Lahan Kritis Kalimantan Selatan Jadi Target Rehabilitasi
Reporter
Antara
Editor
Erwin Prima
Selasa, 29 Oktober 2019 00:01 WIB
TEMPO.CO, Banjarbaru - Sekitar 511 ribu hektare lahan di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan menjadi target rehabilitasi dari Gerakan Revolusi Hijau yang digaungkan Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan.
"Setiap tahunnya ditargetkan ada penanaman seluas 32 ribu hektare. Dan Kemarin baru saja kita tanam 2 juta bibit pohon menandai dimulainya penghijauan di tahun ini pada musim hujan," kata Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan Dr Hanif Faisol Nurrofiq dalam Seminar Nasional Kehutanan 2019 di Banjarbaru, Senin, 28 Oktober 2019.
Pada seminar bertema "Gerakan Revolusi Hijau Untuk Mendukung Pengelolaan Hutan Menuju Era Revolusi Industri 4.0" yang digelar Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) itu, Hanif mengatakan, revolusi hijau yang dilaksanakan Pemprov Kalsel juga sejalan dengan Gerakan Nasional Pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS) tahun 2019.
Menurut Hanif, kawasan hutan Kalsel yang memiliki luas keseluruhan sekitar 1,7 juta hektare masih ada sekitar 200 ribu hektare di antaranya yang mengalami kerusakan alias berkurang fungsinya.
Sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan mencapai 300 ribu hektare lebih yang harus dihijaukan kembali. "Sesuai daya dukung pendanaan dan sebagainya, angka 30 ribu hektare per tahun sudah sangat maksimal untuk suatu provinsi. Memang berat, tapi kita harus komitmen dan sungguh-sungguh. Yang paling penting bagaimana melibatkan masyarakat untuk kajian ekonominya, sehingga kita tidak akan terlalu berat membangunnya," katanya.
Hanif juga mengingatkan, tidak perlu lagi ada pertanyaan, hutan tanggung jawab siapa. Karena hutan sejatinya adalah milik bersama dan dikelola bersama pula.
Dia pun mengapresiasi Fakultas Kehutanan ULM yang telah menginisiasi seminar tersebut. Karena menurut Hanif bernilai sangat penting dan strategis untuk membantu mendorong keberhasilan Gerakan Revolusi Hijau.
"Kami sadari Revolusi Hijau hanya pada tataran secara sederhana yaitu baru semangatnya. Kami ingin ada masukan yang konkret dari para akademisi sebuah rekomendasi yang bisa diimplementasikan untuk konsep yang harus dibangun," harapnya.
Diakui Hanif, pihaknya ingin menjadikan rehabilitasi atau penghijauan sebagai profit center (pusat laba) bukan hanya cost center (pusat biaya), di mana hutan bisa membangun ekonomi sebagai salah satu penopang ekonomi daerah.
"Kalau itu bisa dilakukan, kita tidak akan susah membangun hutan lestari. Faktanya sekarang, kita belum bisa menghadirkan ekonomi hutan secara riil. Hutan sebagai listrik, hutan sebagai air jangan hanya retorika tapi harus bisa kita kuantitatifkan dalam bentuk hitung-hitungan bisnis. Apalagi di kementerian sudah sepakat membentuk Badan Layanan Umum untuk pembangunan sektor lingkungan," tandasnya.
ANTARA