Tim Peneliti Ungkap Sesar Penyebab Gempa dan Tsunami Maluku Tengah
Reporter
Anwar Siswadi (Kontributor)
Editor
Erwin Prima
Kamis, 2 September 2021 19:38 WIB
TEMPO.CO, Bandung - Tim peneliti mengungkap keberadaan sesar atau patahan kerak bumi di bagian tenggara Teluk Taluti, Pulau Seram, Kabupaten Maluku Tengah, yang memicu gempa Juni lalu. Pergerakan sesar itu pada 16 Juni 2021 menimbulkan gempa bermagnitudo sekitar 6 pada pukul 11:43:08 WIB. Selain merusak bangunan, gempa itu juga menghasilkan tsunami.
Kelompok peneliti berasal dari Tim Pasca Bencana Gempa Bumi Badan Geologi, yaitu Supartoyo, Arianne Pingkan Lewu dan Tudi Untoro, bersama Z. Sahalessy dan Sisinguru Latupono dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Maluku Tengah. Selain menyelidiki di lapangan, mereka mengumpulkan data dari berbagai sumber.
Sesar itu diketahui berarah timur laut–barat daya yang terletak di tenggara Teluk Taluti, Kabupaten Maluku Tengah. Dalam laporan singkat tim di laman Badan Geologi, Rabu 1 September 2021, selama ini sesar normal tersebut belum teridentifikasi sebagai sumber gempa bumi. Berdasarkan data bathymetri dari Badan Geologi terlihat adanya kelurusan pada zona sesar normal tersebut yang berarah timur laut–barat daya. "Panjang sesar normal tersebut diperkirakan sekitar 28 kilometer," kata Supartoyo.
Dengan menggunakan metode dari Well dan Coppersmith (1994), sesar normal ini diperkirakan mampu menghasilkan gempa bumi dengan magnitudo 6,8. Kejadian gempa 16 Juni lalu, mengakibatkan bencana di daerah Kecamatan Tehoru yang meliputi Negeri Tehoru, Dusun Mahu, Negeri Saunulu, Negeri Haya, dan Negeri Yaputih. Sebanyak 44 rumah penduduk mengalami kerusakan ringan hingga sedang, seperti pagar roboh, dinding rumah retak, plester tembok mengelupas, dan, retakan lantai.
Kerusakan bangunan menurut tim peneliti diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu, bangunan bersifat nonengineering building, terletak dekat dengan sumber gempa bumi yaitu sesar normal di Teluk Taluti, terletak pada endapan Kuarter berupa endapan pantai, dan terletak pada zona mahkota gerakan tanah.
Kejadian gempa bumi itu tidak mengakibatkan terjadinya sesar permukaan (surface rupture), namun diikuti oleh bahaya ikutan (collateral hazard), yaitu likuefaksi di Negeri Saunulu, retakan tanah di Dusun Mahu dan Negeri Saunulu serta penurunan tanah di Negeri Saunulu.
Penurunan tanah terjadi pada jalan raya di Negeri Saunulu mengakibatkan retakan saluran air namun tidak mengakibatkan kerusakan jalan. Retakan tanah utama yang teramati di Dusun Mahu dan Negeri Saunulu memperlihatkan arah yang sejajar garis pantai dan berbentuk relatif melengkung ke arah pantai. Kondisi itu menurut Supartoyo merupakan ciri gerakan tanah, dimana gawir utama telah runtuh ke laut dan yang terlihat adalah retakan tanah pada bagian atas dari gerakan tanah atau mahkota gerakan tanah.
Beberapa retakan tanah di Negeri Saunulu memperlihatkan arah tegak lurus pantai dalam dimensi kecil. Hal ini diperkirakan tidak terkait dengan gerakan tanah. Adapun likuefaksi teramati di Negeri Saunulu yang dicirikan oleh sumur yang terisi pasir dengan tipe non aliran. Menurut data BMKG hingga 18 Juni 2021 terjadi 25 kali gempa susulan dengan kisaran magnitudo antara 1,9-3,8 yang sebagian getarannya dirasakan warga.
Daerah yang terdekat dengan lokasi pusat gempa bumi, yaitu Kabupaten Maluku Tengah, terutama daerah Kecamatan Tehoru yang terletak di Teluk Taluti. Pelapukan batuan daerah itu umumnya bersifat urai, lunak, lepas, belum kompak, dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa.
Selain itu berdasarkan informasi dari penduduk setempat, sempat terjadi tsunami di daerah Pelabuhan Tehoru dengan tinggi rendaman di darat (flow depth) sekitar satu meter. Guncangan gempa bumi maksimum terjadi di Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah yang mencapai skala intensitas VI MMI (Modified Mercalli Intensity). Ciri-cirinya sesuai dengan temuan tim di lapangan.
Tim antara lain merekomendasikan daerah Kecamatan Tehoru yang tergolong rawan bencana geologi seperti gempa, tsunami dan gerakan tanah, untuk meningkatkan upaya mitigasi. Caranya lewat bangunan tahan gempa bumi, membuat tempat dan jalur evakuasi, membangun tanggul pantai, menanam vegetasi pantai, sosialisasi, simulasi dan wajib latih.
Rumah penduduk yang terletak pada zona mahkota gerakan tanah untuk dipindah. Adapun Gereja El Shadai yang terdapat retakan tanah di Negeri Saunulu masih dapat dipergunakan dan tidak perlu untuk direlokasi.
Berdasarkan hasil survei lapangan tim menemukan bongkahan batu gamping fragmental pada empat lokasi dan kayu Bitanggor di Negeri Yaputih. Temuan itu bukti terjadinya tsunami dahsyat pada masa lampau yang diperkirakan terjadi pada 1899. Tim merekomendasikan agar benda-benda tersebut dijaga dan dipelihara agar tidak rusak dan musnah.
Baca:
Waspada Covid-19 Varian Mu, WHO: Mungkin Resisten terhadap Vaksin