Studi: Nonton Euro 2020 Bisa Sebabkan Serangan Jantung

Jumat, 18 Juni 2021 13:45 WIB

Kiper timnas Denmark, Kasper Schmeichel menutup wajahnya saat meluapkan kekecewaan di akhir laga penyisihan grup B Euro 2020 (Piala Eropa) melawan Belgia di Stadion Parken, Denmark, 17 Juni 2021. Pool via REUTERS/Stuart Franklin

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi memperingatkan bahwa menonton pertandingan sepak bola, termasuk Euro 2020, dapat menyebabkan serangan jantung. Dasar dari pernyataan tersebut adalah hasil studi yang menganalisis pasien di rumah sakit di Jerman selama Piala Dunia 2014 di Brasil, dan menemukan kasus serangan jantung meningkat lebih dari lima persen selama turnamen.

Studi itu dilakukan oleh ahli jantung dari Johannes Gutenberg University of Mainz, Karsten Keller. Dia berharap studi yang dilakukannya dapat mendorong rumah sakit untuk bersiap menghadapi Euro 2020 dengan menyediakan staf dan tempat tidur tambahan selama pertandingan besar.

Dalam studi tersebut, tim membandingkan penerimaan dan kematian di rumah sakit akibat serangan jantung di empat periode waktu, yaitu selama Piala Dunia dari 12 Juni-13 Juli 2014 dan selama tiga periode tanpa acara sepak bola besar, dari 12 Juni-13 Juli 2013, dari 12 Juni-13 Juli 2015 dan antara 14 Juli hingga 14 Agustus 2014.

Meskipun tidak ada perbedaan jumlah pasien serangan jantung di rumah sakit selama bulan Juni dan Juli tahun 2011 sampai 2015, jumlah rawat inap tertinggi ada pada tahun 2014. “Hal itu terkait dengan jumlah yang lebih tinggi masuk rumah sakit untuk serangan jantung,” ujar Keller, seperti dikutip Daily Mail, Kamis, 17 Juni 2021.

Ada total 18.479 pasien selama 31 hari Piala Dunia—sekitar seribu lebih dari 17.482 pasien di 31 hari berikutnya setelah gelaran selesai. Jumlahnya meningkat 5,4 persen karena emosi yang memuncak pada penggemar, menyebabkan lonjakan hormon pembekuan darah.

Advertising
Advertising

Serangan jantung di Piala Dunia juga 3,7 dan 2,1 persen lebih tinggi dari 17.794 pasien pada 2013 dan 18.089 pasien pada 2015. Di mana pada tahun tersebut merupakan waktu sebelum dan sesudah Piala Dunia.

“Menonton sepak bola di acara besar seperti Piala Dunia atau Kejuaraan Eropa disertai dengan kegembiraan, tetapi juga dapat menyebabkan kemarahan yang berkontribusi terhadap terjadinya serangan jantung,” kata dia.

Keller menyarankan penggemar dengan penyakit arteri koroner yang diketahui untuk tidak terlalu terluka atau frustrasi, karena mereka akan sangat rentan. Selain itu, kata dia, pasien dengan gejala khas serangan jantung mungkin akan menunggu terlalu lama untuk datang ke ruang gawat darurat ketika berada di rumah menonton pertandingan.

Menggali lebih dalam temuan itu, para peneliti menemukan bahwa kematian tertinggi di rumah sakit diamati pada hari final, ketika Jerman mengalahkan Argentina 1-0 di perpanjangan waktu. Tingkat kematian akibat serangan jantung juga meningkat dari delapan menjadi 12 persen pada hari itu.

Menurut Keller, ini mungkin berkontribusi pada asumsi beberapa pasien dengan gejala serangan jantung yang khas menunggu terlalu lama di rumah sebelum menelepon ambulans atau datang ke rumah sakit. “Karena waktu adalah kuncinya, mereka mungkin datang terlambat, dan angka kematian meningkat.”

