Dideteksi di Laut Selatan Jawa, Fenomena Milky Sea Bukan Monster Laut

Kamis, 9 September 2021 06:44 WIB

Fenomena milky sea seluas sekitar 100 ribu kilometer persegi di Samudera Hindia dekat Pulau Jawa yang terdeteksi dari satelit. Doi.org

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah studi yang dilakukan di Cooperative Institute for Research in the Atmosphere (CIRA) berhasil mendeteksi sejumlah fenomena malam memukau di laut yang disebut milky sea. Studi itu membangkitkan data pengamatan dari jaringan satelit cuaca orbit polar milik National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), Amerika Serikat, sepanjang periode 2012-2021.

Studi dan fenomena yang dideteksinya itu diungkap NOAA di akun media sosial Instagram lewat unggahan 31 Juli 2021. Bersamanya adalah foto deteksi milky sea dari satelit yang dimaksud di Samudera Hindia sebelah selatan Pulau Jawa. Luasannya diperkirakan sampai 100 ribu kilometer persegi saat terbentuk pada 2, 3 dan 4 Agustus 2019 lalu.

“Sekarang kita punya cara untuk secara proaktif mengidentifikasi area-area kandidat dari milky sea,” kata Steve Miller, peneliti senior di Colorado State University dan ketua tim yang menuliskan hasil studi itu di Scientific Reports terbit 29 Juli 2021.

Menurutnya, obrservasi cepat terhadap fenomena tersebut bisa membantu menjawab beberapa misteri yang melingkupi setiap kejadian penampakan cahaya bak air susu di tengah lautan ini. Termasuk bagaimana dan kenapa mereka terbentuk serta kenapa langka. “Kami benar-benar ingin bisa ke satu lokasinya terbentuk lalu mengambil sampel dan memahami komposisi, mekanisme pembentukannya maupun efek perilakunya dalam ekosistem laut,” kata Miller.

Menjadi legenda bagi para pelaut selama berabad-abad, milky sea adalah bentuk langka dari bioluminescence di laut. Teknologi satelit kemudian mengidentifikasi kalau pancaran cahaya lemah dari laut saat malam tersebut—begitu lemahnya hingga bisa dikaburkan oleh terang dari Bulan—bukanlah tanda kemunculan monster laut ataupun putri duyung seperti yang pernah dipercayai.

Diduga, sumber fenomena ini adalah reaksi kimia oleh jenis bakteri Vibrio Harveyi yang bisa bercahaya saat malam. Mereka yang menyebabkan permukaan laut malam seperti bercahaya keputihan yang tetap, seragam, dan meluas. Para pelaut dari abad ke abad telah membandingkan kecerahan dari kilauan itu dengan penampakan hamparan salju yang terbentang ke seluruh horizon di bawah langit malam yang gelap.

Advertising
Advertising

Studi oleh Miller dan timnya mendapati fenomena tumpahan air susu di laut itu paling sering didapati di perairan Samudera Hindia dan sekitar Indonesia sepanjang 200 tahun ke belakang. Mereka kemudian mencari lebih dalam di kawasan itu menggunakan bangkitan data instrumen satelit yang lebih baru yang bisa mengurai sebuah cahaya ke dalam perubahan-perubahan di dalamnya yang lebih detail.

Dengan instrumen itu mereka mengeliminasi terang cahaya malam dari Bulan dan melacak kilau lemah dari lautan. Hasilnya, Miller dan timnya mengidentifikasi selusin kejadian milky sea antara 2012-2021.

Yang terbesar mereka dapati terjadi di selatan Jawa pada 2009, yakni pada 26 Juli hingga 9 Agustus. Citra satelit mengkonfirmasi laut bercahaya saat itu di luasan lebih dari 100 ribu kilometer persegi. Diperkirakan, jumlah bakteri yang terlibat dalam fenomena itu melampaui 10 sektiliun (1 sektiliun setara 1.000 triliun).

