Studi: Nyamuk Berevolusi Gigit Manusia Gara-gara Cari Air

Reporter

Terjemahan

Minggu, 26 Juli 2020 21:31 WIB

Ilustrasi nyamuk (Pixabay.com)

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi menunjukkan nyamuk berevolusi menggigit manusia jika mereka tinggal di tempat-tempat dengan musim kering yang intens. Ini karena nyamuk butuh air untuk berkembang biak dan menjadi berbaur dengan manusia karena adanya simpanan air dalam jumlah besar.

Banyak jenis nyamuk menggigit beragam jenis hewan, tapi beberapa hanya suka manusia dan tidak ada yang tahu kenapa hingga kini. Nyamuk jenis Aedes aegypti kerap hanya menggigit dan mengisap darah manusia dan karenanya menyebabkan penyakit seperti Zika, demam berdarah, dan demam kuning. Tapi beberapa populasi spesies yang hidup di Afrika memiliki diet yang luas.

"Belum ada yang benar-benar meneliti dan mangkarakterisasi secara sistematis variasi perilaku di Afrika itu," kata Noah Rose di Princeton University, New Jersey, Amerika Serikat. Untuk melakukannya, dia dan sejumlah rekan peneliti mengumpulkan telur nyamuk A. aegypti dari 27 situs di sub-Sahara Afrika dan membiakkannya di laboratorium.

Rose dkk lalu menempatkan nyamuk peliharaan itu dalam sebuah kamar di mana para serangga itu bisa menangkap bau manusia ataupun hewan--babi atau burung puyuh–untuk melihat mana yang dipilih nyamuk untuk digigit. Yang didapati adalah pereferensi yang sangat variatif.

Para peneliti lalu membangun sebuah model untuk menentukan faktor apa yang mempengaruhi preferensi pilihan nyamuk-nyamuk itu. Nyamuk yang tinggal di area-area di mana musim keringnya panjang dan intens, berdasarkan model itu, cenderung memilih manusia. Ada juga pengaruh urbanisasi meski tidak besar, yakni nyamuk di kota cenderung pilih manusia.

Advertising
Advertising

Menurut Rose, musim kering yang panjang adalah masalah untuk nyamuk A. aegypti. Alasannya, nyamuk jenis ini bergantung pada air yang tenang atau genangan sebagai tempat untuk membesarkan bayinya atau jentik. Tapi manusia sering menciptakan sumber air seperti itu, apakah berupa tempat-tempat penampungan air hujan atau irigasi ke areal tanaman. Nyamuk yang hidup ribuan tahun lalu, kata Rose, mungkin telah datangi ke tempat-tempat itu kemudian berevolusi menggigit manusia.

"Ceritanya bisa berbeda untuk nyamuk Anopheles yang menyebarkan malaria," kata Rose. Dia menerangkan, nyamuk-nyamuk jenis ini memiliki siklus hidup yang berbeda. “Yang dewasa bisa ke fase estivasi di mana mereka mengering melalui musim kering."

Model itu menduga akan ada lebih banyak populasi A. aegypti yang akan mulai memilih manusia antara sekarang dan 2050. Urbanisasi di Afrika juga berkembang dan ini diperkirakan bisa berdampak kuat bagi evoluasi nyamuk.

Yang mengejutkan, perubahan iklim tidak membuat perbedaan besar selama tiga dekade ke depan. Sebabnya, Rose menjelaskan, perubahan iklim diprediksi tidak mengubah musim kering Afrika secara drastis.

NEW SCIENTIST

Berita terkait

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

22 jam lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

1 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

2 hari lalu

5 Hal yang Jadi Fokus Tangani Penyakit Arbovirus seperti DBD

Kementerian Kesehatan Indonesia dan Brazil berkolaborasi untuk memformulasikan upaya mencegah peningkatan insiden penyakit Arbovirus seperti DBD

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

2 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

2 hari lalu

5 Negara Asia Tenggara Dilanda Gelombang Panas, Indonesia Diserang DBD

Negara-negara Asia Tenggara tengah berjuang melawan gelombang panas yang mematikan tahun ini.

Baca Selengkapnya

Waspada, Kena DBD Selama Kehamilan Bisa Pengaruhi Kesehatan Bayi di 3 Tahun Pertama

7 hari lalu

Waspada, Kena DBD Selama Kehamilan Bisa Pengaruhi Kesehatan Bayi di 3 Tahun Pertama

Studi baru menyebutkan ibu yang terkena DBD selama masa kehamilannya dapat mempengaruhi kesehatan bayi 3 tahun pertamanya.

Baca Selengkapnya

Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

8 hari lalu

Punya Gejala Mirip Tipus, Kenali Tanda Demam Berdarah Dengue

Demam Berdarah Dengue (DBD) memiliki gejala yang hampir sama dengan Typhus. Namun keduanya adalah jenis penyakit yang berbeda

Baca Selengkapnya

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

8 hari lalu

Hari Demam Berdarah Nasional, Ini 4 Cara Mencegah DBD

22 April ditetapkan sebagai Hari Demam Berdarah Nasional oleh Kemenkes, meningkatkan kesadaran wargauntuk dapat mencegah penyakit DBD.

Baca Selengkapnya

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

9 hari lalu

Amerika Perkuat Infrastruktur Transportasinya dari Dampak Cuaca Ekstrem, Kucurkan Hibah 13 T

Hibah untuk lebih kuat bertahan dari cuaca ekstrem ini disebar untuk 80 proyek di AS. Nilainya setara separuh belanja APBN 2023 untuk proyek IKN.

Baca Selengkapnya

10 Hewan Paling Berbahaya di Dunia, Ada Lalat Tsetse hingga Ikan Batu

10 hari lalu

10 Hewan Paling Berbahaya di Dunia, Ada Lalat Tsetse hingga Ikan Batu

Berikut deretan hewan paling berbahaya di dunia yang bisa membunuh manusia dalam hitungan detik. Ada lalat tsetse hingga tawon laut.

Baca Selengkapnya