Warga Menang Gugatan, Pemerintah Dinilai Lalai Urus Polusi Udara Jakarta

Kamis, 7 Oktober 2021 18:51 WIB

Aktivis yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota melakukan aksi sebelum sidang pembacaan putusan gugatan terkait polusi udara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 September 2021. Tujuh pejabat negara , yang terdiri dari Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat dinilai tidak menanggapi dan membahas tuntutan 32 warga negara yang telah mengirimkan notifikasi sejak 5 Desember 2018 silam. TEMPO / Hilman Fathurrahman W

TEMPO.CO, Jakata - Kemenangan gugatan warga negara (citizen lawsuit) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 16 September 2021 terkait polusi udara Jakarta menandakan bahwa pemerintah lalai dalam memenuhi hak udara bersih bagi masyarakat. Gugatan itu diinisiasi oleh Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Koalisi Ibu Kota).

Adhityani Putri, Direktur Yayasan Indonesia Cerah, sebagai fasilitator penggugat menjelaskan proses peradilan dalam gugatan polusi udara telah melalui jalan yang panjang. Sebelum mengajukan gugatan pada 4 Juli 2019, pihaknya telah membuka berbagai macam komunikasi dan berdiskusi dengan para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan daerah.

Namun, kata dia, seiring dengan prosesnya, penggugat tidak melihat langkah konkret dari pemerintah sehingga memutuskan membawa ini ke proses peradilan. “Harapan, pemerintah pusat dan daerah menanggapi dengan mendalam langkah-langkah mitigasinya,” ujar dia dalam webinar bertajuk ‘Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait Tuntutan Udara Bersih Jakarta, Apa Langkah Selanjutnya?’ pada Kamis, 7 Oktober 2021.

Gugatan itu dilayangkan 32 warga negara yang tergabung dalam Koalisi Ibu Kota. Mereka berasal dari berbagai layar belakang, di antaranya mantan aktivis lingkungan di Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Greenpeace, tapi banyak juga yang berasal dari masyarakat umum yang mengalami dampak dari adanya polusi udara tersebut.

Perjuangan itu akhirnya menghasilkan keputusan yang baik bagi warga Jakarta di mana Koalisi Ibu Kota memenangkan gugatan dari para pihak tergugat yang terdiri dari Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten. Tergugat tersebut dinyatakan telah melawan hukum dan menghukum para tergugat untuk menjalankan 9 poin putusan hakim.

Advertising
Advertising

“Tapi pada 30 September 2021 lalu, empat (Presiden, KLHK, Kemenkes, dan Kemendagri) dari tujuh pejabat negara di tingkat pusat yang menjadi tergugat resmi mengajukan banding pada Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat,” tutur Adhityani.

Menurut Adhityani, putusan Majelis Hakim yang berpihak pada perbaikan kualitas udara Jakarta seharusnya dapat menjadi momentum baik bagi pemerintah pusat dan daerah. “Tentu untuk mulai melakukan kebijakan mitigasi polusi udara secara transparan," katanya sambil menambahkan gugatan ini diharapkan menginspirasi warga lainnya.

Sebagai informasi, menyoroti rendahnya kualitas udara bersih di Jakarta, Relawan dan Konsultan Kesehatan Yayasan Alam Sehat Lestari (ASRI), menerangkan bahwa polutan yang banyak menimbulkan masalah kesehatan adalah particulate matter atau PM 2,5. “Ukurannya kecil, tapi beratnya lebih besar dibanding dengan polutan lain,” katanya dalam acara tersebut.

Polutan itu dapat menembus paru-paru dan dialirkan oleh pembuluh darah ke seluruh tubuh. Pada tahun 2013, World Health Organization (WHO) sendiri telah mengklasifikasikan PM 2,5 sebagai zat penyebab kanker.

Alvi menambahkan setelah lebih dari 15 tahun, pada 22 September lalu WHO juga merilis peraturan baru untuk menaikkan standar kualitas udara. Sekarang, nilai ambang batas baku mutu udara ambien untuk PM 2,5 standarnya menjadi 15 mikrogram per meter kubik untuk batas harian dan 5 mikrogram untuk batas rata-rata tahunan.

“Sementara di Jakarta, pada hari ini tercatat kadar PM 2,5 nya mencapai 26,9 ug/m3, enam kali lipat standar tahunan WHO terbaru,” tutur dia.

Menurut Alvi, keberadaan polutan itu tidak disadari dan penyakitnya tidak spesifik, membuat masyarakat cenderung abai dengan polutan sebagai salah satu penyebab utama masalah kesehatan. Padahal ini bisa menyebabkan gangguan perkembangan janin, iritasi mata dan saluran napas, kanker paru, penyakit otak degeneratif, bahkan penurunan performa atlet. “Karena atlet bernapas 20 kali lebih banyak dibanding orang normal, sehingga berisiko untuk 20 kali lipat terpapar polusi,“ tutur Alvi.

Baca:
Solusi Dua Sumber Polusi Udara Jakarta

Berita terkait

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

9 jam lalu

Tuntutan dari Mahasiswa UGM, IPK 4,00 di Universitas Jember, serta Penyakit Akibat Polusi Mengisi Top 3 Tekno

Topik tentang mahasiswa UGM menggelar aksi menuntut tranparansi biaya pendidikan menjadi berita terpopuler Top 3 Tekno Berita Hari Ini.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

19 jam lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

1 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

1 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

2 hari lalu

Penyakit Minamata Ditemukan di Jepang 68 Tahun Lalu, Ini Cara Merkuri Masuk dalam Tubuh

Penyakit Minamata ditemukan di Jepang pertama kali yang mengancam kesehatan tubuh akibat merkuri. Lantas, bagaimana merkuri dapat masuk ke dalam tubuh?

Baca Selengkapnya

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Tugas dan Daftar Banyak Jabatan Lainnya

5 hari lalu

Jokowi Tunjuk Luhut sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional, Ini Tugas dan Daftar Banyak Jabatan Lainnya

Menkomarinves Luhut Binsar Pandjaitan ditunjuk Jokowi sebagai Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional. Ini jabatan kesekian yang diterima Luhut.

Baca Selengkapnya

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

6 hari lalu

Jakarta Peringkat 10 Kota dengan Udara Terburuk pada Sabtu Pagi

Pada Sabtu pagi pukul 07.02 WIB Indeks Kualitas Udara (AQI) di Jakarta berada di angka 122 atau masuk dalam kategori tidak sehat.

Baca Selengkapnya

PDIP Belum Menyerah Gugat ke PTUN Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU Sebut Sudah Tak Ada Celah Hukum

9 hari lalu

PDIP Belum Menyerah Gugat ke PTUN Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU Sebut Sudah Tak Ada Celah Hukum

Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun meminta KPU untuk menunda penetapan hasil Pilpres 2024 sembari menunggu hasil gugatan PTUN, KPU menolak

Baca Selengkapnya

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

11 hari lalu

Polusi Udara Bisa Bikin Serangga Salah Pilih Pasangan Kawin

Temuan lainnya adalah keturunan hibrida dari serangga yang salah pilih pasangan karena polusi udara itu kerap kali steril.

Baca Selengkapnya

Besok Putusan Sengketa Pilpres, Sejumlah Hakim MK Ini Dulu Tolak Aturan Batas Usai Capres-Cawapres Diubah

12 hari lalu

Besok Putusan Sengketa Pilpres, Sejumlah Hakim MK Ini Dulu Tolak Aturan Batas Usai Capres-Cawapres Diubah

Empat hakim MK menolak perubahan aturan batas usai capres-cawapres. Siapa saja mereka?

Baca Selengkapnya