Studi: 1 dari 10 Pasien Covid-19 Dirawat Kembali Setelah Pulang dari UGD

Reporter

Tempo.co

Editor

Erwin Prima

Rabu, 23 September 2020 19:36 WIB

Seorang pekerja medis merawat pasien yang menderita penyakit virus corona (Covid-19), di Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit Yatharth di Noida, di pinggiran New Delhi, India, 15 September 2020.[REUTERS / Adnan Abidi]

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi yang diterbitkan Academic Emergency Medicine pada Agustus lalu, menunjukkan hampir satu dari sepuluh pasien Covid-19 harus menjalani rawat kembali setelah selesai menjalani perawatan di unit gawat darurat (UGD). Para pasien tersebut rata-rata akan menjalani rawat kembali setelah satu minggu pulang ke rumah.

Melansir Science Daily, pada Rabu 23 September 2020, menurut catatan para peneliti, para pasien tersebut biasanya menunjukkan gejala hipoksia dan demam berkelanjutan hingga akhirnya harus menjalani perawatan kembali di UGD.

Studi yang dilakukan oleh para peneliti dari Penn Medicine tersebut melibatkan lebih dari 1.400 pasien yang mengunjungi UGD pada bulan Maret sampai April 2030. Secara keseluruhan, ada 8,6 persen pasien Covid-19 yang harus kembali menjalani perawatan medis dalam kurun waktu tiga sampai tujuh hari setelah selesai menjalani perawatan di UGD.

"Kami terkejut dengan angka keseluruhan pasien kembali tersebut, angka itu dua kali lipat lebih tinggi dari penyakit lain," kata Adjunct Assistant Professor of Emergency Medicine Parelman School of Medicine di Penn Medicine, yang juga penulis utama penelitian, Austin Kilaru, dikutip Science Daily. Dia juga menambahkan, angka tersebut bukan karena kesalahan dokter dalam membuat keputusan, melainkan Covid-19 adalah penyakit yang tidak bisa diprediksi.

Peneliti juga mencatat pasien Covid-19 berusia 60 tahun ke atas menjadi kelompok paling rentan yang mungkin dirawat kembali di UGD. Kelompok ini lima kali lebih mungkin terjangkit Covid-19 untuk kedua kalinya dibanding pasien berusia 18 hingga 39 tahun.

Advertising
Advertising

Selain itu, pasien dengan oksimetri nadi rendah juga hampir empat kali lebih mungkin untuk kembali mendapat perawatan UGD ketimbang pasien dengan oksimetri nadi tinggi. Sedangkan pasien yang mengalami demam, memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar daripada pasien yang tidak merasakan demam. Kemungkinan tersebut masih bisa bertambah tinggi apabila pasien memiliki faktor lain seperti rontgen dada yang tidak normal.

Melansir Forbes, Wakil Ketua Eksekutif Departemen Pengobatan Darurat, Rumah Sakit Umum Massachusetts, Ali Raja, mengatakan faktor tidak normal yang dimiliki pasien bisa saja meningkatkan resiko rawat kembali. Hal itu disebabkan oleh perubahan faktor tersebut yang terjadi dari waktu ke waktu.

"Itu karena tubuh mereka mungkin sudah mengalami masalah dalam mengkompensasi infeksi virus corona," kata Ali, dikutip dari Forbes.

Sebagai tindak lanjut dari penelitian tersebut, para peneliti berharap agar para dokter yang menangani pasien Covid-19 dapat memutuskan pasien mana yang boleh menjalani perawatan di rumah, dan mana yang tidak boleh. Para peneliti juga menyarankan untuk menggunakan pemantauan pasien jarak jauh yang bisa digunakan untuk memantau perkembangan pasien Covid-19.

SCIENCE DAILY | FORBES | M. AMINULLAH | EZ

Berita terkait

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

18 jam lalu

Dokter Bedah Ternama Gaza Tewas di Penjara Israel, Diduga Disiksa

Seorang dokter bedah Palestina terkemuka dari Rumah Sakit al-Shifa di Gaza meninggal di penjara Israel setelah lebih dari empat bulan ditahan.

Baca Selengkapnya

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

23 jam lalu

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

1 hari lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

2 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

2 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

2 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

8 hari lalu

Setiap 26 April Diperingati Hari Kekayaan Intelektual Sedunia, Ini Awal Penetapannya

Hari Kekayaan Intelektual Sedunia diperingati setiap 26 April. Begini latar belakang penetapannya.

Baca Selengkapnya

Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

11 hari lalu

Atasi Kekurangan Zinc pada Anak, Periset BRIN Teliti Suplemen Zinc dari Peptida Teripang

Saat ini suplemen zinc yang tersedia di pasaran masih perlu pengembangan lanjutan.

Baca Selengkapnya

BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

12 hari lalu

BRIN Tawarkan Model Agrosilvofishery untuk Restorasi Ekosistem Gambut Berbasis Masyarakat

Implimentasi model agrosilvofishery pada ekosistem gambut perlu dilakukan secara selektif.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

12 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya