Aktivis Minta Satgas Konflik Harimau dan Manusia Dibentuk

Reporter

Antara

Editor

Erwin Prima

Jumat, 1 November 2019 00:01 WIB

Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Antan Bintang dalam kondisi dibius saat akan dilepasliarkan, di PR-HSD Yayasan ARSARI, Dhamasraya, Sumatera Barat, Senin, 29 Juli 2019. Kementerian Lingkungan Hidup bersama Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatera Dharmasraya - Yayasan ARSARI Djojohadikusumo (PR-HSD Yayasan ARSARI) melepasliarkan sepasang Harimau Sumatera ke kawasan konservasi di Provinsi Riau. ANTARA

TEMPO.CO, Pekanbaru - Aktivis lingkungan dari Wildlife Crime Team (WCT) meminta pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, untuk membentuk satuan tugas atau Satgas yang fokus dalam penanganan konflik harimau Sumatera dengan manusia di Provinsi Riau, karena terjadi eskalasi konflik yang tak terelakkan pada tahun ini.

Koordinator WCT, Osmantri, di Pekanbaru, Kamis, 31 Oktober 2019, mengatakan untuk penanganan konflik harimau Sumatera dengan manusia sebenarnya sudah ada peraturan yang jadi acuan, yakni Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor: P.48/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. Namun, pedoman tersebut belum diikuti.

"Untuk penanganan konflik sendiri hingga saat ini belum terimplementasi dengan baik P.48 Tahun 2008, di mana daerah yang rawan atau potensial konflik harus bentuk satgas penanganan konflik. Nah, disini (Riau) ketika ada konflik, baru semua sibuk," kata Osmantri.

Ia mengatakan hal tersebut menanggapi konflik manusia dengan harimau Sumatera (panthera tigris sumatrea) yang sudah menelan tiga korban jiwa pada tahun ini di Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir, Riau. Akibatnya, muncul keresahan dari warga Desa Tanjung Simpang di daerah tersebut yang menyurati kepala daerah setempat agar ada kebijakan merelokasi satwa dilindungi tersebut.

Menurut Osmantri, potensi konflik harimau dengan manusia di Kecamatan Pelangiran Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) sudah terjadi selama 10 tahun terakhir. Daerah tersebut merupakan habitat asli satwa dilindungi tersebut, dengan intensitas konflik yang tinggi, sehingga semestinya sudah sedari awal menjadi perhatian pemerintah.

Advertising
Advertising

"Catatan saya, (sejak) 2009 saja sudah mulai 'gentayangan' harimau masuk kampung atau setidaknya wilayah kelola masyarakat, dan warga juga sudah melaporkan," ujarnya.

Hanya saja penanganan secara komprehensif untuk mencari solusi tidak pernah ada. Masalah konflik tersebut, ujar dia, mirip seperti penanganan masalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau yang pembahasan seakan hilang setelah turun hujan.

"Tapi, ya, itu, (konflik harimau-manusia) sama dengan karhutla. Hilang asap, hilang pula cerita produktif untuk pengendalian karhutla," katanya.

Menurut dia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau sebagai perwakilan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di daerah, harus memperjelas kapan rencana untuk mencari solusi konflik tersebut dilakukan, melibatkan siapa dan bagaimana mekanismenya.

Osmantri menjabarkan setidaknya ada empat faktor yang perlu dicermati karena telah memicu konflik terjadi di Pelangiran maupun daerah lainnya di Riau. Pertama, tata guna dan kelola pemanfaatan hutan yang besar diduga tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kesehatan lingkungan.

Kedua, pertumbuhan kebutuhan akan hunian manusia yang semakin bertambah membuat habitat satwa semakin sempit. Ketiga, akses yang relatif mudah untuk mengakses kawasan sehingga memicu terjadinya eksploitasi hutan, baik itu berupa kayu dan satwa di dalamnya.

Keempat, orientasi pengelolaan atau manajemen kawasan hutan belum komprehensif padahal sudah ada aturan yang mendukungnya.

ANTARA

Berita terkait

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

4 hari lalu

Greenpeace Sebut Pembukaan Lahan Hutan untuk Sawit Pemicu Utama Deforestasi

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau GAPKI mengklaim ekspor ke luar negeri turun, terutama di Eropa.

Baca Selengkapnya

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

6 hari lalu

Terpopuler: Zulhas Revisi Permendag Barang Bawaan Impor, Teten Evaluasi Pernyataan Pejabatnya soal Warung Madura

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas merevisi lagi peraturan tentang barang bawaan impor penumpang warga Indonesia dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

6 hari lalu

Gapki Tanggapi Target Pemerintah soal Pemutihan Lahan Sawit pada September 2024

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki tanggapi soal target pemerintah menyelesaikan pemutihan hutan di lahan sawit September 2024.

Baca Selengkapnya

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

6 hari lalu

Sawit PT RAP Diduga Masuk Kawasan Hutan Kapuas Hulu

Perkebunan sawit PT Riau Agrotama Plantation (PT RAP), anak perusahaan Salim Group diduga merambah hutan Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Baca Selengkapnya

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

6 hari lalu

Kebun Sawit Anak Usaha Sinarmas Diduga Terabas Cagar Alam Kelautku Kalimantan Selatan

Kebun sawit PT SKIP Senakin Estate, anak usaha Sinarmas, diduga menerabas hutan Cagar Alam Kelautku, Kalimantan Selatan.

Baca Selengkapnya

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

6 hari lalu

Ratusan Ribu Hektare Sawit Ilegal Kalimantan Tengah akan Diputihkan, Dinas Perkebunan Mengaku Tidak Dilibatkan

Lebih dari separo lahan sawit di Kalimantan Tengah diduga berada dalam kawasan hutan. Pemerintah berencana melakukan pemutihan sawit ilegal.

Baca Selengkapnya

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

6 hari lalu

12 Ribu Kebun Darmex Group Diduga Terobos Kawasan Hutan Riau, Akan Diputihkan

Riau menjadi provinsi dengan kebun sawit bermasalah paling luas di Indonesia. Berdasarkan catatan Greenpeace sekitar 1.231.614 hektare kebun kelapa sawit di Riau berada di kawasan hutan. Salah satu perusahaan kelapa sawit yang diduga melakukan perambahan kawasan hutan adalah PT Palma Satu, anak perusahaan Darmex Group.

Baca Selengkapnya

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

6 hari lalu

22 Ribu Hektare Lahan Sawit PT SCP Diduga Berada dalam Kawasan Hutan, Kerap Memicu Kebakaran

22 ribu hektare perkebunan sawit PT Suryamas Cipta Perkasa (PT SCP) masuk kawasan hutan hidrologis gambut di Kalimantan Tengah.

Baca Selengkapnya

Publikasi Penelitian Harimau Jawa di Jurnal Ilmiah, Peneliti Sempat Sepelekan Temuan

38 hari lalu

Publikasi Penelitian Harimau Jawa di Jurnal Ilmiah, Peneliti Sempat Sepelekan Temuan

Baru-baru ini ada publikasi hasil analisis pemeriksaan DNA dari sehelai rambut yang membuktikan keberadaan harimau jawa di Sukabumi, Jawa Barat.

Baca Selengkapnya

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

39 hari lalu

Polemik Pemutihan Lahan Sawit Ilegal di Kawasan Hutan, Ini Penjelasan Menteri Airlangga

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah memutihkan lahan sawit ilegal di kawasan hutan.

Baca Selengkapnya