Studi: Nebivolol Bisa Jadi Obat Hipertensi Orang Asia

Senin, 24 Februari 2020 16:58 WIB

(Dari kiri) Erwinanto dari Perhimpunan Hipertensi Indonesia, Reinhard Ehrenberger Presiden Direktur Menarini Indonesia, dan Profesor and Chief of Cardiology Jinho Shin, dari Division of Cardiology, Department of Internal Medicine, Hanyang University Seoul Hospital menjelaskan studi baru mengenai obat penyakit hipertensi melalui video conference di Jakarta Pusat, Senin, 24 Februari 2020. TEMPO/Khory

TEMPO.CO, Jakarta - Profesor dan Kepala Kardiologi Jinho Shin dari Division of Cardiology, Department of Internal Medicine, Hanyang University Seoul Hospital, menerbitkan studi baru mengenai penggunaan obat nebivolol untuk pasien hipertensi di Asia. Penelitian ingin melihat apakah obat nebivolol mempunyai kemampuan pengobatan yang sama dengan orang Eropa.

Shin yang juga penulis utama penelitian yang disebut BENEFIT (Benefit after 24 weeks of Nebivolol Administration for Essential Hypertension Patients with Various Comorbidities and Treatment Environments in Korea) menerangkan bahwa hasilnya cukup baik.

"Penelitian kami menunjukkan efektivitas nebivolol dalam mengontrol tekanan darah terlepas dari usia, jenis kelamin dan indeks masa tumbuh awal pasien," ujar dia melalui video conference di Jakarta Pusat, Senin, 24 Februari 2020.

Penelitian observasional ini dilakukan secara terbuka, tanpa pembanding, kontrol, prospektif dan tunggal di 66 klinik maupun rumah sakit di Korea Selatan mulai pada 1 Juli 2015 hingga 23 Maret 2017. Penelitian dilakukan sesuai dengan prinsip etis yang merujuk pada Deklarasi Helsinki.

Semua pasien yang diobservasi juga telah memberikan persetujuan tertulis sebelum menjalani prosedur apapun dalam penelitian ini. Dari total 3.250 data pasien yang dikumpulkan, 3.011 dari mereka telah menjadi sampel sampai dengan penelitian ini selesai.

Menurut Shin, efektivitas nebivolol terlihat pada pasien baru, juga pada pasien rawat inap yang mengonsumsi nebivol sebagai pengobatan tambahan ke dalam pengobatan antihipertensi yang sudah ada sebelumnya.

Efek paling besar terlihat saat nebivolol diberikan sebagai pengobatan tunggal kepada pasien baru dan sebagai obat tambahan untuk pengobatan antihipertensi, yang meliputi penghambat renin-angiotensin system (RAS Blocker), penghambat kanal kalsium (calcium channel blocker--CCB), serta kombinasi antara RAS Blocker, CCB dan diuretik dalam menurunkan tekanan darah.

"Kami mengevaluasi efektivitas dan keamanan nebivolol pada pasien hipertensi di Asia sesuai kondisi praktik dokter sehari-hari pada observasi 12 minggu dan 24 minggu," tutur Shin.

Stroke, penyakit jantung dan ginjal memiliki faktor risiko yang sama--tekanan darah tinggi. Di dunia, satu dari empat orang dewasa memiliki hipertensi, dan jumlah penderita hipertensi di Asia Pasifik mencapai 65 persen dari populasi dan penuaan, serta pengaruh gaya hidup yang tidak sehat.

WHO memperkirakan di Indonesia, persentase jumlah orang dewasa yang memiliki peningkatan tekanan darah meningkat dari 8 persen pada 1995 menjadi 32 persen pada 2008. Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 memperlihatkan prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1 persen yang mengindikasikan adanya peningkatan penyakit kronis.

Sementara, menurut Erwinanto dari Perhimpunan Hipertensi Indonesia, penanganan hipertensi mengharuskan pasien menjalani pengobatan yang direkomendasikan, dan ini pada akhirnya akan bergantung pada efektivitas dan tolerabilitas obat yang digunakan.

"Meski nebivolol sudah terbukti efektif untuk penanganan pasien hipertensi, penelitian BENEFIT menunjukkan hasil yang sama efektifnya sebagai penelitian yang pertama kalinya dilakukan pada pasien Asia dalam jumlah besar," ujar Erwin.

