Setelah Diancam, Facebook Blokir Akses Grup Pengkritik Raja Thailand

Reporter

Tempo.co

Editor

Erwin Prima

Selasa, 25 Agustus 2020 13:20 WIB

Ilustrasi logo Instagram, Facebook, Whatsapp
<p>TEMPO.CO, Jakarta - Raksasa media sosial, <a href="https://www.tempo.co/tag/facebook" target="_blank" rel="noopener">Facebook</a>, pada Senin, 24 Agustus 2020, memblokir akses grup Royalist Marketplace yang kerap menyuarakan protes terhadap pemerintahan Thailand.</p><p>Diberitakan Reuters, pemblokiran pada grup tersebut dilakukan setelah pemerintah Thailand mengancam tindakan hukum pada Facebook atas konten yang dianggap mencemarkan nama baik <a href="https://www.tempo.co/tag/kerajaan" target="_blank" rel="noopener">kerajaan</a>.</p><p>Pendiri grup Royalist Marketplace, Pavin Chachavalpongpun, mengatakan Facebook telah tunduk pada tekanan pemerintah yang didominasi militer. Pavin juga menganggap Facebook telah bekerja sama dengan rezim otoriter dalam menghalangi demokrasi dan menumbuhkan otoritarianisme di Thailand.</p><p>&ldquo;Grup kami adalah bagian dari proses demokratisasi, ini adalah ruang kebebasan berekspresi,&rdquo; ujar Pavin dikutip dari Reuters pada Selasa, 25 Agustus 2020. Selain pendiri grup Royalist Marketplace, Pavin juga merupakan seorang akademisi dan kritikus monarki yang sekarang tinggal di Jepang.</p><p>Sementara itu, diberitakan The Verge, pihak Facebook mengaku terpaksa membatasi akses terhadap konten yang dianggap ilegal oleh pemerintah Thailand. Facebook juga menganggap tindakan berlebihan yang dilakukan pemerintah Thailand dapat merusak kemampuan Facebook untuk berinvestasi di Thailand.</p><p>&ldquo;Permintaan seperti ini sangat berat, melanggar hukum hak asasi manusia internasional, dan memiliki efek mengerikan pada kemampuan orang untuk mengekspresikan diri,&rdquo; ujar Juru Bicara Facebook, dikutip dari The Verge, pada Selasa, 25 Agustus 2020.</p><p>Sebelumnya, Pemerintah Thailand sempat mengecam Facebook karena tidak membatasi konten yang melanggar Undang-Undang Kejahatan Digital di Thailand. Mereka memberi waktu 15 hari kepada Facebook untuk menghapus konten-konten yang melanggar undang-undang tersebut.</p><p>&ldquo;Batas waktu hampir habis dan Facebook memahami konteks masyarakat <a href="https://www.tempo.co/tag/thailand" target="_blank" rel="noopener">Thailand</a>, jadi mereka bekerja sama,&rdquo; ujar juru bicara kementerian, Putchapong Nodthaisong, dikutip dari Reuters.</p><p>THE VERGE | REUTERS | MUHAMMAD AMINULLAH | EZ</p>

Berita terkait

Berita terkait tidak ada