Ini Manfaat Hari Tanpa Bayangan Selain Kalahkan Shikamaru Nara
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Zacharias Wuragil
Sabtu, 7 Maret 2020 09:20 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Peristiwa hari tanpa bayangan sedang bergulir di wilayah Indonesia, tepatnya sejak 21 Februari hingga 4 April 2020 nanti. Fenomena hari itu ternyata bukan cuma bermanfaat untuk keseruan mengalahkan jurus bayangan Shikamaru Nara dalam serial Naruto.
Anggota komunitas astronomi Langit Selatan Bandung, Aldino Adry Baskoro, mengungkapkan kalau hari tanpa bayangan juga bisa digunakan untuk mengukur keliling bumi. Tanpa harus benar-benar keliling bumi.
Alat untuk mengukurnya pun sangat sederhana yaitu hanya sebatang tongkat yang ditancapkan ke tanah. "Ditambah sedikit imajinasi, pengukur lalu menghitung jarak lingkaran bumi dengan persamaan matematika dasar," katanya, Jumat 6 Maret 2020.
Menurut Aldino, penemu metode itu adalah Eratosthenes. Ilmuwan kelahiran Libya yang hidup antara 276-196 Sebelum Masehi ini merupakan pengelola Perpustakaan Besar Alexandria di Mesir. Pengukuran diameter bumi ala Eratosthenes dinilainya menjadi sebuah warisan luar biasa bagi dunia astronomi.
Beberapa asumsinya dalam melakukan pengukuran ini adalah bentuk Bumi seperti bola yang sempurna. Kemudian sinar matahari yang datang ke dua kota arah sinarnya sama-sama sejajar, serta jarak dua kota berada pada satu garis bujur yang sama.
Kini, menurut lulusan Astronomi ITB itu, ide pengukuran Eratosthenes digunakan sebagai cara belajar. Dia pernah mempraktikannya bersama para siswa ketika terjadi musim hari tanpa bayangan di Indonesia yang waktunya dua kali dalam setahun.
Dari metode Eratosthenes itu yang perlu ditentukan dulu adalah tempat spesial hari tanpa bayangan. “Kalau di Indonesia, tempat spesial itu di garis katulistiwa,” kata Aldino.Beber apa tempat yang dilintasi garis ekuator itu diantaranya Bonjol, sebuah kota kecamatan di Pasaman, Sumatera Barat, juga Pontianak, Kalimantan Barat.
<!--more-->
Hari tanpa bayangan di Pontianak, berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), baru akan terjadi pada 20 Maret 2020 pukul 11.50 WIB. Hari tanpa bayangan terjadi saat posisi matahari tepat berada di atas kepala sehingga bayangan benda tegak tidak akan muncul karena menyatu dengan bendanya.
Setelah menentukan kota spesialnya, semisal Pontianak, pengukur kemudian mencari kota atau daerah kedua yang tidak mengalami hari tanpa bayangan pada 20 Maret namun segaris bujur. Garis bujur Pontianak pada rentang 109° 16' 25" – 109° 23' 04" BT. Kota yang memenuhi syarat seperti itu di Jawa misalnya di daerah Pemalang, Jawa Tengah, yang rentang garis bujurnya 109°17'30"–109°40'30" BT.
Pengukuran di Pemalang ditentukan pada 20 Maret pukul 11.50 sesuai momen hari tanpa bayangan di Pontianak. Kemudian, kata Aldino, tegakkan tongkat sepanjang satu meter di permukaan datar lalu ukur jarak antara tongkat ke bayangan benda untuk memukan sudut yang terbentuk. Caranya dengan menggunakan hubungan tangen atau perbandingan antara panjang bayangan dengan tinggi tongkat.
Hasil perbandingan yang didapat adalah nilai tangen sudutnya. Untuk mendapatkan besar sudutnya itu pengukur bisa menggunakan tabel trigonometri. Setelah itu pengukur menghitung jarak Pontianak-Pemalang dengan garis lurus.
Data-data yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam rumus persamaan Eratosthenes. Sudut bayangan dengan tongkat dibagi 360 (derajat) sama dengan jarak Pontianak-Semarang dibagi keliling Bumi. Pengukuran yang benar kata Aldino akan mendapatkan jarak keliling Bumi pada angka 40 ribuan kilometer.
“Lokasi pengukuran dengan kota mana pun dengan metode seperti itu akan sama hasilnya karena bumi diasumsikan bulat sempurna,” ujarnya.