Selain itu, Erwin mengatakan, dibandingkan dengan penghambat beta (beta-blocker) generasi sebelumnya, nebivolol memiliki efek samping yang lebih baik, termasuk efek yang tidak diharapkan terkait fungsi seksual. Kedua sifat ini, yaitu tingkat efektivitas dan tolerabilitas, berperan penting agar pasien benar-benar mau mematuhi penanganan hipertensi yang dianjurkan.

"Penelitian ini dirilis pada waktu yang tepat untuk membantu para dokter menangani pasien hipertensi di Indonesia," tutur Erwin. "Hasilnya baik dan ada prasangka bahwa sebuah obat antihipertensi itu menurunkan tekanan darah orang-orang Asia, jadi tidak ada alasan jika obat itu tidak berhasil di Indonesia. Ini menurunkan efek samping."

Reinhard Ehrenberger, Presiden Direktur Menarini Indonesia menambahkan, lembaganya berkomitmen melayani kebutuhan pasien di Asia yang masih belum terpenuhi saat ini dan di masa depan. "Komitmen ini mencakup identifikasi dan pengembangan solusi inovatif terkait kesehatan, sambil terus mendukung penelitian baru," kata dia.

Dengan berbagi hasil penelitian BENEFIT ini kepada masyarakat luas, Reinhard berharap bisa membantu para dokter di Indonesia dalam melayani pasien dengan memberikan mereka akses terhadap riset dan pengetahuan terbaru. "Penelitian ini juga sejalan dengan panduan hipertensi ESC/ESH 2018 yang merekomendasikan penghambat beta dalam penanganan hipertensi."

Berita terkait

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

2 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

2 hari lalu

Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

Berikut beberapa hewan yang kerap dijadikan hewan percobaan dalam penelitian:

Baca Selengkapnya

Diet Mediterania Bantu Pasien Kurang Risiko Hipertensi

5 hari lalu

Diet Mediterania Bantu Pasien Kurang Risiko Hipertensi

Peserta diet Mediterania biasanya konsumsi lebih banyak sayuran, buah, kacang, biji-bijian, minyak sehat, serta ikan dan makanan laut jumlah sedang.

Baca Selengkapnya

Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

10 hari lalu

Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

Jurnal terindeks Scopus menjadi salah satu tujuan para peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau penelitiannya, bagaimana cara menulis artikel ilmiah yang terindeks scopus?

Baca Selengkapnya

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

15 hari lalu

Hipertensi Jadi Penyakit Paling Banyak di Pos Kesehatan Mudik

Kementerian Kesehatan mencatat hipertensi menjadi penyakit yang paling banyak ditemui di Pos Kesehatan Mudik Idulfitri 1445 H/2024 M.

Baca Selengkapnya

5 Menu Lebaran Ini Sebaiknya Dihindari Penderita Hipertensi

17 hari lalu

5 Menu Lebaran Ini Sebaiknya Dihindari Penderita Hipertensi

Orang yang menderita hipertensi sangat disarankan menghindari 5 menu lebaran berikut ini.

Baca Selengkapnya

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

18 hari lalu

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

World Health Summit akan pertama kali digelar di Monash University. Ada beberapa tema yang akan dibahas oleh peneliti, salah satunya, demam berdarah

Baca Selengkapnya

5 Asupan Makanan yang Cocok Dikonsumsi Penderita Hipertensi

22 hari lalu

5 Asupan Makanan yang Cocok Dikonsumsi Penderita Hipertensi

Dengan memperhatikan asupan makanan sehari-hari, penderita hipertensi dapat mengurangi risiko komplikasi yang mungkin timbul akibat kondisi tersebut.

Baca Selengkapnya

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

24 hari lalu

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

Sistem yang disebut dengan kode astronomi TYC 2505-672-1 memecahkan rekor alam semesta untuk gerhana matahari terlama.

Baca Selengkapnya

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

29 hari lalu

Studi Menunjukkan Cahaya Lampu pada Malam Hari Bisa Meningkatkan Risiko Stroke

Studi ini mengeksplorasi hubungan antara paparan polusi cahaya pada malam hari dengan potensi risiko kesehatan otak dan stroke.

Baca Selengkapnya