Larang Remdesivir, WHO: Tak Ada Bukti Memberi Hasil Efektif

Reporter

Antara

Editor

Erwin Prima

Sabtu, 21 November 2020 09:39 WIB

Seorang teknisi lab secara visual memeriksa botol berisi obat potensial virus corona remdesivir di fasilitas Ilmu Gilead di La Verne, California, AS 11 Maret 2020. [Gilead Sciences Inc / Handout via REUTERS]

TEMPO.CO, London - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Jumat, 20 November 2020, mengatakan obat antivirus remdesivir tidak boleh digunakan untuk mengobati pasien Covid-19, tidak peduli seberapa parah kondisi mereka karena tidak ada bukti bahwa obat itu memberikan hasil efektif.

"Panel tidak menemukan cukup bukti bahwa remdesivir meningkatkan efek yang penting bagi pasien, seperti penurunan mortalitas, kebutuhan ventilasi mekanis, masa perbaikan klinis, dan lain-lain," kata panel Kelompok Pengembangan Pedoman (GDG) WHO.

"Setiap efek menguntungkan dari remdesivir, jika memang ada, kemungkinannya kecil dan potensi bahaya yang penting masih ada," imbuhnya.

Rekomendasi WHO itu, yang diterbitkan dalam British Medical Journal, didasarkan pada tinjauan bukti yang mencakup data dari empat uji coba acak internasional di antara lebih dari 7.000 pasien yang dirawat di rumah sakit.

Setelah meninjau bukti itu, panel menyimpulkan bahwa remdesivir tidak memiliki efek yang berarti terhadap tingkat kematian atau hasil penting lainnya untuk pasien.

Advertising
Advertising

"Terutama mengingat implikasi biaya dan sumber daya yang terkait dengan remdesivir, panel merasa harus ada tanggung jawab dalam menunjukkan bukti kemanjuran, yang tidak diperlihatkan oleh data yang tersedia saat ini," katanya.

Remdesivir merupakan satu dari hanya dua obat yang saat ini diizinkan untuk mengobati pasien Covid-19 di seluruh dunia. Penggunaannya telah disetujui di Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan negara lain setelah penelitian awal menemukan bahwa obat antivirus itu dapat mempersingkat waktu pemulihan pada beberapa pasien Covid-19.

Dibuat oleh perusahaan Gilead AS, remdesivir sangat mahal dan harus diberikan melalui infus atau intravena. Gilead mengatakan pada bulan lalu bahwa obat itu telah meningkatkan penjualan kuartal ketiganya sekitar US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,7 triliun.

ANTARA | XINHUA

Berita terkait

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

11 jam lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

18 jam lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

2 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

5 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

8 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

22 hari lalu

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.

Baca Selengkapnya

Hari Kesehatan Sedunia, Akses Pelayanan Bermutu Masih Jadi Harapan

26 hari lalu

Hari Kesehatan Sedunia, Akses Pelayanan Bermutu Masih Jadi Harapan

Hari Kesehatan Sedunia 2024, diharapkan terwujudnya kesehatan bagi semua agar mendapat akses pelayanan kesehatan bermutu.

Baca Selengkapnya

Perjalanan Penetapan Hari Kesehatan Dunia, Bareng Berdirinya WHO

27 hari lalu

Perjalanan Penetapan Hari Kesehatan Dunia, Bareng Berdirinya WHO

Kilas balik Hari Kesehatan Dunia dan terbentuknya WHO

Baca Selengkapnya

Hati-hati Konsumsi Daging Merah Berlebihan Berbahaya Bagi Kesehatan

28 hari lalu

Hati-hati Konsumsi Daging Merah Berlebihan Berbahaya Bagi Kesehatan

Jika daging sapi atau daging merah dikonsumsi berlebihan dapat mengancam kesehatan. Bagaimana sebaiknya?

Baca Selengkapnya

Kepala WHO Akui Rumah Sakit Al Shifa Gaza Hancur

30 hari lalu

Kepala WHO Akui Rumah Sakit Al Shifa Gaza Hancur

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Rabu, 3 Apil 2024, mengungkap kehancuran di Rumah Sakit Al Shifa di Gaza

Baca Selengkapnya