BRIN: Tantangan Bangun PLTN Bukan dari Teknologi, tapi Sosial Politik

Selasa, 16 November 2021 14:57 WIB

PLTN Kaltim Tahap I Butuh Rp 1,4 Triliun

TEMPO.CO, Jakarta - Profesor Riset sekaligus Peneliti Ahli Utama di Organisasi Riset Tenaga Nuklir, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Djarot S. Wisnubroto, menjelaskan bahwa dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia memiliki beberapa tantangan. Namun, menurut dia, tantangan utamanya bukan dari segi pengembangan teknologi untuk PLTN.

“Tapi tantangannya justru dari segi sosial dan politik, kapan diputuskan secara resmi akan membangun PLTN, dan kapan go nuclear,” ujar dia dalam acara virtual bertajuk ‘Prof Talk: Siapkah Energi Nuklir Mendukung Net Zero Emission Indonesia?’, Selasa, 16 November 2021.

Djarot yang merupakan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) periode 2012-2018 itu mengatakan penggunaan energi nuklir memang selalu menjadi isu kontroversial, yang bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di banyak negara. Oleh karena itu, para ilmuwan juga harus siap memberikan penjelasan berbasis bukti dan penelitian mengenai bagaimana keamanan dan manfaat energi nuklir.

“Persepsi memang akan berbeda, itu faktanya, tapi persepsi bahwa nuklir adalah energi paling aman sulit diterima. Ada masalah sosial budaya dan sebagainya, karena audiensnya bisa jadi sangat beragam,” katanya lagi.

Selain itu, tantangan lainnya adalah proses pembangunan yang lama dan mahal. Djarot memberikan contoh PLTN yang baru saja beroperasi di Uni Emirat Arab—yang dibangun atas kerja sama dengan Korea Selatan dengan total 4x1.350 MW. Saat ini, unit PLTN Barakah 1 dan 2 sudah beroperasi, dan Barakah 3 dan 4 akan beroperasi dalam waktu dekat.

Advertising
Advertising

“Mereka membutuhkan waktu yang lama. Pada 2009 mengumumkan vendornya siapa dan tahun ini mulai beroperasi. Itu tantangannya,” tutur Djarot sambil menambahkan biayanya cukup mahal sekitar US$ 24,4 miliar atau setara dengan Rp 348 triliun.

Hal yang perlu dipikirkan juga adalah mengantisipasi kebocoran reaktor dan bagaimana pengelolaan limbah radioaktifnya. “Serta apakah kita bisa mengelola teknologi berisiko, sementara kita memiliki budaya keselamatan yang rendah.”

Lulusan S3 Bidang Nuclear Engineering School, University of Tokyo Jepang, itu juga membeberkan bahwa secara objektif energi nuklir memiliki faktor pendukung, yaitu emisi karbon rendah dan bisa beroperasi dua tahun terus-menerus dengan daya yang besar. Selain itu, harga listrik kompetitif (meski batu bara yang paling murah), dan harga bahan bakar tidak mempengaruhi harga listrik dari PLTN.

“Tapi secara umum, sebenarnya sumber daya manusia dan infrastruktur di Indonesia sudah siap dalam program pembangunan PLTN,” ujar Djarot sambil menambahkan bahwa tidak hanya siap dalam hal reaktornya saja, termasuk pengelolaan limbah radioaktif, dan ikut mendesain bagaimana reaktornya.

Sementara, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko, Indonesia serius mewujudkan komitmen Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat, salah satu caranya dengan mewacanakan pembangunan PLTN pertama yang dimulai dengan commercial operation date (COD) pada 2045. “Dan BRIN harus siap,” tutur Handoko.

Mantan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia itu mengatakan BRIN sebagai lembaga manajemen harus melihat secara jernih apa yang harus dilakukan untuk ikut berkontribusi. BRIN, melalui peneliti dan perisetnya, sudah paham bahwa PLTN itu adalah komoditas, sehingga tentu tidak bisa melakukan pembangunan, tapi dari segi risetnya saja.

