Wabah Virus Corona, Begini Singapura dan Hong Kong Dipuji

Reporter

Terjemahan

Jumat, 13 Maret 2020 15:35 WIB

Petugas memeriksa para penumpang di Bandara Changi, untuk mendeteksi suhu tubuh penumpang. Foto: Roslan Rahman/AFP via Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta - Per Kamis 12 Maret 2020, jumlah kasus infeksi virus corona baru COVID-19 di Hong Kong dan Singapura terhitung tak lebih dari 200 orang. Padahal keduanya termasuk yang lebih awal terpapar sejak epidemi virus itu dilaporkan terjadi di Cina (daratan) akhir Desember lalu.

Per hari yang sama, jumlah kasus di Prancis, Jerman, dan Spanyol secara keseluruhan telah mencapai sepuluh kali lipatnya. Italia lebih parah. Tiga pekan lalu hanya ada tiga kasus infeksi COVID-19 di negeri pizza itu, tapi sekarang sudah lebih dari 10 ribu.

Mike Ryan, Ketua Tim Darurat di Badan Kesehatan Dunia (WHO), menyebut perbedaan dramatis antara Hong Kong dan Singapura dengan negara lainnya itu menunjukkan bagaimana setiap pemerintahan negara-negara itu merespons virus corona jenis baru tersebut. "Berharap saja itu bukanlah sebuah strategi karena saat ini kita masih di puncak epidemi," katanya.

Ahli epidemiologi yang berpengalaman di masa krisis wabah SARS, flu burung, hingga Ebola itu menekankan langkah-langkah besar yang telah diambil pemerintahan seperti Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Menurut Ryan, wabah virus corona di ketiga negara itu kini relatif terkontrol.

"Ada indikasi yang sangat jelas bahwa pendekatan sistemik oleh pemerintahan yang mengerahkan seluruh taktik dan elemen yang ada bakal bisa mengendalikan penyebaran penyakit ini," katanya.

Advertising
Advertising

Ryan menyatakan telah sejak awal menyerukan kepada pemerintahan negara-negara di dunia untuk bersiap sebelum virus penyebab pneumonia akut itu sampai di depan pintu masing-masing--atau segera mengambil langkah begitu mengetahui virus itu sudah tiba. Hong Kong dan Singapura disebut telah mendengarkannya.

Keduanya dipuji karena cepat membangun sistem pemeriksaan sampel dan merawat setiap kasus pasien yang ada di wilayahnya. Hong Kong, misalnya, mengembangkan uji diagnostik dan cepat menyerahkan setiap sampel ke laboratorium di rumah sakit besar. Pada sebuah masa di Februari lalu, Hong Kong bahkan sempat mengkarantina sebanyak 12 ribu warganya.

Sedang Perdana Menteri Singapura juga cepat menyerukan kepada warganya agar tenang dan menjamin setiap perawatan terkait virus corona. Baik Hong Kong maupun Singapura memang masih menemukan kasus-kasus infeksi baru setiap minggunya, tapi mereka dinilai berhasil menghindari ledakan wabah seperti yang terjadi di banyak negara lain.

Petugas kesehatan di luar pintu apartemen Hong Mei House di Cheung Hong Estate, Hong Kong, 11 Februari 2020.[Felix Wong/South China Morning Post]

Ashish Jha, direktur di Harvard Global Helath Institute, Amerika Serikat, juga mengatakan ada negara-negara yang telah sangat agresif dan saat ini berhasil dengan baik menghadapi virus corona. "Tapi ada negara-negara lain yang kelihatannya tidak peduli dan saya kira kini menderita karenanya."

Jha menempatkan Italia dan Iran di kelompok yang kedua. Kedua negara ini dinilainya masih berusaha menyangkal kehadiran infeksi penyakit tersebut di awal-awal kasusnya yang pertama. Dia secara khusus mencontohkan kasus Wakil Menteri Kesehatan Iran. "Dia batuk-batuk dalam siaran televisi sambil bicara virus corona. Tapi sama sekali tidak menganggapnya serius."

Belakangan pejabat yang dimaksud terkonfirmasi positif terinfeksi COVID-19. Sekalipun begitu, ketika beberapa orang sudah jatuh sakit, Jha masih melihat Iran maupun Italia tak cepat melakukan pemeriksaan sampel skala besar. Keduanya dinilai terlalu lamban mencegah kerumunan-kerumunan massa yang memberi jalan penularan virus. Hasilnya, Italia dan Iran kini menjadi negara pemilik kasus infeksi terbesar di luar Cina.

Lalu bagaimana dengan Amerika Serikat? "Respons di negara kami lebih buruk lagi dari kebanyakan negara yang terinfeksi," kata Jha. Dia membandingkannya dengan Vietnam yang disebutnya telah memeriksa lebih banyak orang daripada yang dilakukan di Amerika.

"Tanpa dilakukan pemeriksaan sampel-sampel, Anda tidak akan tahu seberapa jauh penularan yang telah terjadi. Anda tidak bisa mengisolasi orang-orang. Anda tidak bisa melakukan apa-apa," kata Jha lagi.

Hong Kong yang telah melakukan serangkaian pemeriksaan kesehatan sejak Januari lalu hingga kini hanya memiliki 126 kasus terkonfirmasi. Sedang Amerika Serikat pada hari yang sama melaporkan jumlah yang dua kali lebih banyak hanya dalam rentang 24 jam terakhir.

NPR

Berita terkait

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

1 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Kisah Jendela Wine di Restoran-restoran di Italia, Digunakan untuk Social Distancing pada Abad ke-15

2 jam lalu

Kisah Jendela Wine di Restoran-restoran di Italia, Digunakan untuk Social Distancing pada Abad ke-15

Jendela wine diperkenalkan pada 1600-an, pada saat wabah bubonic menyebar ke seluruh Florence. Kembali populer saat pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Lima Perusahaan AS Kena Sanksi Iran karena Terlibat Genosida Gaza

10 jam lalu

Lima Perusahaan AS Kena Sanksi Iran karena Terlibat Genosida Gaza

Iran memberikan sanksi kepada perusahaan-perusahaan AS, individu-individu, yang terlibat dalam genosida di Gaza

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

12 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

22 jam lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Profil Lawrence Wong, Bakal PM Singapura yang Diperkenalkan Jokowi ke Prabowo

1 hari lalu

Profil Lawrence Wong, Bakal PM Singapura yang Diperkenalkan Jokowi ke Prabowo

Politikus Partai Aksi Rakyat yang segera PM Singapura ini lahir 18 Desember 1972 dibesarkan dari keluarga sederhana di Marine Parade Housing Board.

Baca Selengkapnya

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

2 hari lalu

5 Mata Uang dengan Nilai Paling Lemah di Dunia

Daftar negara dengan mata uang terlemah menjadi perhatian utama bagi para pengamat ekonomi dan pelaku pasar.

Baca Selengkapnya

Maskapai Penerbangan Ini Harus Bayar Kompensasi 39 Juta Gara-gara Sandaran Kursi Tak Bisa Direbahkan

2 hari lalu

Maskapai Penerbangan Ini Harus Bayar Kompensasi 39 Juta Gara-gara Sandaran Kursi Tak Bisa Direbahkan

Pnumpang maskapai penerbangan ini merasa diperlakukan sebagai penumpang kelas ekonomi meski sudah bayar kelas bisnis.

Baca Selengkapnya

Indonesia - Iran Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian

2 hari lalu

Indonesia - Iran Jalin Kerjasama Teknologi Pertanian

Iran akan mendorong pertukaran ekspor impor pada subsektor hortikultura khususnya yang berkaitan dengan buah-buahan

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya