Waspada Virus Nipah dari Malaysia, Ini Peringatan Pakar Unair

Rabu, 3 Februari 2021 10:10 WIB

Sebuah hasil studi independen menyebut bahwa tidak ada satu pun perusahaan farmasi besar di dunia yang siap jika terjadi pandemi virus Nipah terjadi berikutnya. YOUTUBE/CNA

TEMPO.CO, Jakarta - Virus Nipah menjadi pembicaraan akhir-akhir ini. Saat pandemi Covid-19 masih memukul berbagai sendi kehidupan, virus Nipah menjadi sorotan karena ilmuwan di sejumlah Asia menyampaikan kasus yang terjadi di negaranya.

Baca:
Guru Besar Unair Sebut Struktur Virus Nipah Mudah Bermutasi

Guru Besar dari Universitas Airlangga (Unair) Chairul Anwar Nidom menerangkan infeksi virus Nipah, yang belum ditemukan di Indonesia, bisa melalui urine atau feses, air liur atau buah-buahan yang bekas digigit kelelawar atau dimakan babi. “Kemudian menular ke manusia,” ujar dia saat dihubungi, Selasa malam, 2 Februari 2021.

Virus Nipah pertama diketahui pada 1998 di Malaysia. Virus tersebut kemudian menyebar ke sejumlah negara, seperti Thailand, India, Singapura, Cina, dan Bangladesh. Dan masuk dalam daftar sepuluh penyakit menular Organisasi kesehatan dunia (WHO) yang memiliki risiko kesehatan terbesar

Nidom yang juga Ketua tim Laboratorium Professor Nidom Foundation menjelaskan langkah agar tidak tertular virus tersebut. Salah satunya, jangan mengganggu habitat kelelawar, termasuk pengubahan fungsi hutan.

“Kalau makan buah harus dicuci dengan baik. Jika mungkin, sebelum dicuci didisinfektan dulu. Untuk peternak babi, sebaiknya dihindari dari hewan kelelawar, dan sering dilakukan disinfeksi,” kata Nidom.

Advertising
Advertising

Seseorang yang terinfeksi virus Nipah akan merasakan gangguan pernapasan hingga peradangan pada jaringan otak hingga mengganggu kerja saraf atau ensefalitis. WHO menyatakan belum ada obat atau vaksin khusus virus Nipah.

“Bagi penggemar kuliner daging kelelawar sebaiknya diperhatikan situasi ini. Gejala penyakitnya menyerang pada pernapasan dan sampai ke otak atau ensefalitis. Dan tingkat kematiannya 75 persen,” tutur dia.

Direktur Eksekutif Access to Medicine Foundation, sebuah nirlaba yang berbasis di Belanda, Jayasree K. Iyer, mengatakan wabah virus Nipah yang terjadi di Cina, dengan tingkat kematian hingga 75 persen berpotensi menjadi risiko pandemi besar berikutnya. "Virus Nipah merupakan penyakit menular yang bisa meledak kapan saja," kata Jayasree K. Iyer seperti dikutip dari The Guardian.

Berita terkait

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

1 jam lalu

Microsoft Investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, Bagaimana dengan di Indonesia?

Microsoft siap investasi Rp35,6 triliun di Malaysia, bagaimana dengan rencana investasinya di Indonesia?

Baca Selengkapnya

KKP Tangkap 3 Kapal Ikan Asing di Laut Natuna dan Selat Malaka, Berbendera Vietnam dan Malaysia

2 jam lalu

KKP Tangkap 3 Kapal Ikan Asing di Laut Natuna dan Selat Malaka, Berbendera Vietnam dan Malaysia

Dua Kapal Ikan Asing berbendera Vietnam sempat hendak kabur sehingga petugas harus mengeluarkan tembakan peringatan.

Baca Selengkapnya

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

4 jam lalu

Top 3 Dunia: India Tak Terima Tuduhan Xenofobia Biden Hingga Gencatan Senjata Gaza

Berita Top 3 Dunia pada Sabtu 4 Mei 2024 diawali penolakan India soal tudingan xenofobia oleh Presiden AS Joe Biden

Baca Selengkapnya

Microsoft Tanamkan Investasi 2,2 Milyar Dolar AS di Malaysia, Apa yang Dibidik?

17 jam lalu

Microsoft Tanamkan Investasi 2,2 Milyar Dolar AS di Malaysia, Apa yang Dibidik?

Microsoft juga akan bekerja sama dengan pemerintah Malaysia untuk mendirikan Pusat Keunggulan AI Nasional dan meningkatkan kemampuan keamanan siber.

Baca Selengkapnya

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

20 jam lalu

Hamas: Netanyahu Berusaha Gagalkan Kesepakatan Gencatan Senjata di Gaza

Pejabat senior Hamas mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berupaya menggagalkan kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Baca Selengkapnya

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

1 hari lalu

Kenaikan UKT di ITB dan Temuan Senyawa Penghambat Kanker Mengisi Top 3 Tekno Hari Ini

Kenaikan UKT bagi mahasiswa angkatan 2024 di ITB memuncaki Top 3 Tekno Tempo hari ini, Sabtu, 4 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

1 hari lalu

WHO: Rencana Darurat Tak Bisa Cegah Kematian jika Israel Lakukan Serangan Darat di Rafah

WHO mengatakan tidak ada rencana darurat yang dapat mencegah "tambahan angka kematian" di Rafah jika Israel menjalankan operasi militernya di sana.

Baca Selengkapnya

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

1 hari lalu

Peneliti Unair Temukan Senyawa Penghambat Sel Kanker, Raih Penghargaan Best Paper

Peneliti Unair berhasil mengukir namanya di kancah internasional dengan meraih best paper award dari jurnal ternama Engineered Science.

Baca Selengkapnya