Studi WHO Ragukan Kemampuan Antivirus Remdesivir

Reporter

Tempo.co

Editor

Erwin Prima

Jumat, 16 Oktober 2020 17:51 WIB

Botol obat remdesivir untuk virus corona di fasilitas Gilead Sciences di La Verne, California, AS 18 Maret 2020. [Gilead Sciences Inc / Handout via REUTERS.]

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Kesehatan Dunia (WHO) merilis sebuah studi yang mengatakan obat antivirus Remdesivir tidak memiliki pengaruh yang besar dalam menekan angka kematian akibat Covid-19. Studi tersebut diunggah di laman pracetak ilmu kesehatan Medrxiv, Kamis 15 Oktober 2020.

Dalam penelitiannya internasionalnya, para peneliti menguji empat obat, meliputi remdesivir, hydroxychloroquine, lopinavir, dan interferon selama enam bulan. Keempat obat tersebut diujikan pada lebih dari 11 ribu orang dewasa dari 405 rumah sakit di 30 negara.

“Rejimen remdesivir, hydroxychloroquine, lopinavir dan interferon tampaknya hanya memiliki sedikit efek atau bahkan tidak sama sekali pada kasus Covid-19 yang dirawat di rumah sakit, seperti kematian secara keseluruhan, ventilasi awal, dan lama perawatan di rumah sakit,” tulis para peneliti di kesimpulan laporannya.

Sementara itu, seperti diberitakan Forbes, laporan WHO tersebut belum ditinjau oleh rekan sejawat. Selain itu, seminggu sebelum WHO merilis laporannya, sebuah laporan penelitian yang diterbitkan New England Journal of Medicine, mengatakan remdesivir mampu mempersingkat waktu pemulihan orang dewasa ketika dirawat akibat infeksi Covid-19.

Dalam penelitiannya, para peneliti menguji kemampuan remdesivir dan plasebo dalam mempersingkat pemulihan pasien Covid-19. Dari 1.062 pasien, 541 orang mendapat remdesivir dan 521 sisanya mendapat plasebo. Pasien yang menerima remdesivir memiliki waktu pemulihan rata-rata 10 hari, sementara pasien dengan plasebo membutuhkan waktu pemulihan hingga 15 hari.

Advertising
Advertising

“Data kami menunjukkan bahwa remdesivir lebih unggul daripada plasebo dalam mempersingkat waktu pemulihan pada orang dewasa yang dirawat di rumah sakit dengan Covid-19 dan memiliki bukti infeksi saluran pernapasan bagian bawah,” tulis peneliti di laporan studinya.

Menanggapi hasil laporan dua penelitian tentang remdesivir tersebut, Seorang dokter penyakit menular di University of Alberta di Kanada, Ilan Schwartz, mencoba memberi penjelasan. Melansir New York Times, Schwartz mengatakan meskipun tidak berdampak besar pada penurunan angka kematian, remdesivir mungkin masih bisa digunakan untuk perawatan pasien Covid-19 yang belum parah.

Covid-19 yang sudah parah sebagian besar didorong oleh respons kekebalan berlebih beberapa hari setelah virus menginfeksi tubuh. Sebelum hal itu terjadi, antivirus masih mungkin memadatkan virus dan melindungi tubuh orang yang terinfeksi. “Pemberian remdesivir setelah titik itu mungkin tidak ada gunanya,” kata Schwartz.

FORBES | NY TIMES | MEDRXIV MUHAMMAD AMINULLAH | EZ

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

5 jam lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

11 jam lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

17 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

20 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

1 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

1 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

4 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

7 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

8 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya