KontraS Sebut Kasus Karhutla Sebagai Kejahatan Ekosida Pemerintah

Senin, 16 September 2019 13:14 WIB

Perwakilan 12 organisasi masyarakat sipil mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi tentang darurat asap di wilayah Kalimantan dan Sumatera untuk segera diselesaikan, melakukan konferensi pers di Kantor Eksekutif Walhi Nasional, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019. TEMPO/ Khory

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) menyebut kasus kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di wilayah Kalimantan dan Sumatera merupakan kejahatan lingkungan yang dilakukan pemerintah.

"Saya menegaskan kita tidak bisa memandang persoalan ini sebagai persoalan biasa saja atau berulang. Ini adalah persoalan luar biasa. Ini adalah kejahatan Ekosida, ini kejahatan lingkungan," ujar Yati Andriani perwakilan KontraS, di Kantor Eksekutif Walhi Nasional, Jakarta Selatan, Senin, 16 September 2019.

KontraS merupakan salah satu organisasi masyarakat sipil yang memberikan pernyataan dalam bentuk surat terbuka kepada Presiden Joko Widono atau Jokowi untuk segera menyelesaikan masalah karhutla.

Seperti diketahui bahwa karhutla tersebut membuat kabut asap. Misalnya, di Palangka Raya, Kalimantan Tengah, pada Ahad, 15 September 2019, kondisinya semakin pekat. Jarak pandang sejak pagi hari hingga pukul 17.00 WIB hanya berkisar 300-600 meter.

Yati menjelaskan bahwa karhutla merupakan peristiwa yang terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang, mulai dari 1997.

Advertising
Advertising

"Ini bukan keberulangan, tapi ini adalah masalah yang tidak terselesaikan sejak lama. Masalah ini berdampak luar biasa terhadap ekosistem kita, tidak hanya hutan dan petani tapi terhadap manusia. Yang menjadi korban juga masyarakat sipil," tutur Yati.

Sementara di Pekanbaru, Dinas Pendidikan Kota Pekanbaru kembali memperpanjang libur sekolah selama dua hari ke depan pada Senin dan Selasa, 16-17 September 2019, karena masih pekatnya kabut asap di kota itu.

"Selain itu, begitu banyak hal yang terampas, hak mendapatkan udara bersih, hak untuk hidup, hak kesehatan, hak pemulihan dan bergerak secara bebas. Bahkan akses pendidikan karena sekolah yang diliburkan,"

Menurut Yati, karhutla berdampak pada begitu banyak teritori, sampai di Singapura dan Malaysia. "Ini kejahatan ekosida," Yati kembali mempertegas. "Kenapa terus terjadi, ini karena politik impunitas, kekebalan hukum terhadap korporasi yang melakukan kejahatan lingkungan."


Selain pidana terkait ganti rugi uang, Yati menambahkan, yang sering kali direduksi menjadi bantuan-bantuan, kasus tersebut juga memiliki mekanisme pidana yang tidak jelas. "Kalau negara ini tidak hadir dan mengelak, tapi kami bisa saja akan melaporkan PBB," ujar Yati.

Sementara dari Eksekutif Walhi Nasional Halisa Halid menjelaskan bahwa dirinya merasa campur aduk atas peristiwa karhutla yang terjadi. Dia mendapatkan kabar bahwa peristiwa itu sudah memakan korban yaitu bayi yang berusia empat bulan meninggal.

"Kita sedih, marah, kecewa dan campur aduk dengan situasi ini. Ini menunjukkan situasi darurat, korban yang merasakan paling banyak kelompok rentan, yaitu bayi atau balita, anak-anak, lansia yang mengalami resiko lebih besar dan itu sudah kita kami ingatkan," kata Halisa.

Halisa melihat pejabat publik berupaya mengingkari dan mencoba mencari kambing hitam dari kegagalan negara menarik pelaku dari kebakaran hutan dan lahan. "Temuan kami, titik api itu sebagian besar di konsesi, tapi yang dikambinghitamkan adalah masyarakat adat dan peladang. Ini membuat stigma negatif kepada masyarakat adat," tutur Halisa.

Berita terkait

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

13 hari lalu

Pro-Kontra atas Keputusan TNI Kembali Gunakan Istilah OPM

Penyebutan OPM bisa berdampak negatif karena kurang menguntungkan bagi Indonesia di luar negeri.

Baca Selengkapnya

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

14 hari lalu

Soal Perubahan Istilah KKB Jadi OPM, Begini Kritik Komisi I DPR RI, Pakar Militer, hingga KontraS

Perubahan penyebutan istilah KKB jadi OPM menuai kritik dari sejumlah pihak. Apa saja kritik mereka?

Baca Selengkapnya

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

15 hari lalu

Ragam Reaksi atas Keputusan TNI Kembali Pakai Istilah OPM

Penggantian terminologi KKB menjadi OPM dinilai justru bisa membuat masalah baru di Papua.

Baca Selengkapnya

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

16 hari lalu

KontraS Desak Pemerintah Mitigasi Dampak Perubahan Istilah KKB bagi Keamanan di Papua

KontraS mengatakan perubahan nama KKB menjadi OPM itu harus diikuti dengan jaminan perlindungan dari negara bagi masyarakat yang ada di Papua.

Baca Selengkapnya

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

25 hari lalu

3 Anggota TNI AL di Halmahera Selatan Lakukan Penganiayaan Jurnalis, Begini Kecaman dari Dewan Pers, AJI, dan KontraS

Penganiayaan jurnalis oleh 3 anggota TNI AL terjadi di Halmahera Selatan. Ini respons Dewan Pers, AJI, dan KontraS. Apa yang ditulis Sukadi?

Baca Selengkapnya

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

27 hari lalu

Anggota TNI Diduga Siksa Jurnalis di Halmahera Selatan, KontraS: Tak Manusiawi

Danlanal Ternate meminta maaf atas insiden kekerasan terhadap wartawan yang terjadi di Bacan, Halmahera Selatan.

Baca Selengkapnya

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

33 hari lalu

KontraS Sebut Langkah TNI Tangani Kasus Papua Belum Cukup, Perlu Evaluasi Total

KontraS mengatakan perlu dilakukan evaluasi total seluruh langkah dan pendekatan keamanan yang selama ini berlangsung di Papua.

Baca Selengkapnya

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

37 hari lalu

Datangi Kempolrienpan RB, KontraS Minta Hentikan RPP Penempatan Jabatan Sipil TNI - Polri

KontraS mendatangi Kemenpan RB untuk memberikan catatan kritis RPP tentang manajemen ASN terutama pasal penempatan jabatan sipil oleh TNI-Polri.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

38 hari lalu

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.

Baca Selengkapnya

Penyebab Kebakaran 10 Hektare Lahan di Karimun Kepulauan Riau Masih Misterius

38 hari lalu

Penyebab Kebakaran 10 Hektare Lahan di Karimun Kepulauan Riau Masih Misterius

Di tengah banyaknya bencana basar di Indonesia, masih ada 10 Ha lahan terbakar di Kepulauan Riau. Sebabnya belum diketahui.

Baca Selengkapnya