Anak Berkebutuhan Khusus Ini Wisuda Bareng Ibunya di UNY

Reporter

Tempo.co

Editor

Yudono Yanuar

Rabu, 11 September 2019 14:45 WIB

Anak Berkebutuhan Khusus Maria Clara Yubilea wisuda bareng ibunya Patricia Lestari Taslim di Universitas Negeri Yogyakarta, 31 Agustus 2019. (uny.ac.id)

TEMPO.CO, Jakarta - Maria Clara Yubilea dan Patricia Lestari Taslim wisuda bareng di Universitas Negeri Yogyakarta, 31 Agustus 2019. Yang istimewa, Clara atau Lala adalah anak berkebutuhan khusus, dan Patricia adalah ibu kandungnya.

Hal yang istimewa lainnya adalah Lala masih berumur 19 tahun ketika wisuda dan ia, seperti juga ibunya, lulus dengan predikat cum laude.

Pencapaian itu menjadi sangat spesial bagi Lala karena dia bukanlah anak dan mahasiswa biasa. Divonis oleh dokter sebagai anak berkebutuhan khusus “Gifted Normal Atas”, Lala memperoleh tantangan berupa kesulitan dalam berkomunikasi

Namun tantangan itu juga hadir dengan berkah tersendiri. Yaitu menjadi anak genius dengan IQ 145. Dengan bimbingan Patricia Lestari Taslim yang mengambil S2 Pendidikan Luar Biasa di UNY demi memperoleh pengetahuan tentang cara mendidik sang anak, Lala berhasil menyabet prestasi di dalam maupun luar kelas.

Hal tersebut ia buktikan lewat kebolehan mewakili UNY dalam pertukaran pelajar ke Jerman dan menulis buku terkait anak berkebutuhan khusus.

Advertising
Advertising

“Mama sering bilang, vonis (sebagai gifted) dan Tes IQ itulah awal musibah (karena semakin tinggi IQ umumnya menambah masalah komunikasi). Tapi ternyata dari penemuan dan bimbingan mama, musibah ini punya banyak potensi. Potensi yang Puji Tuhan dapat Lala maksimalkan,” ungkap Lala seperti dimuat di media resmi UNY, 5 September 2019.

Lala diketahui sebagai anak gifted saat bergabung di Sekolah Dasar. Mulanya, Lala sulit diatur oleh guru dan disebut sebagai trouble maker.

Predikat nakal tersebut membuat Lala sampai harus berpindah-pindah sekolah sejak kelas 2 SD. Tercatat hingga akhir jenjang SD, Lala sudah lima kali pindah sekolah.

Pada saat itu, Patricia selaku Ibu mengaku belum paham bahwa apa yang dihadapi putri semata wayangnya tersebut adalah kebutuhan khusus.

“Yang saya tahu (saat itu), Lala itu _trouble maker. Saya memaksakan dia harus sekolah umum dan sekolah negeri. Namanya juga ibu, saya jujur saja waktu itu otoriter ingin anak saya sekolah. Apalagi saya mantan guru, dan suami saya (Rahardjo Sidharta) berprofesi sebagai dosen (Teknobiologi UAJY),” kata Patricia.

Berikutnya: Mogok jelang Ujian Nasional
<!--more-->

Pengetahuan Patricia waktu itu terbuka ketika Lala mogok sekolah menjelang ujian nasional. Mulanya, dia tidak mau lagi masuk sekolah karena merasa tidak nyaman dengan kegiatan belajar di sekolah dalam mempersiapkan ujian.

Namun setelah dipaksa, Lala akhirnya mau menuntaskan Ujian Nasional. Ajaibnya dengan terpaksa dan tanpa persiapan ujian, Lala lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.

