9 Jawaban yang Jelaskan Asal Usul Omicron dan 50 Mutasi Gennya

Minggu, 19 Desember 2021 14:57 WIB

Varian baru Omicron diteliti memiliki tingkat penularan sangat cepat dan sulit diredam penularannya.

TEMPO.CO, Jakarta - Jumlah temuan kasus Covid-19 varian Omicron di Indonesia telah bertambah. Di negara lain, varian ini telah memicu ledakan kasus baru dan di negara yang lain lagi lockdown total siap diberlakukan kembali.

Pernyataan terkini dari WHO, diberikan Sabtu 18 Desember 2021, menyatakan penyebaran kasus baru Covid-19 yang disebabkan infeksi varian baru ini terus berlipat ganda setiap 1,5-3,0 hari. Hasil awal dari sebuah studi menyebut peluang seseorang bisa terinfeksi varian Omicron bahkan lima kali lebih tinggi daripada varian Delta yang selama ini dikenal paling agresif.

“Covid-19 varian Omicron sedang menyebar dengan kecepatan yang belum pernah kita saksikan pada varian-varian sebelumnya, dan diperparah dengan sebagian kalangan yang menyepelekan dengan menganggap infeksinya ringan saja,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus dari WHO.

Begitulah SARS-CoV-2 varian Omicron sedang mencekam dunia di akhir tahun ini. Berikut 9 pertanyaan dan jawabannya yang bisa menerangkan tentang kemunculan varian Omicron beserta dugaan-dugaan asal mutasi genetiknya yang membuatnya menakutkan, dikutip dari NEW SCIENTIST.

Advertising
Advertising

1. Bagaimana varian Omicron ditemukan?

Para peneliti di Afrika Selatan awalnya mengamati sedikit lonjakan kasus di Provinsi Gauteng dan memutuskan melakukan pengurutan gen pada lebih banyak sampel. Mereka kemudian menemukan sebuah varian baru dengan sejumlah besar mutasi yang membuat khawatir, lalu membunyikan alarm kepada dunia pada 25 November lalu. Para ahli di lokasi lain langsung bisa mengidentifikasi varian itu dari data sekuensing gen yang diunggah ke basisdata yang terbuka bagi publik.

2. Apa yang membuatnya berbeda dari varian lain?

Varian Omicron memiliki sekitar 50 mutasi jika dibandingkan urutan genetik virusnya yang orisinal di Wuhan, Cina. Sebanyak 30 mutasi di antaranya terjadi pada protein paku si virus—bagian yang sangat vital untuk virus itu untuk bisa menginfeksi sel manusia. Mutasi-mutasi itu menjadi penting karena protein paku itulah yang ditarget antibodi. Kalau susunan genetik protein itu berubah drastis tentu akan mengurangi efektivitas antibodi yang sudah dihasilkan dari vaksinasi maupun dari infeksi varian sebelumnya.

3. Lalu bagaimana varian ini bisa mendapatkan begitu banyak mutasi gen?

Ada dua dugaan terbesarnya. Pertama, mutasi-mutasi itu berkembang dalam tubuh seseorang yang sistem imunnya sedang melemah. Normalnya, seluruh virus terbunuh ketika respons imun tubuh kita beraksi secara penuh. Beda bila kekebalan seseorang melemah, beberapa virus bisa tetap bereplikasi dan dalam beberapa bulan berkembang menjadi virus dengan kemampuan yang lebih baik dalam mengidentifikasi sistem imun tubuh dan antibodinya itu.

4. Apakah ada buktinya kalau itu yang terjadi?

<!--more-->

4. Apakah ada buktinya kalau itu yang terjadi?

Tidak ada buktinya yang secara langsung tapi proses mutasi yang berakumulasi pada virus corona ini telah teramati terjadi dalam tubuh seorang dengan HIV yang tidak mempan dengan perawatan Covid-19. Para peneliti yang menemukan Omicron telah menyerukan upaya-upaya mencegah kasus HIV ikut melonjak.

5. Apa dugaan terbesar yang kedua?

Bahwa virus telah menginfeksi hewan-hewan tertentu, mendapatkan mutasi-mutasi saat menyebar di antara mereka dan kemudian melompat kembali ke manusia—sebagai sebuah fenomena yang dikenal sebagai reverse zoonosis.

6. Apa bukti yang ada untuk dugaan ini?

Beberapa mutasi yang ditemukan dalam protein paku virus varian Omicron sama seperti yang terlihat ada dalam SARS-CoV-2 yang beradaptasi menyebar di antara tikus. Tapi kesamaan ini bisa juga kebetulan saja.

7. Bisakah ini terjadi pada tikus di laboratorium?

Sebagian besar dari tujuh miliar penduduk di Bumi memiliki tikus berkeliaran dekat rumahnya, atau bahkan di dalam rumahnya. Jadi, ada peluang yang sangat besar tikus terinfeksi SARS-CoV-2. Sementara, sedikit saja laboratorium yang melakukan eksperimen membuat tikus terinfeksi SARS-CoV-2, dan seluruhnya di luar Afrika Selatan. Dalam kata lain, ide tikus lab tidak bisa diabaikan namun kemungkinannya sangat kecil.

8. Di mana Omicron kemudian bangkit?

Kasus terkonfirmasi paling awal yang diketahui hingga saat ini adalah di Afrika Selatan dan Botswana, yakni pada paruh pertama November. Meski begitu, perkiraannya Covid-19 varian Omicron pertama menyebar di antara manusia pada awal Oktober. Belum jelas lokasinya di mana.

9. Benarkah Omicron telah terdeteksi di lokasi lain sebelum Afrika Selatan melaporkan kasusnya?

Beberapa negara termasuk Amerika Serikat dan Belanda kini melaporkan kasus infeksi varian Omicron di negerinya sudah ada sejak pertengahan November, tapi itu tak mendahului kasus paling awal di Afrika Selatan dan hampir semuanya juga berasosiasi dengan perjalanan dari Afrika Selatan. Sempat ada laporan Omicron ditemukan di Nigeria pada Oktober, tapi ini kemudian disebut tak benar.

Baca juga:
Hati-hati Sub-Varian Omicron Tak Miliki Ciri Unik Saat Dites PCR


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 jam lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

4 jam lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

15 jam lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

1 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Luncurkan Green Climate Fund untuk Bangun Sistem Kesehatan Menghadapi Perubahan Iklim

Inisiatif ini akan membantu sistem kesehatan Indonesia untuk menjadi lebih tangguh terhadap dampak perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

3 hari lalu

Kemenkes, UNDP dan WHO Perkuat Layanan Kesehatan Hadapi Perubahan Iklim

Kemenkes, UNDP dan WHO kolaborasi proyek perkuat layanan kesehatan yang siap hadapi perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

6 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

6 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

7 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

11 hari lalu

Peneliti BRIN di Spanyol Temukan Antibodi Pencegah Virus SARS-CoV-2

Fungsi utama antibodi itu untuk mencegah infeksi virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan pandemi Covid-19 pada 2020.

Baca Selengkapnya

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

14 hari lalu

Prof Tjandra Yoga Aditama Penulis 254 Artikel Covid-19, Terbanyak di Media Massa Tercatat di MURI

MURI nobatkan Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran UI, Prof Tjandra Yoga Aditama sebagai penulis artikel tentang Covid-19 terbanyak di media massa

Baca Selengkapnya