Sebagian DIY 130 Hari Tak Hujan, Kekeringan Semakin Nyata

Kamis, 22 Agustus 2019 07:10 WIB

Penendara motor melintasi jalanan dengan pemandangan kekeringan di Kelurahan Sambirejo, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta, Rabu (19/9). TEMPO/Suryo Wibowo

TEMPO.CO, Yogyakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika atau BMKG menyatakan puncak musim kemarau terjadi pada Agustus 2019. Akibatnya sebagian besar wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami kekeringan.

Bahkan sebagian wilayah ada yang selama 130 hari tanpa ada hujan. Ada juga yang selama 60 hari tanpa hujan. Ratusan ribu warga terancam kekurangan air bersih.

“Puncak musim kemarau di bulan Agustus. Di wilayah Bantul ada yang 130 hari tanpa ada hujan yaitu di wilayah Dlingo,” kata Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Daerah Istimewa Yogyakarta, Reni Kraningtyas, Rabu, 21 Agustus 2019.

Awal musim kemarau terjadi pada dasarian I di bulan April. Yaitu di wilayah Gunung Kidul. Kemarau akan panjang karena diperkirakan musim hujan baru mulai pada November mendatang.

Perlu kewaspadaan dan antisipasi lebih dini dari pemerintah maupun masyarakat untuk mengatasi kekeringan ini. Baik untuk pengadaan air untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk pengairan lahan pertanian.

Advertising
Advertising

Kondisi ini tentu akan memiliki dampak lanjutan terhadap kekeringan pertanian dan kekurangan air bersih masyarakat. Selain itu, ancaman gagal panen bagi wilayah-wilayah pertanian tadah hujan semakin tinggi.

Bahkan, di Kabupaten Gunung Kidul, ribuan hektar tanaman pertanian mengalami puso atau gagal panen. Sebanyak 2.770 hektar di sembilan kecamatan di Gunung Kidul dilanda kekeringan.

“Musim hujan diperkirakan mundur satu hingga dua dasarian di bulan November,” kata dia.

ACT (Aksi Cepat Tanggap) sebagai lembaga kemanusiaan membantu masyarakat yang kekurangan. Yaitu dengan mengirim air bersih ke banyak wilayah kekeringan terutama di Gunung Kidul.

Gunungkidul menjadi wilayah yang terlanda kekeringan paling ekstrim. Per bulan Agustus 2019, sedikitnya 134 ribu jiwa di 14 kecamatan di Gunungkidul kekeringan, bahkan sudah sampai pada level kesulitan mendapatkan air bersih.

Kepala Cabang ACT Daerah Istimewa Yogyakarta, Bagus Suryanto menyatakan, kondisi kekeringan ekstrim yang melanda Gunungkidul salah satunya adalah karena faktor musim kemarau yang didukung oleh geografis yang didominasi bebatuan karst (kapur). Sehingga air sulit tertahan di atas tanah. Selain itu belum ditemukannya sumber mata air di beberapa kecamatan juga menjadi sebab air bersih di Gunungkidul menjadi semakin langka.

Selain mengirim air dengan tangki, ACT juga sudah membuat 18 sumur yang airnya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di Gunung Kidul. “Targetnya, satu bulan bisa membuat dua sumur dalam. Satu sumur membutuhkan dana sekitar Rp 50 juta,” kata dia.

Berita lain tentang musim kemarau dan kekeringan, bisa Anda simak di Tempo.co.

Berita terkait

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Laut Jawa dan Samudra Hindia

2 jam lalu

BMKG: Potensi Gelombang Tinggi Hingga 2,5 Meter di Laut Jawa dan Samudra Hindia

Potensi gelombang tinggi di beberapa wilayah Indonesia dapat berisiko terhadap keselamatan pelayaran.

Baca Selengkapnya

Dasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat

7 jam lalu

Dasarian Pertama Mei, Hujan Diprediksi Berkurang di Separuh Wilayah Jawa Barat

Stasiun Klimatologi BMKG Jawa Barat memprakirakan 52,1 persen wilayah berkategori hujan rendah.

Baca Selengkapnya

4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG

15 jam lalu

4 Kali Gempa Menggoyang Garut dari Berbagai Sumber, Ini Data BMKG

Garut dan sebagian wilayah di Jawa Barat kembali digoyang gempa pada Rabu malam, 1 Mei 2024. Buat Garut ini yang keempat kalinya sejak Sabtu lalu.

Baca Selengkapnya

Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

15 jam lalu

Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

Partai Golkar DIY telah merampungkan penjaringan bakal calon kepala daerah untuk Pilkada 2024 di lima kabupaten/kota

Baca Selengkapnya

BPBD Kabupaten Bandung Telusuri Informasi Kerusakan Akibat Gempa Bumi M4,2 dari Sesar Garsela

22 jam lalu

BPBD Kabupaten Bandung Telusuri Informasi Kerusakan Akibat Gempa Bumi M4,2 dari Sesar Garsela

Gempa bumi M4,2 mengguncang Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut. BPBD Kabupaten Bandung mengecek informasi kerusakan akibat gempa.

Baca Selengkapnya

Gempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan

1 hari lalu

Gempa Magnitudo 4,2 di Kabupaten Bandung Diikuti Dua Lindu Susulan

BMKG melaporkan gempa berkekuatan M4,2 di Kabupaten Bandung. Ditengarai akibat aktivitas Sesar Garut Selatan. Tidak ada laporan kerusakan.

Baca Selengkapnya

Cara BMKG Memantau Bahaya Tsunami Gunung Ruang yang Masih Berstatus Awas

1 hari lalu

Cara BMKG Memantau Bahaya Tsunami Gunung Ruang yang Masih Berstatus Awas

BMKG mengawasi kondisi muka air di sekitar pulau Gunung Ruang secara ketat. Antisipasi jika muncul tsunami akibat luruhan erups.

Baca Selengkapnya

Hari Pertama Mei 2024, BMKG Perkirakan Sebagian Jakarta Hujan Saat Siang

1 hari lalu

Hari Pertama Mei 2024, BMKG Perkirakan Sebagian Jakarta Hujan Saat Siang

Jakarta diprediksi cenderung berawan hari ini, Rabu, 1 Mei 2024. Sejumlah wilayah berpeluang hujan siang nanti.

Baca Selengkapnya

Gempa Bumi M5,5 Mengguncang Wilayah Maluku Utara, Terasa di Halmahera Barat dan Ternate

1 hari lalu

Gempa Bumi M5,5 Mengguncang Wilayah Maluku Utara, Terasa di Halmahera Barat dan Ternate

BMKG mencatat kejadian gempa bumi dengan kekuatan M5,5 di wilayah Maluku Utara. Pusat gempa di laut, dipicu deformasi batuan Lempeng Laut Maluku.

Baca Selengkapnya

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

2 hari lalu

Potensi Bahaya Gempa Deformasi Batuan Dalam, Ahli ITB: Lokasi Dekat Daratan

Lokasi sumber gempa lebih dekat dengan daratan sehingga potensi untuk merusak lebih besar

Baca Selengkapnya