Disebut Kerajaan Fiktif, Ini Dua Isu Kontroversial Sriwijaya

Minggu, 1 September 2019 06:01 WIB

Arca Buddha dari SitusSriwijaya Bukit Siguntang, salah satu peninggalan Kerajaan .(Sumber: Dokumen Balar Sumatera Selatan)

TEMPO.CO, Jakarta - Kerajaan Sriwijaya disebut fiktif oleh Budayawan Betawi Ridwan Saidi atau yang akrib disapa Babe Ridwan dalam sebuah video yang diunggah dalam akun YouTube bernama Macan Idealis. Namun, ada beberapa kontroversi mengenai Sriwijaya seperti ditulis I Nyoman Wendra yang diunggah dalam laman sejarah.upi.edu pada 18 Agustus 2017.

Menurut Wendra, penelitian Sriwijaya terus berlanjut hingga saat ini, tapi hasilnya masih menimbulkan kontroversi dalam banyak hal. "Banyak masalah yang belum bisa dijawab secara meyakinkan dan tuntas," tulis dia.

Berikut beberapa kontroversi Sriwijaya dari berbagai sumber buku:

1. Lokasi pusat Kerajaan Sriwijaya

Dalam buku babon Sejarah Nasional Indonesia jilid II disebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berkembang dari abad ke-7 sampai dengan abad ke-13. Buku yang disusun oleh Sartono Kartodirdjo dan kawan-kawan itu menyebutkan pendirinya memang belum diketahui, dan lokasi pusat kerajaan Sriwijaya terletak di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri. Kerajaan Sriwijaya kemudian runtuh pada abad ke-13.

Wendra menganggap buku tersebut kredibel karena ditulis oleh para pakar sejarah dan juga dipakai sebagai rujukan dalam memahami keberadaan kerajaan Sriwijaya. Juga penyusunannya mengikuti teori keberadaan kerajaan Sriwijaya yang dikemukakan oleh G. Coedes, sejarawan dan arkeolog Prancis.

Advertising
Advertising

Namun, dalam buku berjudul 'Kuntala, Sriwijaya, dan Suwarnabhumi' karya cendekiawan Slamet Muljana yang ditulis pada 1981, Slamet memiliki pandangan yang baru tentang keberadaan Sriwijaya dan agak berbeda dengan teori G. Coedes yang telah bertahan lebih dari 50 tahun.

Dengan kajian mendalam dan bukti–bukti baru serta analisis yang kritis dan tajam, menurut Slamet, Sriwijaya memang berdiri sekitar abad ke-7, kemudian runtuh pada pertengahan abad ke-9. Ada pun pusat kerajaan Sriwijaya berada di Palembang.

Sejak pertengahan abad ke–9, Slamet menuliskan, di Sumatera berkembang kerajaan Suwarnabhumi dengan lokasi pusat kerajaannya di Jambi. Kerajaan Suwarnabhumi ini oleh Slamet disamakan dengan kerajaan Malayu yang runtuh pada abad ke-14.

Ini berbeda pula dengan buku Kerajaan Siwijayakarya oleh Nia Kurnia yang ditulis pada 1983. Nia, dalam bukunya mengemukakan pendapat yang berbeda, baik dengan buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid II maupun dengan buku Kuntala, Sriwijaya, dan Suwarnabhumi.

Dalam beberapa hal, Nia memang menyetujui pendapat Slamet dan G. Coedes, tapi dalam hal lain berbeda. Menurut Nia, kerajaan Sriwijaya itu berlokasi di Palembang dan berkembang mulai abad ke-7 hingga abad ke-12. Sejak abad ke-13, Nia menuliskan, di Sumatera berkembang kerajaan Malayu–Jambi, dan kerajaan ini runtuh pada abad ke-14.

2. Bukti keberadaan Kerajaan Sriwijaya

Buku Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II, secara kronologis menyatakan bahwa keberadaan kerajaan Sriwijaya dapat dipilah secara logis dari abad ke abad. Keberadaan kerakaan Sriwijaya pada abad ke-7, misalnya, berdasarkan pada berita yang paling awal yang datang dari tulisan I Tsing (672 M), pendeta Cina yang pernah singgah dan tinggal di Shih-li-fo-shih (Sriwijaya).

Berita dari I-tsing dapat dihubungkan dengan prasasti-prasasti Kedukan Bukit (682 M), Talang Tuo (684 M), dan Telaga Batu. Dari uraian ketiga prasasti tersebut diperoleh kesimpulan bahwa kerajaan Sriwijaya tidak di Palembang letaknya, mungkin sekali pusat kerajaan itu terletak di Minanga Tamwa, di daerah pertemuan sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri.

