Sejumlah massa terlibat bentrok saat melakukan aksi di Kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis, 8 Oktober 2020. Aksi tersebut dalam rangka penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law. TEMPO/Muhammad Hidayat
Zubairi juga menyoroti rencana pilkada. Dia mengimbau seluruh lapisan masyarakat agar menghindari atau meniadakan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak. Tujuannya supaya rantai penularan virus corona dapat diputus.
"Saya mohon sekali untuk alasan apapun baik demo, pengajian, gereja, sekolah, konser musik dan sebagainya agar ditiadakan dulu," kata dia.
Terpisah, ahli epidemiologi di Universitas Gadjah Mada (UGM), Riris Andono Ahmad, juga ngeri dengan dampak penularan Covid-19 dari sejumlah besar demonstrasi tersebut. Dia membandingkan dengan momen Lebaran yang mampu meningkatkan jumlah kasus positif tanpa skala massa kumpul-kumpul yang besar.
Riris Andono mengatakan dalam kerumunan yang besar seperti unjuk rasa, tidak ada yang dapat menjamin bahwa seluruh pesertanya tidak ada yang membawa virus. Termasuk mengenai disiplin protokol kesehatan.
"Lalu siapa yang bisa menjamin mereka tidak kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, lalu entah menyentuh mulutnya atau matanya dalam kerumunan yang sebegitu besar," kata dia.
Selain itu, Riris Andono melanjutkan bahwa pelacakan kontak erat akan sulit dilakukan, apabila kemudian muncul kasus penularan Covid-19. Ini karena tidak saling kenal orang di sekitarnya. "Kalau di pasar masih mungkin mengingat orang yang kontak tetapi kalau di kerumunan sulit," kata dia.
Riris juga menyesalkan kebijakan Pemerintah DIY yang sekalipun menetapkan status tanggap darurat tapi mengizinkan kerumunan besar demonstrasi. "Dalam situasi tanggap darurat semestinya bisa menggunakan pendekatan darurat," kata dia.