Apakah menonton olahraga dapat meningkatkan risiko serangan jantung atau tidak telah diperdebatkan oleh para ahli kesehatan selama bertahun-tahun. Tiga tahun lalu, sebuah penelitian oleh para ilmuwan Kanada menyarankan menonton tim sepak bola meningkatkan risiko serangan jantung yang berpotensi fatal.

Penggemar klub-klub sukses seperti Liverpool dan Manchester City lebih rentan dibandingkan para pendukung abadi seperti West Brom dan Stoke City. Tetapi penelitian lain gagal mengkonfirmasi hubungan antara acara olah raga penting dan penyakit kardiovaskular akut.

Studi terbaru di Scientific Reports adalah yang paling definitif hingga saat ini karena berfokus pada salah satu tim sepak bola paling sukses di dunia. Keller menjelaskan: “Utamanya, sepak bola adalah olahraga paling populer di Jerman.”

Secara keseluruhan, lebih dari 34,5 juta orang Brasil menonton Piala Dunia 2014 di TV—sekitar setengah dari populasi. Menurut Keller, temuan ini menunjukkan peningkatan tekanan mental dari acara olah raga besar dan populer seperti Piala Dunia mempengaruhi terjadinya kejadian kardiovaskular. “Ini bisa menginformasikan cara perencanaan kapasitas rumah sakit pada saat potensi peningkatan stres,” tutur Keller.

Penyakit kardiovaskular adalah pembunuh nomor satu di dunia—terhitung seperlima dari kematian di Eropa dan Amerika Serikat. Keller menerangkan, hasil penelitiannya menunjukkan peningkatan yang kuat dan substansial dalam jumlah total serangan jantung selama Piala Dunia 2014 dibandingkan dengan periode perbandingan 31 hari yang sama.

Sebuah studi yang lebih kecil dari departemen darurat rumah sakit di Bavaria Jerman 2006 mengidentifikasi tren yang sama. Serangan jantung di Inggris juga meningkat seperempat setelah anak asuh Alan Shearer kalah adu penalti dari Argentina di Prancis 1998.

“Karena tim Jerman tidak dikalahkan di Brasil 2014 dan memenangkan kejuaraan, kami tidak dapat membedakan antara hari pertandingan dengan kekalahan dan kemenangan,” katanya menambahkan.

Namun, Keller berujar, penelitiannya menunjukkan sesuai dengan sebagian besar penelitian bahwa acara sepak bola Piala Dunia merupakan pemicu kuat serangan jantung yang tidak boleh diremehkan. Sementara alasan hubungan tersebut masih belum jelas, para peneliti menyarankan bahwa mungkin ada penjelasan biologis.

Hormon yang dilepaskan selama stres mempengaruhi fungsi sel, menyebabkan pembekuan yang memotong darah ke jantung. “Pelepasan hormon stres mungkin berkontribusi pada pecahnya plak akut diikuti pembentukan bekuan darah di pembuluh darah—yang mengakibatkan serangan jantung,” ujar Keller lagi.

Sebuah studi selama final antara Spanyol dan Belanda di Afrika Selatan 2010 menemukan peningkatan tajam kadar testosteron dan kortisol pada penggemar. “Menonton Brasil 2014 merupakan pemicu terjadinya serangan jantung,” Keller menegaskan.

Pertandingan terakhir dengan kemenangan tipis dari Jerman disertai dengan kematian tertinggi di rumah sakit sepanjang Piala Dunia. Data Keller dapat membantu menemukan cara yang lebih baik untuk merencanakan kapasitas rumah sakit, yang penting untuk memberikan kapasitas yang cukup pada titik waktu yang tepat untuk memenuhi tantangan perawatan kesehatan yang sangat besar di masa depan.

Keller dan tim mengaku tidak terkejut dengan hasil studi itu. “Kami akan menyarankan penggemar sepak bola untuk hadir tepat waktu di rumah sakit, jika ada gejala khas serangan jantung dan tidak menunggu akhir pertandingan.”

DAILY MAIL | SCIENTIFIC REPORT

Baca:
Video Viral Matahari Terbit di Utara, Kenapa LAPAN Bilang Wajar?

