Kabel Bawah Laut Telkom Rusak, Teknik Perbaikan Butuh Bajak atau ROV
Reporter
Zacharias Wuragil
Editor
Zacharias Wuragil
Senin, 27 September 2021 06:20 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Telkom Group telah mengumumkan upaya pemulihan jalur kabel bawah laut ruas Batam-Pontianak yang menyebabkan gangguan koneksi internet sebagian pengguna Telkomsel dan Indihome membutuhkan waktu sekitar satu bulan. Gangguan terjadi mulai Minggu, 19 September 2021.
Telkom menyebut periode perbaikan itu di antaranya digunakan untuk persiapan cableship yang akan dioperasikan ke titik lokasi gangguan tersebut. Ini persis yang belum lama harus dilakukannya pula di perairan antara Sarmi dan Biak, Papua, pada April lalu.
Faktanya, kerusakan kabel bawah laut dan perbaikannya biasa terjadi di dunia, dan The National Bureau of Asian Research menyebutkan dalam Maritime Awareness Project bahwa sebagian besar karena kelalaian atau kesalahan manusia. Dicatatnya, sebanyak 40 persen terkait aktivitas perikanan dan 15 persen karena lempar jangkar sembarangan.
Laporan kolaborasi antara Program Lingkungan PBB (UNEP) dan Komite Proteksi Kabel Internasional (ICPC) yang dipublikasi 2009 juga pernah menyebut secara spesifik bahwa sekitar 70 persen dari seluruh kasus kegagalan kabel bawah laut karena faktor eksternal oleh aktivitas perkapalan dan perikanan terjadi di perairan kurang dari 200 meter.
Itu sebabnya kabel-kabel bawah laut kemudian dikubur di dasar laut untuk perlindungannya. Strategi ini, bersama kesadaran yang semakin tinggi dari para pengguna kabel bawah laut, telah berbuah angka kejadian kerusakan kabel yang sampai membuat koneksi terputus (fault) berkurang drastis per 1.000 kilometer kabel.
Gangguan atau fault juga semakin berkurang jumlahnya mengikuti perbaikan desain sistem kabel dalam teknologi kabel bawah laut. Meski begitu, kasusnya masih ada dan perbaikan-perbaikan harus tetap dilakukan.
ICPC menjelaskan, prosedurnya bergantung kepada aktivitas menarik sebuah semacam bajak dasar laut (grapnel) di sepanjang jalur kabel, memotong kabel dan menyambung kembali kedua ujungnya. Ini yang akan dilakukan Telkom dengan cableship yang dimaksudnya sedang melakukan persiapan pada pekan lalu.
"Di atas kapal khusus untuk perbaikan kabel bawah laut itu, satu bagian baru mungkin disisipkan atau dihubungkan untuk menggantikan bagian kabel yang rusak tersebut," bunyi bagian laporan ICPC.
<!--more-->
Kabel bawah laut kemudian dikembalikan ke posisinya semula pada sudut yang tepat sama dengan awalnya. Bagian itu kemudian dikubur kembali menggunakan ROV (Remotely Operated Vehicle) yang dilengkapi dengan jet untuk sebuah teknik yang disebut jettison.
Kalau kedalaman lokasi kabel memungkinkan, ICPC menambahkan, ROV juga mungkin untuk digunakan langsung untuk perbaikan kabel di dasar laut. Teknik ini justru disukai karena tidak atau mengurangi kebutuhan operasional grapnel sehingga kerusakan dasar laut bisa diminimalisir.
Sebagai catatan, pemulihan kabel bawah laut dilakukan bukan hanya karena terjadi kerusakan oleh aktivitas manusia ataupun alam seperti gempa atau gigitan ikan. Perbaikan juga bisa dilakukan karena faktor kerusakan komponen internal, usia pakai kabel berakhir (biasanya setelah 20-25 tahun), atau karena kebutuhan pembersihan rute kabel.
Secara umum perbaikan atau pemulihannya biasanya dilakukan dengan tahapan sebagai berikut
- Menentukan lokasi kabel dan, jika perbaikan dibutuhkan, identifikasi bagian yang menyebabkan fault.
- Menguak atau memunculkan kabel dengan grapnel yang didesain khusus dari wahana khusus untuk perbaikan itu
- Mengangkat kabel itu ke permukaan laut untuk diganti atau diperbaiki
Selama proses perbaikan—kadang dari kedalaman 1-3 meter terkubur di dasar laut—tegangan kabel menjadi sangat menentukan. Karenanya upaya seperti meletakkan kembali kabel di dasar laut menjadi proses yang kompleks yang harus memperhitungkan sejumlah besar variabel berikut ini,
- Kecepatan dan sudut perbaikan
- Trek kapal sepanjang rute kabel
- Gaya gesek kabel yang mungkin bertambah karena pertumbuhan biologis di eksterior kabel
- Kedalaman perairan, kecepatan arus, efek gelombang permukaan ke pergerakan kapal, dan obyek alami maupun buatan manusia, seperti potongan bangkai kapal, yang bisa menghambat upaya mengangkat kabel bawah laut.
Baca juga:
Studi Ungkap 142 Virus Corona dari 13 Ribu Kelelawar di Cina, Nihil Covid-19