Anies Klaim Amblesan Jakarta Berkurang, Peneliti ITB: Jangan Senang Dulu
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Erwin Prima
Rabu, 11 Agustus 2021 14:44 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengklaim penurunan permukaan tanah terutama di wilayah utara Jakarta telah berkurang. Pada 2007 amblesannya di beberapa titik mencapai 10 sentimeter per tahun.
“Sampai 2017 dan 2018 titik merahnya berkurang sangat signifikan,” katanya di acara webinar Jakarta Tenggelam gelaran Ikatan Alumni ITB, Selasa malam, 10 Agustus 2021.
Walau titik merah berkurang, ada catatan lain berupa daerah yang warnanya krem di peta menjadi kuning. Warna krem mengindikasikan amblesan 2-5 sentimeter per tahun, sementara kuning terang 5-10 cm/tahun. “Secara umum terjadi pengurangan land subsidence, we are on the right track,” kata Anies.
Anies mengatakan kondisi penurunan tanah di Jakarta harus terus dikawal dan dijaga agar efektif. Perlu kerja serius untuk memenuhi kebutuhan air warga Jakarta agar amblesan daerah merah hilang atau berwarna hijau dengan tingkat penurunan tanah kurang dari 2 cm/tahun.
Sementara penurunan muka tanah di pulau artifisial, kata Anies, lebih cepat dibandingkan dengan daratan awal Jakarta. “Di pulau artifisial hasil reklamasi lebih dari 80 milimeter per tahun,” katanya. Fakta itu yang membuatnya yakin untuk menghentikan kegiatan reklamasi.
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi laju penurunan tanah di Jakarta seperti bekerja sama dengan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral untuk membangun sistem informasi monitoring air tanah dan subsidence yang disingkat Monas. Kemudian memasang pipa air minum aagar warga tidak menyedot lagi air agar tanahnya tidak ambles.
Pihaknya juga akan menindak gedung-gedung yang mengambil air tanah sembarangan. Di sepanjang Jalan Sudirman-MH Thamrin, misalnya, kurang dari lima gedung yang mematuhi ketentuan tentang pengambilan air tanah. “Sekarang yang raksasa harus berhadapan dengan hukum,” katanya.
Peneliti penurunan tanah dari Geodesi ITB Heri Andreas mengatakan penurunan tanah dan kenaikan muka air laut bisa membuat banjir rob hingga menenggelamkan daerah pesisir. Adapun faktor penurunan tanah seperti di Jakarta bisa melambat. “Tetapi ya jangan senang dulu, karena bisa setelah melambat jadi cepat tergantung upaya-upaya yang dilakukan,” katanya di acara yang sama.
Dari beberapa cerita sukses kota-kota dunia, seperti Tokyo dan Bangkok, menurut Heri, ada lima langkah untuk mitigasi bencana daerah pesisir seperti di Jakarta dan Semarang. Pertama, yaitu pembuatan tanggul untuk menanggulangi banjir rob dan membuat sistem penampungan air, kemudian mencari air baku sebagai pengganti air tanah dengan berbagai metode yang ada.
Langkah ketiga membuat saluran pipa air baku, kemudian pengisian ulang air tanah. Terakhir, mengurangi atau menghentikan pengambilan air tanah. Langkah itu harus dilakukan secara berurutan. “Cara ini belum dilakukan secara optimal di Jakarta dan Jawa Tengah,” ujarnya.
Baca:
Biden Sebut Jakarta Akan Tenggelam, Ahli: 95 Persen di Utara Terendam pada 2050