“Nilainya bagus-bagus. Saat itulah saya mulai memahami, bahwa kita harus ekstra tenaga mendampingi karena kebutuhan dia berbeda. Kita konsultasi ke dokter dan tes IQ pada 2013, IQnya pada saat itu 131, dan selalu naik setiap kami melakukan tes dua tahun sekali,” ungkap Patricia yang mendapati bahwa pada tahun 2017, Lala mencatatkan nilai 145 dalam tes IQ.

Sejak diketahui sebagai anak berkebutuhan khusus, pilihan dijatuhkan Lala dan orang tua untuk belajar secara homeschooling. Dibimbing oleh Patricia, Lala menggunakan buku bekas milik kakak sepupunya.

Bersekolah di rumah juga enggak membuat Lala tidak memiliki teman. Buktinya, dia aktif di berbagai komunitas seperti Komunitas Sesama Homeschoolers, komunitas menari, dan komunitas musik. Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) dan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) menjadi tempatnya menghabiskan waktu bersama kawan-kawan.

“Saat itu, saya juga suka menulis di blog," tutur dara kelahiran Sleman, 13 Mei 2000 tersebut.

Karena cepat belajar, Lala berhasil menuntaskan ujian Kejar Paket B (setara SMP) dan Kejar Paket C (setara SMA) di tahun 2013 dan 2015. Nilai ujiannya pun bagus.

Selain itu, Lala juga telah menguasai Bahasa Inggris, Perancis, dan Jepang. Ia belajar bahasa dari percakapan sehari-hari dan berselancar di dunia maya.

Berikutnya: Kuliah S1 Saat Usia 15 Tahun
<!--more-->

Tiba-tiba saja selepas ujian kejar paket dan bertemu kawan-kawannya, Lala meminta ke orang tua untuk berkuliah. Kembali bergabung dengan teman temannya yang tidak berkebutuhan khusus.

“Kami kemudian berpikir. Ada baiknya memang dia kuliah. Saran dari hasil tes IQ, mengambil jurusan bahasa. Akhirnya diambillah bahasa yang belum ia kuasai, yaitu Pendidikan Bahasa Jerman,” ungkap Patricia sembari menyebutkan bahwa jurusan tersebut memang hanya tersedia di UNY.

Selama perkuliahan, dosen dan teman-teman Lala sangat suportif membantunya belajar. Bahkan Lala kerap dijadikan rebutan apabila terdapat tugas beregu ataupun dalam pembentukan kelompok.

“Jadi lingkungan di UNY inklusif. Ada dua alasan sebenarnya. Pertama karena Lala masih imut, anak usia 15 tahun, dan kedua karena Lala cepat belajarnya. Setahun belajar Jerman, dia sudah fasih,” kata Patricia.

Untuk mendukung kegiatan belajar putrinya, Patricia sejak awal perkuliahan selalu mengantar jemput Lala. Maklum saja ujarnya, saat awal masuk kuliah Lala masih usia 15 tahun dan membutuhkan kasih sayang orang tua.

Namun setahun berjalan, Patricia merasa bosan jika hanya datang ke UNY untuk antar jemput. Terlebih lagi, kebutuhan khusus Lala terus berkembang seiring bertambahnya usia.

“Saya merasa tidak cukup bekal untuk membantu (Lala). Sudah bikin sakit kepala ini. Sehingga seizin suami saya ingin kuliah lagi, agar punya ilmu yang bermanfaat dalam mendidik Lala ataupun anak-anak gifted lainnya,” kata Patricia.

Akhirnya setahun setelah Lala mulai kuliah, Patricia mendaftar dan dinyatakan diterima di S2 Pendidikan Luar Biasa UNY angkatan 2016. Pada saat itu, Patricia merupakan satu-satunya mahasiswa yang tidak berlatar belakang pendidikan luar biasa di jenjang S1 nya.

“Saya guru seni musik. Lainnya teman saya, guru di SLB, dan anak-anak lulusan PLB. Alih jurusan bukan hal yang mudah ternyata karena saya belajar teori dari awal,” kata Patricia.

