Studi Temukan Hutan Subur di Kutub Selatan 90 Juta Tahun Lalu

Kamis, 2 April 2020 16:09 WIB

Penguin Adelie hidup secara koloni di berbagai lokasi di Kutub Selatan. Foto: David Merron Photography / Moment / Getty Images

TEMPO.CO, Jakarta - Penelitian terbaru mengungkap Antartika kemungkinan adalah rumah bagi hutan hujan yang subur pada 90 juta tahun lalu. Diterbitkan Rabu, 1 April 2020, penelitian itu menulis ulang asumsi ilmuwan tentang wilayah kutub, dan memicu pertanyaan baru tentang bagaimana iklim Bumi dapat berubah secara dramatis.

Studi baru yang dilakukan tim ahli geosains dari Alfred Wegener Institute, Helmholtz Centre for Polar and Marine Research, Jerman, ini mengeksplorasi inti sedimen yang diambil dari Laut Amundsen di Antartika Barat. Dari kedalaman, mereka menemukan serbuk sari tanaman, spora, dan bahkan jaringan akar padat.

"Pewarnaan lapisan sedimen yang tidak biasa dengan cepat menarik perhatian kami, itu jelas berbeda daripada lapisan di atasnya," kata ahli geologi Johann Klages, yang juga penulis utama studi ini, seperti dikutip dari laman Slash Gear, Rabu 1 April 2020.

Skala waktu yang terlibat cukup signifikan, 90 juta tahun yang lalu itu tepat di tengah periode waktu Kapur, ketika dinosaurus hidup di Bumi. Ini juga dikenal sebagai periode terhangat untuk planet Bumi, tapi yang tidak jelas adalah bagaimana kehangatan itu tercipta.

Hangatnya Antartika jelas bukan kondisi yang terlihat saat ini, dan menggambarkan sesuatu yang berbeda dari wilayah itu pada periode Cretaceous pertengahan. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa pantai Antartika Barat pada masa itu berupa hutan hujan beriklim sedang, yang tumbuh subur dengan suhu 54 derajat Fahrenheit.

Situasinya sama dengan yang kini masih ada di Pulau Selatan Selandia Baru, misalnya. "Selain itu, analisis pertama menunjukkan bahwa, pada kedalaman 27 hingga 30 meter di bawah dasar laut, kami telah menemukan lapisan yang awalnya terbentuk di darat, bukan di lautan," ujar Klages.

Pada ekspedisi RV Polarstern, para ahli melakukan pengeboran laut dekat Pine Island Glacier. Ketika dilakukan pemindaian computed tomography (CT) sinar-X, ditemukan campuran akar, diikat melalui tanah liat halus dan lanau. Serbuk sari tanaman vaskular dan spora dari berbagai spesies juga ditemukan.

Namun, salah satu tantangan untuk menjelaskan temuan itu adalah mencari tahu bagaimana kawasan itu bisa tetap begitu hangat. Simulasi pemodelan menduga dibutuhkan tingkat konsentrasi karbon dioksida yang jauh lebih tinggi di atmosfer untuk membawa iklim ke titik di mana suhu memungkinkan hutan hujan untuk bertahan hidup.

Pada 2019, nilai puncak kadar CO2 di atmosfer hanya kurang dari 415 ppm. Butuh konsentrasi hingga 1.680 ppm untuk menghasilkan suhu rata-rata Antartika 90 juta tahun yang lalu--seperti yang diduga dari hasil studi.

Seorang ahli geosains di pusat penelitian MARUM Bremen University, Torsten Bickert, menerangkan peneliti sekarang tahu bahwa ada empat bulan tanpa sinar matahari di masa Cretaceous. Yang masih belum jelas adalah proses apa yang terjadi untuk mengurangi suhu dan membentuk lapisan es kutub.

"Tetapi karena konsentrasi karbon dioksida sangat tinggi, iklim di sekitar Kutub Selatan bagaimanapun termasuk sedang dan tanpa massa es," kata Bickert yang juga ikut terlibat dalam penelitian.

SLASH GEAR

Advertising
Advertising

Berita terkait

Ilmuwan Muda Indonesia Ikut Ekspedisi Jelajahi Antartika

49 hari lalu

Ilmuwan Muda Indonesia Ikut Ekspedisi Jelajahi Antartika

Gerry Utama dari Indonesia ikut ekspedisi ke kutub selatan untuk menjelajahi Antartika.

Baca Selengkapnya

Peneliti Cina Meriset Antarktika, Mengebor Danau Subglasial Kedalaman 3.600 Meter

57 hari lalu

Peneliti Cina Meriset Antarktika, Mengebor Danau Subglasial Kedalaman 3.600 Meter

Kelompok peneliti dari Cina akan mengebor danau subglasial besar di bawah kedalaman es Antarktika

Baca Selengkapnya

Impian Berlayar ke Antartika Buyar, Kapal Pesiar Diam-diam Ubah Rute Perjalanan

14 Februari 2024

Impian Berlayar ke Antartika Buyar, Kapal Pesiar Diam-diam Ubah Rute Perjalanan

Penumpang kapal pesiar ini sudah membayar mahal, sampai Rp203 juta per orang untuk ikut ke Antartika.

Baca Selengkapnya

Ilmuwan Berusaha Ungkap Teka-teki Es Laut Antartika

22 Januari 2024

Ilmuwan Berusaha Ungkap Teka-teki Es Laut Antartika

Ilmuwan meneliti penyebab berkurangnya lapisan es di Antartika. Bisa membantu pemerintah merencanakan cara merespons kenaikan air laut.

Baca Selengkapnya

Mikroplastik di Antartika Dianalisis Gunakan Ilmu Nuklir, Kaji Kotoran Penguin

9 Januari 2024

Mikroplastik di Antartika Dianalisis Gunakan Ilmu Nuklir, Kaji Kotoran Penguin

Mikroplastik di Antartika dikaji pada kotoran penguin dan air.

Baca Selengkapnya

Imuwan Temukan Antartika Pernah Jadi Rumah Bagi Sungai & Hutan Penuh Kehidupan

27 Oktober 2023

Imuwan Temukan Antartika Pernah Jadi Rumah Bagi Sungai & Hutan Penuh Kehidupan

Lanskap kuno yang terbentuk oleh sungai terungkap jauh di bawah es Antartika.

Baca Selengkapnya

Pemanasan Global Parah, NASA Catat Es Laut Antartika Kian Tipis

26 September 2023

Pemanasan Global Parah, NASA Catat Es Laut Antartika Kian Tipis

Es laut di benua Antartika dan samudra Arktik sedang mengalami tren penurunan es laut.

Baca Selengkapnya

8 Bandara Ini Bikin Pilot dan Penumpang Tegang saat akan Mendarat

2 September 2023

8 Bandara Ini Bikin Pilot dan Penumpang Tegang saat akan Mendarat

Bandara didesain dengan infrastruktur yang kuat, seperti alat bantu visual dan peringatan, juga landasan pacu yang memadai. Tapi 8 bandara ini tidak.

Baca Selengkapnya

Wahana India Chandrayaan-3 Mendarat Pertama di Kutub Selatan Bulan

24 Agustus 2023

Wahana India Chandrayaan-3 Mendarat Pertama di Kutub Selatan Bulan

Ini misi Chandrayaan-3 kedua dan dijadwalkan diluncurkan pada 14 Juli 2023.

Baca Selengkapnya

7 Destinasi Wisata Ekstrem untuk Penyuka Petualangan

9 Agustus 2023

7 Destinasi Wisata Ekstrem untuk Penyuka Petualangan

Jika Anda menyukai petualangan, lanskap ekstrem dan kondisi menantang tentu menjadi daya tarik untuk destinasi wisata

Baca Selengkapnya