Sedangkan Palembang pada waktu itu, hanya sebagai kota pusat ziarah bagi pemeluk agama Buddha. Pada periode ini, Kerajaan Sriwijaya sudah menjadi pusat agama Buddha di Asia Tenggara dan tidak mustahil juga sudah menjadi salah satu kota pelabuhan yang ramai, mengingat letak geografisnya strategis dalam jalur perdagangan India dan Cina.

Sementara, penemuan prasasti Karang Brahi (686 M) menunjukkan bahwa Sriwijaya telah berhasil menaklukkan Kerajaan Melayu. Hal ini diperkuat oleh laporan dari I Tsing yang menyatakan bahwa Melayu telah menjadi kerajaan Sriwijaya.

Dan penemuan prasasti Palas Pasemah (tidak berangka tahun, tapi diperkirakan berasal dari akhir abad ke-7 M), juga menunjukkan bahwa daerah Lampung Selatan nampaknya telah dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Keberadaan Sriwijaya pada abad ke-8 diketahui dengan adanya utusan dari kerajaan itu yang untuk terakhir kalinya tiba di Cina pada 742. Pada 775 -- menurut prasasti Ligor -- Raja Sriwijaya membangun sejumlah bangunan suci untuk agama Buddha.

Keberadaan kerajaan Sriwijaya pada abad ke-9 bersumber dari prasasti Nalanda (tidak berangka tahun, namun diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-9 M), berisi tentang pendirian bangunan biara di Nalanda atas permintaan Balaputra, raja Sriwijaya yang diajukan kepada raja Dewapaladewa, sekaligus meminta pula tanah-tanah sima bagi biara tersebut.

Keberadaan Sriwijaya pada abad ke-10 M, nampaknya berasal dari kitab sejarah dinasti Sung di Cina. Yang menyatakan bahwa Raja Sriwijaya (dari catatan kaki diperoleh penjelasan bahwa dalam kitab sejarah dinasti Sung dan Ming, Sriwijaya tidak lagi disebut dengan She-li-fo-she melainkan San-fo-tsi) pada 960 adalah Si-li Hu-ta-hsia–li-tan, dan pada 962 adalah Shi-li Wu-yeh.

Lebih lanjut dikatakan bahwa kedua nama itu mungkin dapat disamakan dengan Sri Udayadityawarman. Pada tahun berikutnya secara kronologis (971, 972, 974, 975, 980, 983, 988, dan 992), kerajaan Sriwijaya mengirimkan utusannya ke negeri Cina. Pada 992 itulah, menurut berita Cina, negeri San-fo-tsi mendapat serangan dari She-po (Jawa).

Hal itu dibenarkan oleh utusan dari Jawa yang juga tiba di Cina pada tahun yang sama. Utusan dari Jawa tersebut menyatakan bahwa negerinya berperang terus-menerus dengan San-fo-tsi.

Pada abad ke-11 M hingga awal abad ke-12 M Kerajaan Sriwijaya masih merupakan pusat pengajaran agama Buddha yang bertaraf internasional. Rajanya saat itu bernama Sri Sudamaniwarman dan mengaku dirinya dari keturunan Sailendra. Ia mengirim dua utusan ke Cina pada 1003.

Utusan tersebut menyampaikan berita bahwa di negerinya telah didirikan kuil Buddha yang diberi nama Cheng-t’ien–wan–shou untuk mendoakan agar kaisar Cina itu panjang umur. Utusan lainnya tiba di Cina pada 1004. Pada 1008, datang lagi satu utusan dari raja Se-li-ma-la-pi (Sri Marawi) ke Cina. Mungkin yang dimaksud adalah Sri Marawijayotunggawarman. Utusan selanjutnya datang ke negeri Cina pada tahun 1016, 1017, dan 1018.[17]

Pada abad ke-12 diketahui bahwa utusan dari San–fo-tsi yang terakhir, menurut kitab sejarah dinasti Sung, tiba pada 1178. Sedangkan dari berita Chau–ju-kua, mengutip dari buku Ling–wai-tai-ta pada 1079, dapat diketahui bahwa kerajaan San–fo-tsi mulai mundur pada akhir abad ke-12 M.

Chan-pi (Jambi) mulanya adalah Mo-lo-yeu, tidak termasuk ke dalam daerah jajahan San-fo-tsi. Bahkan pada 1082 dan 1088 Cham-pi mengirim utusan ke Cina atas kehendak sendiri. Sementara, abad ke-13 M dapat diketahui bahwa setelah untuk beberapa waktu lamanya San–fo-tsi tidak disebut–sebut dalam berita Cina, maka sekitar permulaan abad ke-13 M nama itu muncul lagi sebagai suatu negara yang cukup kuat.

