Tanpa Gejala, Virus Corona Covid-19 Bisa Memicu Diabetes?
Reporter
Terjemahan
Editor
Zacharias Wuragil
Jumat, 26 Juni 2020 18:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pada pertengahan April, Finn Gnadt, seorang pelajar berusia 18 tahun dari Kiel, Jerman, menyadari kalau dirinya terinfeksi SARS-CoV-2. Padahal tidak ada tanda atau gejala infeksi virus corona penyebab Covid-19 itu pada dirinya.
Sebelumnya, kedua orang tua Gnadt jatuh sakit dan dinyatakan positif penyakit itu setelah pelesir ke Austria. Akibatnya, seluruh anggota keluarga pun diperiksa dan diuji untuk keberadaan infeksi virus tersebut.
Gnadt mengira dia telah lolos dari infeksi itu tanpa gejala. Tapi, beberapa hari kemudian, dia mengeluh sangat lelah dan selalu haus. Pada awal Mei, dia didiagnosa dengan penyakit diabetes tipe 1—tipe diabetes yang selama ini dikenal karena masalah autoimun yang menyebabkan tubuh tak memproduksi insulin, si pemecah gula jadi energi.
Tim Hollstein, dokter yang merawat Gnadt di University Hospital Schleswig-Holstein di Kiel langsung mencurigai infeksi virus corona ada hubungannya dengan kondisi pasiennya tersebut.
Pada kebanyakan orang dengan diabetes tipe 1, sel-sel imun tubuhnya menghancurkan sel-sel beta di pankreas, yang sering kali terjadi mendadak. Sel beta adalah sel yang bertanggung jawab untuk produksi hormon insulin.
Dalam kasus Gnadt, Hollstein curiga virus corona itu yang menghancurkan sel beta milik remaja tersebut. Ini karena dalam darahnya tak terdeteksi sel imun yang biasanya ditemukan merusak saluran pankreas di mana sel beta itu hidup.
Diabetes selama ini telah diketahui menjadi faktor risiko utama untuk Covid-19 berkembang menjadi parah dan bahkan hampir pasti menyebabkan pasiennya meninggal. “Diabetes adalah dinamit jika Anda terinfeksi Covid-19,” kata Paul Zimmet, yang mempelajari penyakit itu di Monash University, Melbourne, Australia.
Zimmet tergabung di antara kelompok ilmuwan yang jumlahnya semakin banyak yang berpikir diabetes tidak hanya membuat seseorang semakin rentan atas infeksi virus corona. Tapi juga virus itu mungkin menyebabkan diabetes pada orang-orang tertentu. “Diabetes ini sendiri pandemik sama seperti Covid-19 adalah pandemik. Dua pandemik ini bisa saja saling bertabrakan,” katanya.
<!--more-->
Belum ada bukti ilmiah untuk pernyataan itu. ‘Insting’ mereka berdasarkan orang-orang seperti Gnadt yang bisa tiba-tiba mengidap diabetes setelah terinfeksi SARS-CoV-2. Selain kejadian belasan orang lainnya korban Covid-19 yang dibawa ke rumah sakit dengan kadar gula dalam darah dan ketone—diproduksi dari simpanan lemak dalam hati--yang sangat tinggi.
Ketika tubuh tidak membuat insulin yang cukup untuk bisa memecah zat gula, dia biasanya menggunakan ketone sebagai sumber bahan bakar altenatif. “Dalam sains, kadang Anda harus memulai dengan bukti yang samar untuk bisa menyusun hipotesis,” kata Zimmet.
Para ilmuwan di kelompok ini memberi bukti lain. Sejumlah virus termasuk SARS disebut juga terkait dengan kondisi autoimun seperti diabetes tipe 1. Pun banyak organ yang terlibat dalam pengendalian kadar gula darah kaya akan protein yang disebut ACE2, protein yang dibutuhkan SARS-CoV-2 untuk bisa menginfeksi sel.
Petunjuk terakhir datang dari eksperimen di pankreas di laboratorium. Hasil studinya yang diterbitkan pekan lalu memunculkan dugaan kalau virus mungkin memicu diabetes dengan cara merusak sel-sel yang mengendalikan gula darah.
Namun kelompok ilmuwan lain memilih berhati-hati. Naveed Sattar, peneliti penyakit metabolisme di University of Glasgow, Inggris, misalnya. “Kita harus amati betul dulu tingkat diabetes pada pasien sebelum dia terinfeksi Covid-19, dan pastikan apakah bertambah parah karenanya,” katanya.
Untuk mendapatkan keterkaitannya, harus ada bukti yang lebih tegas. Ini seperti yang disampaikan Abd Tahrani, dokter dan peneliti di University of Birmingham, Inggris. “Mekanisme dan studi perbandingan epidemiologis serta studi percobaan yang dikonstruksi dengan baik amat dibutuhkan,” katanya.
Satu inisiatif kini sedang berjalan untuk memenuhi tuntutan itu. Pada awal bulan ini kelompok ilmuwan internasional, termasuk Zimmet, mendirikan basisdata global untuk mengumpulkan informasi tentang mereka yang terinfeksi Covid-19 dan kadar gula darah tinggi namun tidak memiliki riwayat diabetes ataupun masalah kadar gula dalam darahnya.
NATURE