Untuk mendukung studinya, Patricia mengejar ketertinggalan ilmu dengan menumpang belajar di SLB Marganingsih Tajem. Di sana ia memperoleh teori terkait pendidikan luar biasa sekaligus mempraktikkannya secara langsung.

“Setiap Kamis dan Jumat saya ke sana. Membantu mengajar, dan belajar teori-teori PLB. Tidak dibayar, karena saya yang membutuhkan,” kata Patricia.

Pada 13 Mei 2019, tesis Patricia telah disetujui oleh Dosen Pembimbing. Menandakan ketuntasan kewajibannya dalam menempuh studi jenjang S2.

Hari itu tepat Lala berulang tahun ke-19. Kelulusan Patricia menjadi hadiah tiada terkira bagi sang putri.

“Karena Mei sudah selesai, saya seharusnya diwisuda Bulan Juni,” kata Patricia.

Akan tetapi, hadiah kelulusan tersebut ia rasa belum sempurna karena tugasnya di kampus belum selesai. Lala, putri semata wayangnya, sedang menuntaskan bab-bab terakhir dalam skripsinya.

Akhirnya Patricia memutuskan untuk berkirim surat kepada Rektor dan Direktur Pascasarjana UNY meminta diizinkan untuk wisuda Agustus.

“Saya punya keyakinan kalau tidak lama lagi Lala akan wisuda. Toh tinggal bab akhir. Sambil menunggu Lala, saya bisa cari ilmu lagi sekaligus antar jemput,” kata Patricia.

Tebakannya tak meleset. 31 Juli 2019, tepat ulang tahun Patricia ke-48, Lala menuntaskan yudisium skripsinya. Mereka berdua akhirnya bisa diwisuda bersama-sama.

Berikutnya: Ingin kuliah di Amerika
<!--more-->

Skripsi dan tesis tak menjadi karya terakhir keduanya di UNY. Selepas kuliah, Lala berencana melamar beasiswa tentang pendidikan khusus maupun psikologi di kampus-kampus negeri Amerika Serikat.

Akhir bulan ini, Lala bersama Patricia dan komunitas orang tua anak gifted di Yogyakarta juga hendak merilis buku bunga rampai bertajuk “Menyongsong Pagi”

Buku ini mengisahkan best practice pengalaman mereka mengasuh dan mengalami sendiri kehidupan sebagai anak gifted. Lala menjadi satu-satunya anak gifted yang ikut menulis buku tersebut, sekaligus sebagai penulis yang termuda.

“Ada dosen PLB UNY yang juga ikut menulis. Dalam kesempatan yang sama kita menggelar seminar bertema Pendidikan Anak Gifted.”

Melalui buku dan seminar tersebut, Patricia dan Lala berharap pengalaman sekaligus ilmu mereka terkait anak berkebutuhan khusus tidak hanya berhenti di diri sendiri. Namun juga dapat membantu masyarakat luas, sehingga pendidikan inklusif dapat dirasakan lebih banyak lagi masyarakat.

“Saya tahu, banyak orang tua di luar sana yang bingung anak berkebutuhan khusus ini diapakan. Tidak banyak yang seberuntung kami mengenal ilmu pendidikan luar biasa di UNY. Kami ingin ilmu ini membumi,” kata Patricia.
UNY.AC.ID

Berita terkait

Biaya Kuliah UNY 2024 Program Sarjana Jalur SNBP, UTBK, SNBT dan Mandiri

33 hari lalu

Biaya Kuliah UNY 2024 Program Sarjana Jalur SNBP, UTBK, SNBT dan Mandiri

Rincian biaya kuliah UNY 2024 untuk semua studi program sarjana (S1) jalur SNBP, UTBK SNBT,

Baca Selengkapnya

Anak Berkebutuhan Khusus Ditemukan Meninggal dalam Mobil di Bekasi, Korban Sempat Hilang

18 Februari 2024

Anak Berkebutuhan Khusus Ditemukan Meninggal dalam Mobil di Bekasi, Korban Sempat Hilang

Seorang anak berkebutuhan khusus di Bekasi ditemukan meninggal dalam sebuah mobil. Sehari sebelumnya ia dilaporkan hilang.

