Gempa Sukabumi Tergolong Lengkap, Terjadi 3 Kali Dalam Sejam
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Erwin Prima
Rabu, 11 Maret 2020 08:39 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Gempa darat Sukabumi pada Selasa sore, 12 Maret 2020, tergolong lengkap. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menggolongkannya sebagai tipe II.
“Di mana gempa diawali dengan gempa pendahuluan, selanjutnya terjadi gempa utama, dan kemudian diikuti gempa susulan,” kata Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Rabu 11 Maret 2020.
BMKG mencatat lindu pendahuluan Gempa Sukabumi pukul 17.09 WIB dengan magnitudo 3,1. Menyusul kemudian gempa utama bermagnitudo 5,1 pada pukul 17.18.04 WIB. Setelah itu muncul lagi gempa susulan dengan magnitudo 2,4 pada pukul 18.06 WIB.
Hasil analisis peta tingkat guncangan BMKG menunjukkan dampak gempa berupa guncangan kuat terjadi di Kecamatan Kalapanunggal, Kabupaten Sukabumi. Skala intensitas gempanya mencapai VI MMI atau getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan semua terkejut dan lari keluar. Plester dinding jatuh dan cerobong asap pada pabrik rusak, dan kerusakan ringan.
Berdasarkan laporan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jawa Barat di Kecamatan Kalapanunggal, Desa Mekarsari ada 17 unit rumah rusak berat, 15 unit rumah rusak sedang, dan 17 rumah rusak ringan. Korban luka ada 3 orang yang dibawa ke klinik Adiya Kalapanunggal.
Selain itu, guncangan gempa juga dirasakan di Cikidang, Ciambar, Cidahu dalam skala intensitas IV - V MMI di mana guncangan dirasakan oleh hampir semua penduduk menyebabkan warga berlarian keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Sementara itu guncangan juga dirasakan di Panggarangan, Bayah, Sukabumi dalam skala intensitas III MMI di mana guncangan dirasakan seperti ada truk berlalu.
Catatan lain dari Gempa Sukabumi, kata Daryono, yaitu di wilayah Indonesia ternyata masih banyak sebaran sesar aktif yang belum teridentifikasi dan terpetakan strukturnya dengan baik. Identifikasi dan pemetaan sesar aktif ini sangat penting untuk kajian mitigasi dan perencanaan wilayah.
Selain itu, soal bangunan tahan gempa, banyaknya korban bukan disebabkan oleh gempa, melainkan akibat bangunan roboh dan menimpa penghuninya. “Membuat bangunan rumah tembok asal bangun tanpa besi tulangan atau dengan besi tulangan dengan kualitas yang tidak standar,” katanya. Kondisi itu justru akan menjadikan penghuninya sebagai korban jika terjadi gempa.
ANWAR SISWADI