Pada 1275 raja Kertanegara dari kerajaan Singasari melancarkan ekspedisi Pamalayu. Setelah peristiwa ini nama kerajaan Sriwijaya tidak terdengar lagi beritanya. Sedangkan nama Malayu telah muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di Sumatera. Dan menurut catatan sejarah dari dinasti Ming, San–bo-tsai (San–fo-tsi) telah ditaklukkan oleh Jawa pada tahun 1367.

Namun dalam buku yang ditulis Nia berkesimpulan bahwa pendapat yang menyatakan kerajaan Sriwijaya masih ada, bahkan masih jaya hingga abad ke-13 M, tidak dapat dipertahankan lagi. Pada abad ke-13 dan ke-14 M, yang dimaksud dengan kerajaan San–fo-tsi dalam kronik–kronik Cina adalah kerajaan Malayu di Jambi.

SEJARAH.UPI.EDU | SEJARAH NASIONAL INDONESIA JILID II | KUNTALA, SRIWIJAYA DAN SUWARNABHUM | KERAJAAN SIWIJAYAKARYA

Berita terkait

Bak Cinderella, Deretan Wanita ini Bisa Menikahi Pangeran Meski Bukan dari Keluarga Kerajaan

26 hari lalu

Bak Cinderella, Deretan Wanita ini Bisa Menikahi Pangeran Meski Bukan dari Keluarga Kerajaan

Bak kisah Cinderella, para wanita yang bukan dari keluarga kerajaan ini menikahi pangeran.

Baca Selengkapnya

Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Hadapi Dakwaan Penghinaan Kerajaan

20 Februari 2024

Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra Hadapi Dakwaan Penghinaan Kerajaan

Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra hadapi kasus lese majeste atau penghinaan terhadap kerajaan terkait dengan komentarnya di Seoul pada Mei 2015.

Baca Selengkapnya

Pangeran William akan Ambil Alih Tugas Raja Charles yang Sakit Kanker

8 Februari 2024

Pangeran William akan Ambil Alih Tugas Raja Charles yang Sakit Kanker

Pangeran William akan mengambil alih beberapa tugas kerajaan atas nama Raja Charles yang sedang menjalani pengobatan kanker.

Baca Selengkapnya

Catat Rekor, Pria Thailand Dipenjara 50 Tahun karena Tuduhan Menghina Kerajaan

19 Januari 2024

Catat Rekor, Pria Thailand Dipenjara 50 Tahun karena Tuduhan Menghina Kerajaan

Hukuman yang memecahkan rekor ini terjadi setelah Thailand meningkatkan penggunaan undang-undang kontroversial tersebut terhadap pengunjuk rasa

Baca Selengkapnya

Saat Raja-raja Nusantara Hadiri Dhaup Ageng Pura Pakualaman hingga Pesan Khusus untuk Mempelai

10 Januari 2024

Saat Raja-raja Nusantara Hadiri Dhaup Ageng Pura Pakualaman hingga Pesan Khusus untuk Mempelai

Ada 32 raja dari kerajaan Nusantara yang menghadiri resepsi hari pertama Dhaup Ageng Pura Pakualaman.

Baca Selengkapnya

Raja Malaysia Pertimbangkan Pengampunan terhadap Mantan PM Najib Razak

10 Januari 2024

Raja Malaysia Pertimbangkan Pengampunan terhadap Mantan PM Najib Razak

Dewan Pengampunan Malaysia, yang dipimpin oleh raja, akan segera menentukan apakah akan memberikan pengampunan kerajaan kepada mantan PM Najib Razak

Baca Selengkapnya

Menyusuri Pragpur Desa Warisan Budaya Pertama di India

13 Desember 2023

Menyusuri Pragpur Desa Warisan Budaya Pertama di India

Pragpur didirkan di pada akhir abad ke-16, ditetapkan sebagai desa warisan budaya pertama di India pada tahun 1997

Baca Selengkapnya

Catat dan Nantikan, 3 Drama Saeguk yang Akan Tayang Tahun 2024

10 Desember 2023

Catat dan Nantikan, 3 Drama Saeguk yang Akan Tayang Tahun 2024

Tahun 2024 sebentar lagi, drama saeguk akan kembali hadir dengan cerita yang tak kalah menarik dari tahun sebelumnya.

Baca Selengkapnya

Daftar Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang Menyimpan Sejarah Indonesia

29 Oktober 2023

Daftar Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara yang Menyimpan Sejarah Indonesia

Berikut daftar prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara yang wajib diketahui sebagai warisan sejarah Indonesia.

Baca Selengkapnya

Putra Raja Thailand Desak Diskusi Soal Pasal Kontroversial Penghinaan Kerajaan

20 September 2023

Putra Raja Thailand Desak Diskusi Soal Pasal Kontroversial Penghinaan Kerajaan

Putra raja Thailand telah menyerukan diskusi terbuka mengenai undang-undang keras yang melarang penghinaan terhadap keluarga kerajaan

Baca Selengkapnya