropa sebelum bermigrasi ke Afrika. Para ilmuwan merinci temuan mereka pada 23 Agustus di jurnal Communications Biology.

Usulan tersebut bertentangan dengan pandangan konvensional bahwa hominin – kelompok yang mencakup manusia, kera Afrika (simpanse, bonobo, dan gorila) serta fosil nenek moyang mereka – berasal dari Afrika.

Penemuan beberapa fosil hominin di Eropa dan Anatolia (sekarang Turki) itu telah membuat beberapa peneliti berpendapat bahwa hominin pertama kali berevolusi di Eropa. Pandangan ini menunjukkan bahwa hominin kemudian menyebar ke Afrika antara 7 juta dan 9 juta tahun yang lalu.

Rekan penulis senior studi, David Begun, ahli paleoantropologi di Universitas Toronto, mengklarifikasi bahwa yang mereka bicarakan adalah nenek moyang hominin, dan bukan tentang garis keturunan manusia setelah ia menyimpang dari nenek moyang simpanse dan bonobo, kerabat terdekat kita yang masih hidup.

“Sejak perbedaan itu, sebagian besar sejarah evolusi manusia terjadi di Afrika,” kata Begun kepada Live Science, awal September. “Kemungkinan besar juga garis keturunan simpanse dan manusia berbeda satu sama lain di Afrika.”

Dalam studi baru tersebut, para peneliti menganalisis fosil kera yang baru diidentifikasi dari situs Çorakyerler berusia 8,7 juta tahun di Anatolia tengah. Mereka menjuluki spesies tersebut Anadoluvius turkae. "Anadolu" adalah kata Turki modern untuk Anatolia, dan "turk" mengacu pada Turki.

Fosil tersebut menunjukkan bahwa A. turkae kemungkinan memiliki berat sekitar 110 hingga 130 pon (50 hingga 60 kilogram), atau setara dengan berat simpanse jantan besar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan fosil hewan lain yang ditemukan di sampingnya – seperti jerapah, babi hutan, badak, kijang, zebra, gajah, landak, dan hyena – serta bukti geologi lainnya, para peneliti menduga bahwa kera yang baru ditemukan ini hidup di hutan kering, seperti tempat tinggal manusia purba di Afrika, bukan di hutan tempat kera besar modern.

Rahang A. turkae yang kuat dan giginya yang besar dan berenamel tebal menunjukkan bahwa ia mungkin memakan makanan keras seperti akar-akaran, sehingga A. turkae kemungkinan besar menghabiskan banyak waktu di tanah.

Dalam studi baru ini, para ilmuwan fokus pada sebagian tengkorak yang terpelihara dengan baik yang ditemukan di situs tersebut pada tahun 2015. Fosil ini mencakup sebagian besar struktur wajah dan bagian depan tempurung otak, area tempat otak berada – fitur yang membantu tim. menghitung hubungan evolusi.

“Saya dapat merekonstruksi dan melihat untuk pertama kalinya wajah nenek moyang kita yang belum pernah dilihat siapa pun sebelumnya,” kata Begun.

Para peneliti berpendapat bahwa A. turkae dan fosil kera lainnya dari daerah terdekat, seperti Ouranopithecus di Yunani dan Turki dan Graecopithecus di Bulgaria, membentuk kelompok hominin awal. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa hominin paling awal muncul di Eropa dan Mediterania bagian timur. Secara khusus, tim tersebut berpendapat bahwa kera kuno Balkan dan Anatolia berevolusi dari nenek moyang di Eropa Barat dan Tengah.

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Luhut Ingatkan Prabowo Tak Bawa Orang Toxic ke Pemerintahan, Apa Ciri-ciri Orang Toxic?

2 hari lalu

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan tampak tersenyum di samping Menteri Pertahanan Prabowo Subianto saat menyaksikan sang menantu, Jenderal Maruli Simanjuntak dilantik sebagai KSAD di Istana Negara, Jakarta, Rabu 29 November 2023. TEMPO/Subekti.
Luhut Ingatkan Prabowo Tak Bawa Orang Toxic ke Pemerintahan, Apa Ciri-ciri Orang Toxic?

Orang toxic mengarah kepada karakter orang yang suka menghasilkan dampak negatif.


PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

5 hari lalu

Anak-anak Palestina bermain di tengah reruntuhan taman yang hancur akibat serangan militer Israel, saat Idul Fitri, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Kota Gaza 11 April 2024. REUTERS/Mahmoud Issa
PBB: Serangan Terbaru Israel Bisa Hapus 44 Tahun Pembangunan Manusia di Gaza

Jika perang terus berlanjut selama sembilan bulan, kemajuan yang dicapai selama 44 tahun akan musnah. Kondisi itu akan membuat Gaza kembali ke 1980


Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

5 hari lalu

Peneliti muda yang merupakan mahasiswa doktoral Fakultas Sains dan Teknologi (FST) Universitas Airlangga (Unair), Muhammad Ikhlas Abdjan. Dok. Humas Unair
Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.


Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

5 hari lalu

Perekayasa Ahli Utama Pusat Riset Teknologi Roket, Rika Andiarti bersama teknologi roket hasil karya BRIN. Dok. Humas BRIN
Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.


Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

6 hari lalu

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Mikrobiologi Terapan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dede Heri Yuli Yanto. Dok. Humas BRIN
Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.


Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

6 hari lalu

Foto aerial kondisi polusi udara di kawasan Pelabuhan Muara Angke, Jakarta Utara, Rabu, 13 Desember 2023. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada Rabu, konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) di Jakarta sebesar 41 mikrogram per meter kubik dan berada di kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif karena polusi. ANTARA/Iggoy el Fitra
Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).


Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

6 hari lalu

Kelompok lansia melakukan gerakan senam ringan pada peluncuran Gerakan Senam Sehat (GSS) Lansia di Jakarta, Senin (29/5). (ANTARA/Ahmad Faishal)
Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.


Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

11 hari lalu

Ilustrasi tikus. mirror.co.uk
Tikus Sering Menjadi Hewan Percobaan, Ternyata Ini Alasannya

Biasanya, ketika melakukan penelitian dalam dunia medis, peneliti kerap menggunakan tikus. Lantas, mengapa tikus kerap menjadi hewan percobaan?


Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

12 hari lalu

Hormati hak cipta! TEMPO/Fahmi Ali
Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

Hari Kekayaan Intelektual Sedunia diperingati setiap 26 April. Begini latar belakang penetapannya.


Temuan Fosil, Ular Raksasa Vasuki Indicus Saingi Ukuran Titanoboa

15 hari lalu

Ilustrasi ular dari keluarga MadtsoiidaeNewscientist.com/dimodifikasi dari nixillustration.com
Temuan Fosil, Ular Raksasa Vasuki Indicus Saingi Ukuran Titanoboa

Para penelitinya memperkirakan kalau ular tersebut dahulunya memiliki panjang hingga 15 meter.