Terbentuk 2.000 Tahun, Gletser Tertinggi di Everest Lenyap dalam 25 Tahun

Selasa, 8 Februari 2022 10:59 WIB

Lokasi sampel inti es gletser South Col (panah merah) dan stasiun cuaca Balcony (panah kuning). (Mariusz Potocki)

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah penelitian baru tentang perubahan di titik tertinggi dunia, South Col, gletser tertinggi di Everest, terdengar kurang menyenangkan.

Ilmuwan melaporkan bahwa hilangnya es dengan cepat terjadi seiring dengan kenaikan suhu global, sebagaimana dikutip Science Alert, 5 Februari 2022. Akibatnya es yang semakin terbuka dan rentan, karena lapisan salju yang menipis.

Hal ini tentu mengkhawatirkan bagi warga sekitar yang mengandalkan gletser ini untuk air minum dan pertanian. Belum lagi peningkatan risiko salju yang longsor. Sementara, bagi para pendaki Gunung Everest, hal ini lebih menantang karena batuan dasar menjadi terbuka.

Menurut para peneliti, dengan menggunakan permodelan, penipisan gletser setinggi 55 meter berlangsung selama 25 tahun. Padahal waktu yang telah dilalui untuk membentuknya sebesar 80 kali lipat, alias mencapai beberapa milenium.

Penyebab utama adalah perubahan paling intens, yaitu di Everest, sejak akhir 1990-an. Gejala perubahan sudah terpantau sebelumnya, dipicu oleh pemanasan iklim yang tampaknya telah terjadi sejak 1950-an.

Advertising
Advertising

Selain suhu yang memanas, para ilmuwan menunjukkan penurunan kelembaban relatif dan angin kencang sebagai alasan hilangnya begitu banyak salju. Salju saat ini menghilang pada tingkat yang jauh lebih cepat daripada yang digantikan.

Kejadian ini berlokasi pada di titik tertinggi dunia. Tentu saja akan menjadi peringatan bagi gletser lain di seluruh dunia saat suhu meningkat.

Bisa dibayangkan gletser setinggi South Col bisa lenyap pada pertengahan abad ini. Ini bisa menjadi pengingat nyata tentang bagaimana kita telah mengubah wajah planet ini secara permanen.

"Gletser tertinggi di Everest telah berfungsi sebagai penjaga keseimbangan yang rapuh ini dan telah menunjukkan bahwa bahkan atap Bumi pun dipengaruhi oleh pemanasan sumber antropogenik," tulis para peneliti dalam makalah mereka yang diterbitkan.

SCIENCE ALERT | NATURE

Baca:
Studi: Gletser 180 Triliun Ton Antartika Bisa Runtuh dalam 20 Tahun

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Berita terkait

Kenalan dengan Kami Rita, Pendaki yang Pecahkan Rekor Capai Gunung Everest 29 Kali

18 jam lalu

Kenalan dengan Kami Rita, Pendaki yang Pecahkan Rekor Capai Gunung Everest 29 Kali

Menurut Guinness Book of World Records, Kami Rita telah mendaki Everest hampir setiap tahun sejak pendakian pertamanya pada 1994.

Baca Selengkapnya

Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

6 hari lalu

Badai Geomagnetik Picu Gangguan Sinyal di Indonesia dan Dunia, Begini Kata Peneliti BRIN

Ilmuwan NOAA mendeteksi badai geomagnetik terbaru yang terjadi pada 11 Maret 2024 dan dampaknya diperkirakan berlanjut hingga Mei ini.

Baca Selengkapnya

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

11 hari lalu

Suhu Bumi Terpanas pada April 2024

Sejak Juni 2023, setiap bulan temperatur bumi terus memanas, di mana puncak terpanas terjadi pada April 2024.

Baca Selengkapnya

Kenapa Orang Suka Aroma Bayi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

17 hari lalu

Kenapa Orang Suka Aroma Bayi? Ini Penjelasan Ilmiahnya

Cairan amnion dan substansi seperti verniks caseosa berperan dalam menciptakan aroma bayi yang khas.

Baca Selengkapnya

BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

20 hari lalu

BRIN Kirim Surat Teguran, Minta Ratusan Pensiunan Ilmuwan Kosongkan Rumah di Puspiptek

BRIN meminta ratusan pensiunan ilmuwan mengosongkan rumah dinas di Puspiptek paling lambat 15 Mei 2024

Baca Selengkapnya

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

23 hari lalu

Kelebihan Punya Tinggi Badan Menjulang Menurut Penelitian

Selain penampilan, orang tinggi diklaim punya kelebihan pada kesehatan dan gaya hidup. Berikut keuntungan memiliki tinggi badan di atas rata-rata.

Baca Selengkapnya

Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

23 hari lalu

Selain Tikus, Inilah 4 Hewan yang Kerap Dijadikan Percobaan Penelitian

Berikut beberapa hewan yang kerap dijadikan hewan percobaan dalam penelitian:

Baca Selengkapnya

Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

31 hari lalu

Begini Cara Menulis Artikel Ilmiah di Jurnal Terindeks Scopus

Jurnal terindeks Scopus menjadi salah satu tujuan para peneliti di Indonesia untuk mempublikasikan artikel ilmiah atau penelitiannya, bagaimana cara menulis artikel ilmiah yang terindeks scopus?

Baca Selengkapnya

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

39 hari lalu

Monash University Gelar World Health Summit, Demam Berdarah Hingga Penelitian Soal Obat Jadi Bahasan

World Health Summit akan pertama kali digelar di Monash University. Ada beberapa tema yang akan dibahas oleh peneliti, salah satunya, demam berdarah

Baca Selengkapnya

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

45 hari lalu

Jelang Gerhana Matahari 8 April, Kenali Fenomena Gerhana Matahari Terlama di Alam Semesta

Sistem yang disebut dengan kode astronomi TYC 2505-672-1 memecahkan rekor alam semesta untuk gerhana matahari terlama.

Baca Selengkapnya