“Pada akhirnya kita menyadari karena semua peneliti tentu akan berbasis riset dan fakta saintifik, dengan hitung-hitungan rasional dan ilmiah berbasis data solid,” ujar Handoko.

Selain itu, Handoko melanjutkan, BRIN akan membantu teknologi apa yang baik untuk membantu PLTN, apakah PLTN generasi ketiga yang sudah terbukti, atau generasi keempat. Jadi, menurut dia, hal itu menjadi sesuatu yang perlu dipikirkan bersama, tidak bisa diputuskan dan ditetapkan secara impulsif. “Untuk itu pemikiran khususnya dari profesor dan periset sangat diharapkan.”

Baca:
Pakar BRIN Sebut PLTN Bisa Jadi Solusi Target Net Zero Emission

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

3 jam lalu

Penanganan Polusi Udara, Peneliti BRIN Minta Indonesia Belajar dari Cina

Cina menjadi salah satu negara yang bisa mengurangi dampak polusi udaranya secara bertahap. Mengikis dampak era industrialisasi.

Baca Selengkapnya

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

1 hari lalu

BRIN Undang Periset dan Mahasiswa Ikut Platform Kolaborasi Biologi Struktur untuk Gali Potensi Keanekaragaman Hayati

BRIN terus berupaya menemukan metode yang paling baru, efektif, dan efisien dalam proses pemurnian protein.

Baca Selengkapnya

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

1 hari lalu

Teknologi Roket Semakin Pesat, Periset BRIN Ungkap Tantangan Pengembangannya

Sekarang ukuran roket juga tidak besar, tapi bisa mengangkut banyak satelit kecil.

Baca Selengkapnya

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

2 hari lalu

Ketergantungan Impor 99 Persen, Peneliti BRIN Riset Jamur Penghasil Enzim

Di Indonesia diperkirakan terdapat 200 ribu spesies jamur, yang di antaranya mampu memproduksi enzim.

Baca Selengkapnya

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

2 hari lalu

Lima Besar Penyakit Akibat Polusi Udara di Indonesia, Apa Saja?

Polusi udara yang erat kaitannya dengan tingginya beban penyakit adalah polusi udara dalam ruang (rumah tangga).

Baca Selengkapnya

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

2 hari lalu

Riset BRIN: Penduduk Indonesia Akan Kehilangan 2,5 Tahun Usia Harapan Hidup Akibat Polusi Udara

Efek polusi udara rumah tangga baru terlihat dalam jangka waktu relatif lama.

Baca Selengkapnya

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

3 hari lalu

Kerusakan Alat Pemantau Gunung Ruang, BRIN Teliti Karakter Iklim, serta Kendala Tes UTBK Mengisi Top 3 Tekno

Artikel soal kerusakan alat pemantau erupsi Gunung Ruang menjadi yang terpopuler dalam Top 3 Tekno hari ini.

Baca Selengkapnya

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

3 hari lalu

Kisruh Rumah Dinas Puspiptek, Pensiunan Peneliti Pernah Laporkan BRIN ke Kejaksaan Agung

Penghuni rumah dinas Psupiptek Serpong mengaku pernah melaporkan BRIN ke Kejaksaan Agung atas dugaan penyalahgunaan aset negara

Baca Selengkapnya

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

3 hari lalu

Pensiunan Puspitek Sebut Permintaan Pengosongan Rumah Dinas Sudah Ada Sejak 2017, Namun Batal

Pensiunan Puspitek menyatakan Menristek saat itu, BJ Habibie, menyiapkan rumah dinas itu bagi para peneliti yang ditarik dari berbagai daerah.

Baca Selengkapnya

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

4 hari lalu

Pusat Riset Iklim BRIN Fokus Teliti Dampak Perubahan Iklim terhadap Sektor Pembangunan

Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN fokus pada perubahan iklim yang mempengaruhi sektor pembangunan.

Baca Selengkapnya