Baca Selengkapnya

Kisah June Lin Penyintas Down Syndrome yang Jadi Penari

23 Januari 2024

Kisah June Lin Penyintas Down Syndrome yang Jadi Penari

June Lin berusia 12 tahun ketika dia menari pertama kalinya di Towner Gardens School, sekolah anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk down syndrome.

Baca Selengkapnya

Dosen Komunikasi Politik UNY Soroti Iklan Prestasi Prabowo Sebagai Menhan Berpotensi Langgar Etik

11 Januari 2024

Dosen Komunikasi Politik UNY Soroti Iklan Prestasi Prabowo Sebagai Menhan Berpotensi Langgar Etik

Dosen Komunikasi Politik Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) sebut iklan prestasi kinerja Prabowo Subianto sebagai Menhan berpotensi melanggar etik.

Baca Selengkapnya

Netralitas Jokowi Disorot, Begini Respons Dosen Komunikasi Politik UNY: SIkap Presiden Harusnya Proporsional

11 Januari 2024

Netralitas Jokowi Disorot, Begini Respons Dosen Komunikasi Politik UNY: SIkap Presiden Harusnya Proporsional

Dosen Komunikasi Politik UNY menjelaskan bahwa Presiden Jokowi harusnya berikap proporsional memperlakukan setiap capres Peserta pemilu 2024.

Baca Selengkapnya

Cerita Duriatun, Putri Pembuat Gula Jawa Lolos UNY dan Dapat KIP Kuliah

25 Desember 2023

Cerita Duriatun, Putri Pembuat Gula Jawa Lolos UNY dan Dapat KIP Kuliah

Duriatun diterima sebagai mahasiswa prodi Pendidikan Biologi di UNY tahun akademik 2023/2024. Ia merupakan putri pembuat gula jawa di Cilacap.

Baca Selengkapnya

UNY Siap Tampung 6 Ribu Mahasiswa Baru 2024 di Setiap Jalur dari D4-S1

13 Desember 2023

UNY Siap Tampung 6 Ribu Mahasiswa Baru 2024 di Setiap Jalur dari D4-S1

Universitas Negeri Yogyakarta atau UNY siap melaksanakan penerimaan mahasiswa baru tahun 2024.

Baca Selengkapnya

Kisah Rianty Berpulang Sebelum Terima Ijazah S2 UNY, Wisuda Diwakili Paman

5 Desember 2023

Kisah Rianty Berpulang Sebelum Terima Ijazah S2 UNY, Wisuda Diwakili Paman

Wisudawan magister UNY itu urung menggunakan toga dan menerima ijazah langsung karena telah meninggal sebelum wisuda dilaksanakan.

Baca Selengkapnya

Sosok Bella, Peraih IPK Tertinggi Wisuda UNY dari Prodi Statistika

5 Desember 2023

Sosok Bella, Peraih IPK Tertinggi Wisuda UNY dari Prodi Statistika

Pada wisuda UNY, Salsabila Agustina meraih indeks prestasi tertinggi atau IPK jenjang sarjana, yaitu 3,93.

Baca Selengkapnya

Gimik Kampanye Politik Tidak Melulu Efektif, Analis Politik UNY: Waspada Jebakan Eco Chamber

4 Desember 2023

Gimik Kampanye Politik Tidak Melulu Efektif, Analis Politik UNY: Waspada Jebakan Eco Chamber

Analis politik UNY mengingatkan semua capres-cawapres mengenai bahaya jebakan echo chamber di media sosial, karena umbar gimik dalam kampanye politik.

Baca Selengkapnya