TEMPO.CO, Jakarta - Studi yang dilakukan di Fakultas Kedokteran, University of Hong Kong, menemukan SARS-CoV-2 varian Omicron menggandakan diri 70 kali lebih cepat di bronkus. Pembandingnya adalah SARS-CoV-2 varian Delta dan varian orisinal dari awal 2020 lalu.
"Studi ini menyediakan informasi pertama tentang bagaimana cara SARS-CoV-2 varian Omicron, yang masuk daftar Variant of Concerns, menginfeksi saluran pernapasan manusia," tertulis di laman HKUMed dalam keterangan yang dibuat 15 Desember 2021.
Studi yang sedang berada dalam tahap peer review untuk publikasinya itu dipimpin Michael Chan Chi-wai dari Fakultas Kesehatan Masyarakat di Hong Kong Science and Technology Park, juga associate professor di HKUMed. Anggotanya adalah seorang dokter dan dua profesor bisang virologi dan klinis di HKUMed.
Dalam penelitiannya, mereka menggunakan kultur ex vivo dari saluran pernapasan manusia yang telah terinfeksi Covid-19 varian Omicron. Teknik ini disebutkan sudah digunakan untuk menyelidiki banyak infeksi virus yang muncul sejak 2007, seperti virus corona penyebab flu burung dan virus corona penyebab Middle East Respiratory Syndrome (MERS).
Metode ini menggunakan jaringan paru-paru yang biasanya diambil untuk analisa perawatan pasien penyakit paru-paru. Kalau biasanya jaringan itu akan dibuang begitu saja, kali ini dimanfaatkan untuk menyelidiki penyakit dan infeksi virus pada saluran pernapasan.
Chan dan timnya berhasil mengisolasi SARS-CoV-2 varian Omicron dan menggunakan model eksperimental ini untuk membandingkan infeksinya dengan SARS-CoV-2 orisinal dari awal pandemi 2020 lalu dan yang varian Delta. Hasilnya, ditemukan bahwa varian baru Omicron bereplikasi lebih cepat daripada virus SARS-CoV-2 asli dan bahkan varian Delta itu di bronkus manusia.
Pada 24 jam setelah infeksi, varian Omicron bereplikasi sekitar 70 kali lebih banyak daripada varian Delta dan SARS-CoV-2 orisinal. Ini yang menjawab kenapa Omicron seperti yang telah ditemukan menyebar sangat cepat antar-manusia.
Sebaliknya, varian Omicron ditemukan berkembang biak kurang efisien (10 kali lebih rendah) di jaringan paru-paru. Ini yang mungkin menunjukkan alasan kenapa tingkat keparahan atau gejala seseorang yang terinfeksi lebih rendah dibandingkan varian lain.
Namun, Chan mengingatkan bahwa tingkat keparahan penyakit pada manusia tidak hanya ditentukan oleh replikasi virus. "Tapi juga oleh respons imun inang terhadap infeksi, yang dapat menyebabkan disregulasi sistem imun bawaan, yaitu badai sitokin,” ujar Chan.
Sebaliknya, Chan melanjutkan, dengan menginfeksi lebih banyak orang, virus yang sangat menular dapat menyebabkan penyakit dan kematian yang lebih parah meskipun tingkat patogennya lebih rendah. Terlebih penelitian terbarunya menunjukkan bahwa Omicron juga bisa lolos dari kekebalan dari vaksin.
“Termasuk juga bisa lolos dari infeksi masa lalu, ancaman keseluruhan dari varian Omicron kemungkinan akan sangat signifikan,” katanya lagi.
Pernyataannya senada dengan yang pernah disampaikan ketua tim teknis Covid-19 di WHO, Maria Van Kerkhove. Dia memaparkan bahwa banyak pasien infeksi varian Omicron menunjukkan gejala ringan. Tapi tidak berarti ini hanya lunak.
"Kami telah melihat keseluruhan spektrum keparahan dari infeksi varian ini, dan orang bisa meninggal karenanya," kata Van Kerkhove dalam wawancara dengan NEW SCIENTIST. Dia menambahkan, "Mengatakan, 'Ini ringan saja' adalah sangat berbahaya."
Baca juga:
Maria Van Kerkhove WHO: Mengatakan Infeksi Varian Omicron Ringan Saja Sangat Berbahaya
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.