Milky sea sangat langka dan hampir tidak mungkin ditemukan tanpa instrumen khusus bagi para ilmuwan untuk mendeteksi cahayanya, yang 100 juta kali lebih lemah daripada cahaya siang yang bisa dilihat satelit. Terbukti sistem pemantauan satelit oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional pun belum pernah mendeteksinya. Saat ditanya perihal fenomena ini, Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin tidak tahu dan lembaga yang dipimpinnya itu belum pernah menelitinya.

EOS, NOAA

Baca juga:
Ekspedisi Indonesia Timur 2021 LIPI Temukan Ombak-ombak di Bawah Laut

Berita terkait

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

1 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

OPPO Find X7 Ultra Versi Satellite Communication Mulai Dijual di China, Ini Spesifikanya

3 hari lalu

OPPO Find X7 Ultra Versi Satellite Communication Mulai Dijual di China, Ini Spesifikanya

OPPO Find X7 Ultra Satellite Communication mendukung kartu China Telecom dan kartu khusus satelit Tiantong.

Baca Selengkapnya

Vivo X100 Ultra Dirumorkan akan Miliki Fitur Konektivitas Satelit, Ini Detailnya

4 hari lalu

Vivo X100 Ultra Dirumorkan akan Miliki Fitur Konektivitas Satelit, Ini Detailnya

Ponsel Vivo X100 Ultra akan menggunakan satelit Tiantong untuk komunikasinya.

Baca Selengkapnya

Kemenkominfo Ingin Tingkatkan Pengelolaan Spektrum Frekuensi Lewat Forum APSMC

8 hari lalu

Kemenkominfo Ingin Tingkatkan Pengelolaan Spektrum Frekuensi Lewat Forum APSMC

Agenda prioritas Indonesia dalam APSMC adalah saling berdiskusi soal tantangan dan pengalaman dalam manajemen spektrum frekuensi.

Baca Selengkapnya

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

13 hari lalu

Diskusi di Jakarta, Bos NOAA Sebut Energi Perubahan Iklim dari Lautan

Konektivitas laut dan atmosfer berperan pada perubahan iklim yang terjadi di dunia saat ini. Badai dan siklon yang lebih dahsyat adalah perwujudannya.

Baca Selengkapnya

Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

19 hari lalu

Pakar Ingatkan Bahaya Main Ponsel di Toilet

Penelitian menyebut kebiasaan main ponsel di toilet tentu saja tidak baik karena membuat tubuh lebih mudah terpapar bakteri dan kuman berbahaya.

Baca Selengkapnya

Survei Populix: 72 Persen Pemudik Lebaran Pilih Pakai Kendaraan Pribadi

24 hari lalu

Survei Populix: 72 Persen Pemudik Lebaran Pilih Pakai Kendaraan Pribadi

Tujuan para pemudik itu paling banyak atau 77 persen mengarah ke tiga provinsi di Pulau Jawa.

Baca Selengkapnya

Pemahaman ENSO, IOD, dan Hujan Ekstrem di Indonesia Dinilai Masih Sangat Terbatas

27 hari lalu

Pemahaman ENSO, IOD, dan Hujan Ekstrem di Indonesia Dinilai Masih Sangat Terbatas

Kemungkinan besar hujan ekstrem semakin ekstrem di masa depan termasuk di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Potensi Risiko Gempa, BRIN Lakukan Pemetaan Sesar Sepanjang Pulau Jawa

30 hari lalu

Potensi Risiko Gempa, BRIN Lakukan Pemetaan Sesar Sepanjang Pulau Jawa

Gempa muncul di daerah yang kurang dipelajari (understudied) sebelumnya, seperti Cianjur, Sumedang, dan bahkan di Laut Jawa dekat Pulau Bawean.

Baca Selengkapnya

Awas, Ini Tempat yang Diklaim Paling Berkuman di Kantor

31 hari lalu

Awas, Ini Tempat yang Diklaim Paling Berkuman di Kantor

Beberapa titik bisa menjadi tempat berkumpulnya kuman dan bakteri di kantor sehingga Anda harus selalu menjaga kebersihan diri setelah menyentuhnya.

Baca Selengkapnya