Berita terkait

Upaya Kemenkes Atasi Banyaknya Warga Indonesia yang Pilih Berobat ke Luar Negeri

7 jam lalu

Upaya Kemenkes Atasi Banyaknya Warga Indonesia yang Pilih Berobat ke Luar Negeri

Ada sejumlah persoalan yang membuat banyak warga Indonesia lebih memilih berobat ke luar negeri.

Baca Selengkapnya

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

9 jam lalu

1 Juta Warga Indonesia Berobat ke Luar Negeri, Kemenkes: Layanan Kesehatan Belum Merata

Jokowi sebelumnya kembali menyinggung banyaknya masyarakat Indonesia yang berobat ke luar negeri dalam rapat kerja Kemenkes.

Baca Selengkapnya

PBB: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza

10 jam lalu

PBB: Butuh 14 Tahun untuk Bersihkan Puing-puing di Gaza

Serangan Israel ke Gaza telah meninggalkan sekitar 37 juta ton puing di wilayah padat penduduk, menurut Layanan Pekerjaan Ranjau PBB

Baca Selengkapnya

Fernando Morientes Pajang Trophy Liga Champions di Indonesia, Bicara Fanatisme Suporter Tanah Air

17 jam lalu

Fernando Morientes Pajang Trophy Liga Champions di Indonesia, Bicara Fanatisme Suporter Tanah Air

Fernando Morientes singgung bagaimana kegilaan penggemar sepak bola Indonesia yang rela menonton Laga Liga Champions tengah malam.

Baca Selengkapnya

Kisah Kardinah, Adik RA Kartini yang Berjasa namun Dipersekusi di Tegal

5 hari lalu

Kisah Kardinah, Adik RA Kartini yang Berjasa namun Dipersekusi di Tegal

Meski dari kalangan bangsawan, keluarga Kartini ini kerap membantu masyarakat. Namun adik Kartini dipersekusi dan darak keliling kota hingga trauma.

Baca Selengkapnya

Erick Thohir: Transformasi Sepak Bola Indonesia Masih Butuh Waktu

7 hari lalu

Erick Thohir: Transformasi Sepak Bola Indonesia Masih Butuh Waktu

Erick Thohir mengatakan PSSI melakukan sinkronisasi program kompetisi berjenjang sehingga mampu menciptakan komposisi Timnas Indonesia yang merata.

Baca Selengkapnya

Legenda Sepak Bola Jerman dan Klub Eintracht Frankfurt, Bernd Holzenbein Meninggal di Usia 78 Tahun

10 hari lalu

Legenda Sepak Bola Jerman dan Klub Eintracht Frankfurt, Bernd Holzenbein Meninggal di Usia 78 Tahun

Bernd Holzenbein menjadi bagian dari generasi emas sepak bola Jerman yang menjadi juara Piala Dunia 1974.

Baca Selengkapnya

Dipertahankan Bayer Leverkusen, Simak Profil Granit Xhaka

10 hari lalu

Dipertahankan Bayer Leverkusen, Simak Profil Granit Xhaka

Direktur olahraga Bayer Leverkusen Simon Rolfes memastikan Florian Wirtz dan Granit Xhaka akan bertahan di klub itu

Baca Selengkapnya

35 Tahun Tragedi Hillsborough, Insiden Kelam Sepak Bola Dunia Sebabkan Ratusan Orang Tewas dan Terluka

12 hari lalu

35 Tahun Tragedi Hillsborough, Insiden Kelam Sepak Bola Dunia Sebabkan Ratusan Orang Tewas dan Terluka

Hillsborough Disaster atau tragedi Hillsborough yang menewaskan ratusan orang termasuk yang terluka. Salah satu tragedi sepak bola dunia.

Baca Selengkapnya

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

15 hari lalu

WHO: Kardiovaskular dan Pembuluh Darah Jadi Penyebab Kematian Utama Secara Global

Kenali ragam penyakit kardiovaskular yang menjadi penyebab utama kematian secara global.

Baca Selengkapnya